KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Zulkarnaen Dipandang Lukai Perasaan Umat Islam

Posted: 30 May 2013 03:44 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mempertimbangkan hal-hal yang dianggap memberatkan dan meringankan bagi terdakwa kasus dugaan korupsi proyek laboratorium dan Al Quran Kementerian Agama, Zulkarnaen Djabar, serta putranya, Dendy Prasetya. Menurut majelis hakim, salah satu hal yang memberatkan hukuman Zulkarnaen dan Dendy karena perbuatan keduanya yang mengorupsi proyek penggandaan Al Quran di Kemenag itu telah melukai perasaan umat Islam.

"Perbuatan terdakwa I (Zulkarnaen) dan terdakwa II (Dendy) telah melukai perasaan umat Islam, mengingat perbuatan terdakwa I (Zulkaranaen) dan terdakwa II (Dendy) berkaitan dengan pengadaan penggandaan kitab suci Al Quran," kata Ketua Majelis Hakim Tipikor Afiantara membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (30/5/2013).

Hakim Afiantara melanjutkan, perbuatan terdakwa I dan terdakwa II dapat menghambat pemenuhan kebutuhan Al Quran yang sangat dibutuhkan umat Islam. Perbuatan ini dianggap dapat menghambat peningkatan beribadah, keimanan, dan ketakwaan umat Islam. "Tentunya dapat menghambat peningkatan beribadah, keimanan, dan ketakwaan umat Islam terhadap Allah SWT," ucap Afiantara.

Majelis hakim menjatuhkan vonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan untuk Zulkarnaen, dan hukuman 8 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan untuk putranya, Dendy Prasetya. Ayah dan anak ini dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan laboratorium dan Al Quran di Kemenag.

Menurut majelis hakim, Zulkarnaen yang juga politikus Partai Golkar itu bersama-sama dengan Dendy dan Ketua Generasi Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong Fahd El Fouz telah mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Batu Karya Mas sebagai pelaksana proyek pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah tahun anggaran 2011. Atas jasanya membantu pemenangan PT Batu Karya Mas ini, Zulkarnaen menerima hadiah berupa uang Rp 4,7 miliar.

Adapun Fahd merupakan terpidana kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) yang menjadi saksi dalam perkara ini.

Selain itu, Zulkarnaen terbukti bersama-sama Dendy dan Fahd kembali mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2011 di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Modus yang sama juga dilakukan untuk memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2012.

Dari proyek Al Quran 2011 dan 2012 ini, Zulkarnaen mendapatkan imbalan senilai Rp 9,2 miliar. Menurut hakim, Zulkarnaen juga mendapatkan hadiah uang Rp 400 juta karena telah berhasil memperjuangkan dan menyetujui anggaran APBN-P 2011 untuk Kemenag. Saat itu Zulkarnaen adalah anggota Badan Anggaran DPR. Dengan demikian, menurut hakim, total uang yang diperoleh Zulkarnaen dan Dendy mencapai Rp 14,3 miliar.

Selain dianggap melukai perasaan umat Islam, perbuatan Zulkarnaen dan Dendy ini pun dianggap tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi. Zulkarnaen dipandang memanfaatkan jabatannya selaku anggota DPR untuk melakukan tindak pidana korupsi. Majelis hakim juga menilai, perbuatan Zulkarnaen dan putranya itu telah merenggut hak dan hak ekonomi masyarakat karena anggaran yang telah ditetapkan tidak sepenuhnya digunakan untuk kepentingan masyarakat.

"Terdakwa I (Zulkarnaen) yang merupakan anggota DPR RI dan public figure justru tak menunjukkan teladan yang baik dalam masyarakat, dan tidak mengakui perbuatannya," kata hakim Afiantara. Sementara Dendy, katanya, telah memanfaatkan kekuasaan ayahnya selaku anggota DPR untuk mencari keuntungan pribadi.

