KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Belum Ada Regulasi Tenaga Strategis Dokter

Posted: 20 May 2013 04:37 PM PDT

Kesehatan

Belum Ada Regulasi Tenaga Strategis Dokter

Penulis : Fabio Lopes | Senin, 20 Mei 2013 | 23:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Hingga saat ini profesi dokter belum ditunjang regulasi oleh pemerintahan pusat untuk menjadi tenaga strategis. Akibatnya, tidak ada pengaturan terkait distribusi tenaga dokter dan kejelasan peningkatan jenjang karier mereka.

"Jangan dibilang dokter tidak mau ke daerah terpencil karena masalah pendapatan. Persoalannya, harus ada regulasi yang mengatur soal itu sehingga, ketika bertugas di sana, nasib mereka menjadi jelas," kata Ketua Konsil Kedokteran Indonesia Menaldi Rasmin di sela kegiatan dialog yang diselenggarakan  Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bertema "Refleksi Semangat Kebangkitan Nasional DR Soetomo: Kemerataan dan Keadilan Kesehatan", Senin (21/5/2013) di Jakarta.

Menurut Menaldi, terjadinya penumpukan tenaga dokter di kota-kota besar karena lebih memiliki sarana dan prasarana yang lengkap untuk menunjang kariernya. "Ilmu kedokteran terus mengalami perkembangan yang pesat sehingga para dokter terus ingin meningkatkan kompetensinya. Bila di daerah terpencil, apakah pemerintah menjamin kelangsungan karier mereka?" tutur Menaldi.

Ketua IDI Zaenal Abidin berpendapat, tenaga dokter perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah karena peranan mereka sulit tergantikan. "Apabila diperhatikan, maka mereka akan memberi pelayanan yang sungguh-sungguh kepada masyarakat. Selama ini, mereka masih menambah penghasilan di luar pekerjaan utamanya," kata Zaenal.

Wakil Menteri Kesehatan Indonesia Ali Ghufron Mukti mengatakan, upaya menghadirkan regulasi bagi pemerintah pusat untuk mendistribusikan tenaga dokter adalah ide yang bagus sehingga pemerataan tenaga dokter lebih mudah diatasi. Namun, terdapat perbedaan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah terkait rekrutmen tenaga dokter di masing-masing daerah.

"Semenjak hadirnya otonomi daerah, kewenangan di bidang kesehatan sudah didesentralisasikan. Akibatnya, daerah-daerah tertinggal tidak mampu untuk merekrut tenaga dokter," jelas Ghufron.

Gerindra Batal Serahkan Berkas Bacaleg ke KPU

Posted: 20 May 2013 04:17 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Gerindra batal menyerahkan berkas bakal calon anggota legislatif ke Komisi Pemilihan Umum pada hari ini. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Abdul Harris Bobihoe mengatakan, pembatalan itu dikarenakan Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi dan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani sedang berada di luar kota.

"Ya, menunggu Ketua Umum dan Sekjen, (mereka) masih di luar kota. Besok kita serahkannya," kata Harris melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Senin (20/5/2013). Haris enggan menyebutkan siapa saja yang akan menyerahkan berkas bakal caleg itu besok.

Hari ini Partai Gerindra berencana menyerahkan berkas bakal caleg ke kantor KPU pada pukul 14.00 WIB. Namun, hingga waktu tersebut, tidak ada perwakilan Gerindra yang datang ke kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat.

KPU mengumumkan hasil verifikasi tahap satu berkas bakal caleg, Selasa (7/5/2013) lalu. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada satu pun partai yang mengembalikan berkas yang telah diperbaiki ke KPU. Batas akhir pengembalian berkas bakal caleg yang telah diperbaiki tinggal dua hari lagi. "Belum ada yang mengembalikan. Tapi infonya, katanya hari ini ada yang mau menyerahkan," kata Komisioner KPU Arief Budiman saat dihubungi, Kamis (20/5/2013).

KPU memberikan waktu selama 14 hari kepada partai politik untuk memperbaiki berkas bakal caleg yang akan diusungnya. Waktu yang diberikan oleh KPU terhitung sejak 9 Mei 2013 dan akan berakhir pada Rabu (22/5/2013). Meski demikian, hingga menjelang H-3 batas akhir penyerahan berkas bakal caleg, belum ada satu pun partai politik yang menyerahkannya.

Setelah pengembalian berkas bakal caleg yang telah diperbaiki, KPU akan kembali melakukan verifikasi berkas tahap kedua selama kurun waktu tujuh hari. Setelah itu KPU akan menerbitkan daftar calon sementara (DCS) kepada masyarakat, sebelum akhirnya KPU akan mengubah status DCS tersebut menjadi daftar calon tetap (DCT).

Perubahan status DCS ke DCT memakan waktu selama dua bulan. Selama kurun waktu tersebut, KPU menerima masukan dari masyarakat terkait nama bakal caleg yang diajukan oleh partai politik.

Setidaknya terdapat 6.577 berkas bakal caleg yang diajukan oleh 12 partai politik peserta Pemilu 2014. Dari hasil verifikasi tahap pertama, KPU menyatakan setidaknya 4.701 berkas bakal caleg tidak memenuhi syarat (TMS) dan hanya 1.327 orang yang persyaratannya dinyatakan memenuhi syarat. Sisanya, sebanyak 549 nama bakal caleg belum menyerahkan berkas.

Ikuti berita jelang Pemilu 2014 dalam topik:
Geliat Politik Jelang 2014
Kabar dari KPU
Verifikasi DCS Pemilu 2014

Kasus Century, KPK Akan Periksa Pejabat BI di Australia

Posted: 20 May 2