"Perbuatan terdakwa I dan terdakwa II telah mencederai dan mencoreng lembaga DPR RI dan lembaga Kementerian Agama RI sehingga mengurangi tingkat kepercayaan terhadap kedua lembaga itu," ujar hakim.

Atas putusan ini, baik Zulkarnaen maupun Dendy akan mengajukan banding. Keduanya menyatakan tidak dapat menerima putusan majelis hakim tersebut. "Secara tegas saya katakan tidak menerima, tidak sependapat, dan saya nyatakan banding," kata Zulkarnaen. Sementara tim jaksa penuntut umum KPK menyatakan akan pikir-pikir apakah banding atau tidak.

Editor : Hindra

Zulkarnaen-Dendy Diwajibkan Bayar Uang Pengganti Rp 11,4 Miliar

Posted: 30 May 2013 02:37 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat non-aktif Zulkarnaen Djabar dan putranya, Dendy Prasetya, dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang kerugian negara masing masing Rp 5,7 miliar. Uang tersebut merupakan duit yang dikorupsi Zulkarnaen dan Dendy dalam proyek pengadaan laboratorium dan penggandaan Al Quran di Kementerian Agama.

Kewajiban mengganti uang negara ini merupakan bagian dari putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/5/2013). "Menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti masing-masing Rp 5,7 miliar dengan ketentuan apabila terdakwa I (Zulkarnaen) dan terdakwa II (Dendy) tidak membayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang tersebut," kata Ketua Majelis Hakim Afiantara. Namun, jika harta bendanya tidak mencukupi, lanjutnya, Zulkarnaen dan Dendy akan ditambah hukuman penjaranya selama dua tahun.

Menurut majelis hakim, uang senilai total Rp 11,4 miliar yang diterima Zulkarnaen dan putranya itu merupakan uang negara karena berasal dari pembayaran tahap pertama pengadaan Al Quran yang diterima Abdul Kadir Alydrus dari Kemenag. Uang tersebut kemudian disetorkan Abul Kadir kepada Zulkarnaen sebagai imbalan karena telah membantu perusahaan Abdul Kadir memenangkan tender proyek Al Quran.

"Uang tersebut langsung maupun tidak langsung berasal dari negara, dari Kementerian Agama. Karena merupakan uang negara, maka commitment fee haruslah dikembalikan kepada negara yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh, Rp 11,4 miliar," ujar Afiantara.

Dalam kasus korupsi pengadaan laboratorium dan penggandaan Al Quran 2011-2012 di Kemenag ini, Zulkarnen divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan. Sementara Dendy divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan.

Putusan yang dijatuhkan majelis hakim untuk Zulkarnaen ini lebih tinggi dibandingkan tuntutan tim jaksa KPK. Sebelumnya, jaksa menuntut Zulkarnaen dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider 5 bulan kurungan. Untuk Dendy, majelis hakim menjatuhkan putusan lebih ringan satu tahun dibanding tuntutan jaksa, yakni 9 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan.

Intervensi pejabat Kemenag

Menurut majelis hakim, Zulkarnaen bersama-sama dengan Dendy dan Ketua Generasi Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong Fahd El Fouz telah mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Batu Karya Mas sebagai pelaksana proyek pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah tahun anggaran 2011.

Atas jasanya membantu pemenangan PT Batu Karya Mas ini, Zulkarnaen menerima hadiah berupa uang Rp 4,7 miliar. "Terdakwa I (Zulkarnaen) bersama-sama terdakwa II (Dendy) dan Fadh El Fouz telah menerima hadiah berupa uang yang ditransfer senilai Rp 4,7 miliar dari Abdul Kadir Alydrus, rekanan yang mewakili PT Batu Karya Mas yang merupakan commitment fee atas pemenangan PT Batu Karya Mas," kata hakim anggota majelis hakim Hendra Yosfin. Adapun Fahd merupakan terpidana kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) yang menjadi saksi dalam perkara ini.

Selain itu, menurut majelis hakim, Zulkarnaen terbukti bersama-sama Dendy dan Fahd kembali mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2011 di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Modus yang sama juga dilakukan untuk memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2012.

Dari proyek Al Quran 2011 dan 2012 ini, Zulkarnaen mendapatkan imbalan senilai Rp 9,2 miliar. Menurut hakim, Zulkarnaen juga mendapatkan hadiah uang Rp 400 juta karena telah berhasil memperjuangkan dan menyetujui anggaran APBN P 2011 untuk Kemenag. Saat itu Zulkarnaen adalah anggota Badan Anggaran DPR.

Dengan demikian, menurut hakim, total uang yang diperoleh Zulkarnaen dan Dendy mencapai Rp 14,3 miliar. "Apa yang dilakukan terdakwa I (Zulkarnaen) bertentangan dengan kewajibannya selaku anggota DPR RI," ucap hakim Hendra Yosfin.

Mencederai umat

Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim Tipikor mempertimbangkan sejumlah hal meringankan dan memberatkan. Salah satu hal yang memberatkan Zulkarnaen dan Dendy, perbuatannya dianggap mencederai perasaan umat Islam karena berkaitan dengan pengadaan Al Quran sehingga dianggap dapat menghambat keimanan.

"Perbuatan terdakwa I dan II juga tidak mendukung program pemerintah yang giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi, telah merenggut hak sosial dan hak ekonomi masyarakat karena anggaran tidak sepenuhnya digunakan, mencederai institusi DPR dan Kemenag," ujar hakim Afiantara.

Sementara hal yang meringankan, kedua terdakwa dianggap sopan selama persidangan, masih memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum sebelumnya. Atas putusan ini, baik Zulkarnaen maupun Dendy akan mengajukan banding. Keduanya menyatakan tidak dapat menerima putusan majelis hakim tersebut.

"Secara tegas saya katakan tidak menerima, tidak sependapat, dan saya nyatakan banding," kata Zulkarnaen. Sementara tim jaksa penuntut umum KPK menyatakan akan pikir-pikir apakah banding atau tidak.

Editor : Hindra

PDI-P Yakin Jokowi Tak Akan Pindah ke Lain Hati

Posted: 30 May 2013 01:44 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPP PDI Perjuangan (PDI-P) Maruarar Sirait mengaku tidak pernah khawatir kadernya, Joko Widodo, akan pindah ke partai lain. Hal itu diungkapkan Maruarar menanggapi isu kemungkinan Jokowi ikut konvensi calon presiden di Partai Demokrat.

"Jokowi kader PDI Perjuangan yang ideologis dan loyal. Dia tahu apa yang akan dia lakukan," kata politisi PDI Perjuangan yang akrab disapa Ara tersebut kepada Kompas.com, Kamis (30/5/2013). "Dia kader yang matang dan dia punya karakter loyal, bukan oportunis," tegasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menyatakan bahwa Partai Demokrat akan melaksanakan konvensi untuk menjaring calon presiden dan wakil presiden. Dalam konvensi tersebut, tidak tertutup kemungkinan juga mengundang Gubernur DKI Jakarta itu untuk maju.

"Bisa juga, kenapa enggak? Mungkin saja, kita membuka komunikasi dengan semua," kata Nurhayati, saat ditanya rencana untuk mengundang Joko Widodo dan berkoalisi dengan PDI-P, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (30/5/2013).

Pendaftaran peserta konvensi calon presiden akan dimulai pada Agustus 2013 mendatang. Saat ini, beberapa persiapan tengah dimatangkan. Pada Juni 2013, Partai Demokrat akan memulai tahapan dengan mengatur mekanisme peserta konvensi. Komite konvensi dan panitia seleksi akan dibentuk sebelum Agustus 2013. Saat ini, tim seleksi tengah dibentuk dan akan diumumkan pada Juni 2013.

Baik calon internal maupun eksternal diperkenankan mendaftar sebagai kandidat capres. Partai Demokrat akan menetapkan kriteria tertentu untuk menjaring setidaknya 15 calon. Setelah itu, akan ada tahapan kampanye ke daerah-daerah dan dilanjutkan dengan survei.

Editor : Tri Wahono

ELSAM: Kebebasan Berekspresi Sosial Politik di Papua Buruk

Posted: 30 May 2013 01:36 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Penelitian Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menempatkan Papua sebagai wilayah dengan tingkat kebebasan ekpresi sosial politik terendah. Sejumlah persoalan seperti kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis menjadi parameter rendahnya kebebasan di wilayah itu.

Elsam melakukan survei terhadap lima wilayah di Indonesia terkait kebebasan berekspresi dalam hal sosial politik tersebut. Lima daerah itu adalah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, dan Papua. Dari hasil penelitian, Papua hanya memperoleh nilai indeks kebebasan sosial politik 31,25. Sedangkan empat wilayah lain jauh lebih baik, yaitu DI Yogyakarta dan DKI Jakarta masing-masing 43,75, dan Kalimantan Barat 68,75. Sedangkan wilayah dengan indeks terbaik yaitu Sumatera Barat dengan nilai 75.

Survei ini menggunakan teknik pengumpulan data expert representative. Narasumber yang diambil merupakan para ahli yang tersebar di lima wilayah yang disurvei. Sementara, metodologi penelitian yang digunakan adalah kualitatif.

Peneliti Elsam Wahyudi Djafar mengungkapkan, angka kekerasan terhadap jurnalis di Papua masih tergolong tinggi, terutama terhadap pemberitaan yang dimuat di media. Kondisi itu, menurutnya, diperparah dengan tidak adanya tindakan tegas aparat untuk mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis.

"Singkatnya, minim perlindungan serta jaminan hak atas rasa aman bagi para jurnalis di Papua," kata Wahyudi, saat rilis hasil survei, di Kedai Tjikini, Jakarta, Kamis (30/5/2013).

Kekerasan terhadap jurnalis di Papua, kata Wahyudi, tidak hanya dilakukan oleh aparat keamanan, tetapi juga pemerintah daerah. Ia menambahkan, meski di wilayah tersebut kerap terjadi kekerasan, pemerintah pusat tidak pernah menetapkan Papua sebagai wilayah dengan status darurat. Menurutnya, hal ini dijadikan ajang untuk melakukan tindakan represif oleh aparat keamanan terhadap berbagai bentuk aksi damai.

"Masyarakat di Papua saat mengungkapkan ekspresi damai berdimensi sosial politik, kerap dijerat dengan pasal-pasal makar di KUHP," jelasnya.

Sementara itu, di wilayah lain yang juga disurvei, Wahyudi menjelaskan, persoalan terkait kebebasan jurnalis juga terjadi. Di antaranya sensor dari pimpinan media terhadap pemberitaan buruk pemerintah daerah.

"Terutama jika sudah menyangkut persoalan korupsi," ujarnya.

Editor : Hindra

Zulkarnaen Djabar Divonis 15 Tahun Penjara

Posted: 30 May 2013 01:29 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat, Zulkarnen Djabar, divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan karena dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan laboratorium dan penggandaan Al Quran 2011-2012 di Kementerian Agama. Zulkarnaen dianggap melakukan perbuatan korupsi itu bersama-sama dengan putranya, Dendy Prasetya, yang divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 1 bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa I Zulkarnaen Djabar dan terdakwa II Dendy Prasetya telah terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi bersama-sama yang merupakan gabungan beberapa perbuatan sebagaimana dalam dakwaan primer," kata Ketua Majelis Hakim Afiantara membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (30/5/2013).

Dakwaan primer memuat Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

Putusan yang dijatuhkan majelis hakim untuk Zulkarnaen ini lebih tinggi dibandingkan tuntutan tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebelumnya, jaksa menuntut Zulkarnaen dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider 5 bulan kurungan. Untuk Dendy, majelis hakim menjatuhkan putusan lebih ringan satu tahun dibanding tuntutan jaksa, yakni 9 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan.

Selain hukuman penjara, majelis hakim penjatuhkan pidana tambahan berupa penggantian uang negara. Zulkarnaen dan Dendy diwajibkan mengganti uang negara yang mereka korupsi masing-masing Rp 5,7 miliar. "Dengan ketentuan apabila terdakwa I (Zulkarnaen) dan terdakwa II (Dendy) tidak membayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang tersebut," kata hakim Afiantara.

Namun, jika harta bendanya tidak mencukupi, lanjutnya, Zulkarnaen dan Dendy akan ditambah hukuman penjaranya selama dua tahun. Mendengarkan putusan ini dibacakan, Zulkarnaen tampak terkejut. Politikus Partai Golkar itu terlihat menggenggam tangan putranya, Dendy, yang duduk di sampingnya dalam ruang persidangan.

Intervensi pejabat Kemenag

Menurut majelis hakim, Zulkarnaen bersama-sama dengan Dendy dan Ketua Generasi Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong Fahd El Fouz telah mengintervensi pejabat Kementerian Agama (Kemenag) untuk memenangkan PT Batu Karya Mas sebagai pelaksana proyek pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah tahun anggaran 2011.

Atas jasanya membantu pemenangan PT Batu Karya Mas ini, Zulkarnaen menerima hadiah berupa uang Rp 4,7 miliar. "Terdakwa I (Zulkarnaen) bersama-sama terdakwa II (Dendy) dan Fadh El Fouz telah menerima hadiah berupa uang yang ditransfer senilai Rp 4,7 miliar dari Abdul Kadir Alydrus, rekanan yang mewakili PT Batu Karya Mas yang merupakan commitment fee atas pemenangan PT Batu Karya Mas," kata hakim anggota majelis hakim Hendra Yosfin. Adapun Fahd merupakan terpidana kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) yang menjadi saksi dalam perkara ini.

Selain itu, menurut majelis hakim, Zulkarnaen terbukti bersama-sama Dendy dan Fahd kembali mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2011 di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Modus yang sama juga dilakukan untuk memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2012.

Dari proyek Al Quran 2011 dan 2012 ini, Zulkarnaen mendapatkan imbalan senilai Rp 9,2 miliar. Menurut hakim, Zulkarnaen juga mendapatkan hadiah uang Rp 400 juta karena telah berhasil memperjuangkan dan menyetujui anggaran APBN P 2011 untuk Kemenag. Saat itu Zulkarnaen adalah anggota badan anggaran DPR.

Dengan demikian, menurut hakim, total uang yang diperoleh Zulkarnaen dan Dendy mencapai Rp 14,3 miliar. "Apa yang dilakukan terdakwa I (Zulkarnaen) bertentangan dengan kewajibannya selaku anggota DPR RI," ucap hakim Hendra Yosfin.

Mencederai umat

Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim Tipikor mempertimbangkan sejumlah hal meringankan dan memberatkan. Salah satu hal yang memberatkan Zulkarnaen dan Dendy, perbuatannya dianggap mencederai perasaan umat Islam karena berkaitan dengan pengadaan Al Quran sehingga dianggap dapat menghambat keimanan.

"Perbuatan terdakwa I dan II juga tidak mendukung program pemerintah yang giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi, telah merenggut hak sosial dan hak ekonomi masyarakat karena anggaran tidak sepenuhnya digunakan, mencederai institusi DPR dan Kemenag," ujar hakim Afiantara.

Sementara hal yang meringankan, kedua terdakwa dianggap sopan selama persidangan, masih memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum sebelumnya. Atas putusan ini, baik Zulkarnaen maupun Dendy akan mengajukan banding. Keduanya menyatakan tidak dapat menerima putusan majelis hakim tersebut.

"Secara tegas saya katakan tidak menerima, tidak sependapat, dan saya nyatakan banding," kata Zulkarnaen. Sementara tim jaksa penuntut umum KPK menyatakan akan pikir-pikir apakah banding atau tidak.

Editor : Hindra

Laporan M Nuh Terkait Dugaan Korupsi Wamendikbud

Posted: 30 May 2013 12:58 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi memperjelas isi laporan yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh pada Rabu (29/5/2013) malam.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, M Nuh menyampaikan hasil investigasi Inspektorat Jenderal Kemendikbud mengenai adanya dugaan penyimpangan anggaran di lingkungan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud).

"Bahwa Pak Menteri justru menyampaikan hasil tentang adanya dugaan penyimpangan di lingkungan Wamen. Justru Pak Menteri minta KPK laporkan hasil analisisnya, klarifikasi, karena ini sudah ramai diberitakan," kata Johan di Jakarta, Jumat (30/5/2013).

Namun, Johan tidak menyebut nama Wamendikbud yang dimaksud. Informasi yang beredar, penyimpangan anggaran itu salah satunya melibatkan Wamendikbud Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti. Perusahaan pemenang lelang di Ditjen Kebudayaan disebut-sebut milik Wiendu.

Saat melaporkan temuan ini semalam, kata Johan, Mendikbud diterima Ketua KPK Abraham Samad serta Deputi Pengaduan Masyarakat dan Pengawasan Internal KPK. Johan melanjutkan, KPK akan menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan penelaahan. Mengenai cepat atau lambatnya penelaahan ini akan dilakukan, Johan mengatakan, hal itu tidak bergantung kepada siapa pihak yang melaporkan.

"Cepat lambatnya sebuah laporan di KPK itu bukan ditentukan siapa yang melapor, tapi ditentukan isi laporan itu, apakah laporan itu valid atau tidak, apakah mengandung unsur tindak pidana korupsi atau tidak," ungkap Johan.

Temuan Itjen Kemendikbud

Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud yang dipimpin mantan pimpinan KPK Haryono Umar menemukan berbagai penyimpangan dalam penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012 di Direktorat Jenderal Kebudayaan. APBNP 2012 di Ditjen Kebudayaan mencapai Rp 700 miliar.

Investigasi yang dilakukan sejak tahun 2012 itu menemukan adanya penggelembungan dana dari beberapa mata kegiatan di luar batas kewajaran. Auditor juga menemukan adanya intervensi pejabat pada sejumlah lelang kegiatan di Ditjen Kebudayaan yang melibatkan event organizer (EO).

Wamendikbud dan beberapa pejabat, tambahnya, sudah dimintai keterangan terkait kasus ini.

Maralus, Inspektur III Bidang Pendidikan Tinggi, menambahkan, kejanggalan antara lain ditemukan pada proyek terkait buku, pengadaan benda seni, serta pelaksanaan acara kebudayaan.

Itjen Kemendikbud juga sedang menginvestigasi pelaksanaan World Culture Forum 2013 yang akan diadakan pada November mendatang.

Wamendikbud Wiendu saat dihubungi Kompas beberapa waktu lalu membantah keterlibatannya dalam lelang kegiatan di Kemendikbud tersebut.

"Saya pribadi tidak punya EO. Jika yang dimaksud adalah Stuppa, itu bukan EO. Stuppa adalah yayasan yang dibentuk oleh beberapa dosen UGM. Areanya di bidang pariwisata, kegiatannya selama ini menyusun masterplan, pelatihan, dan kajian pariwisata," kata Wiendu. Ia menambahkan, semua kegiatan yang bersumber pada APBN ada peraturannya dan pengawasannya.

Editor : Tri Wahono

Polri Lakukan Mutasi Besar-Besaran

Posted: 30 May 2013 12:42 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan mutasi besar-besaran terhadap para perwira menengah dan perwira tinggi yang menjabat di seluruh wilayah Indonesia.

Berdasarkan tiga surat telegram Kapolri yang diterima wartawan, Kamis (30/5/2013), ada 623 anggota Polri yang dimutasi.

"Mutasi yang dilaksanakan saat ini sebagai upaya penyegaran dan merupakan rangkaian dari sistem pembinaan karir para perwira Polri," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar saat dihubungi.

Mutasi jabatan terjadi di lingkup Polres, Polda, Polda Metro Jaya, hingga pejabat tinggi di lingkungan Mabes Polri beserta jajarannya.

Kepala Divisi Humas Inspektur Jenderal Suhardi Alius menambahkan, alasan mutasi terhadap ratusan anggota Polri mengingat mereka sudah lama menempati jabatan tersebut. Selain itu, beberapa pejabat lainnya telah memasuki masa pensiun.

"Sudah banyak pejabat yang mutasi itu sudah terlalu lama di jabatannya," ujarnya.

Adapun beberapa jabatan baru tersebut di antaranya Komisaris Besar Wahyu Widada diangkat sebagai Direskrimum Polda Banten. Posisi Wahyu sebagai Kapolres Metro Tangerang Kota kini dijabat oleh Kombes Riad yang sebelumnya menjabat Kabidbanops Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.

Kemudian Kombes Wiyagus yang sebelumnya Kasubit II Dittipikor Bareskrim Polri kini menjabat Wadirtipikor Bareskrim Polri. Wiyagus menggantikan posisi Kombes Syafril Nursal yang diangkat sebagai Irwasda Polda Aceh.

Editor : Tri Wahono

KPK Gagal Jemput Paksa Darin Mumtazah

Posted: 30 May 2013 12:34 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Tim penyidik KPK gagal menjemput paksa Darin Mumtazah untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap impor daging sapi yang melibatkan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq.

Darin tidak ditemukan di kediamannya di kawasan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Kamis (30/5/2013).

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, Darin yang diduga istri siri tersangka Luthfi Hasan Ishaaq itu tidak dapat lagi diperiksa di tahap penyidikan KPK karena berkas perkara Luthfi sudah dilimpahkan ke tahap penuntutan per hari ini.

Oleh karena itu, Darin akan diperiksa dalam persidangan nantinya.

"Karena berkas sudah naik, Darin tidak jadi diperiksa di penyidikan, tapi nanti Darin akan dihadirkan di pengadilan sebagai saksi untuk memberikan keterangan," kata Johan di Jakarta.

Johan menuturkan, penyidik KPK tadi pagi mendatangi kediaman Darin dengan membawa surat panggilan sekaligus penjemputan. Namun, Darin tidak ditemukan di rumahnya. Tim penyidik pun, lanjut Johan, menemui ketua rukun tetangga (RT) setempat untuk diminta menjadi saksi bahwa penyidik sudah tiga kali memanggil Darin lengkap dengan surat panggilannya.

"Penyidik menemui ketua RT untuk menyaksikan penyidik memanggil Darin dengan surat panggilan sebagai saksi tersangka LHI (Luthfi Hasan Ishaaq)," ujar Johan.

KPK memeriksa Darin sebagai saksi karena dianggap tahu seputar aset-aset Luthfi. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, KPK akan mencari tahu peran Darin dengan memeriksa gadis itu. Bambang mengaku belum memperoleh informasi apakah Darin menerima aliran dana Luthfi atau namanya digunakan untuk pengalihan aset Luthfi.

KPK menjerat Luthfi dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) setelah menetapkan dia sebagai tersangka kasus dugaan korupsi kuota impor daging sapi. Terkait penyidikan kasus TPPU, KPK memeriksa orang dekat Luthfi, mulai dari istrinya, Sutiana Astika, dan Lusi Tiarani Agustine, hingga tangan kanannya, Ahmad Zaky.

KPK juga dua kali memanggil Darin, tetapi ia tidak hadir. Berdasarkan catatan Kompas.com, Darin pertama kali dipanggil KPK pada 12 April 2013. Saat itu, Darin dipanggil sebagai saksi bersamaan dengan dua istri Luthfi, yaitu Sutiana Astika dan Lusi Tiarani Agustine.

Karena tidak hadir, KPK pun menjadwalkan kembali pemanggilan Darin pada 17 Mei 2013. Namun, pelajar di salah satu sekolah menengah kejuruan itu kembali tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK.

Editor : Tri Wahono

No comments:

Post a Comment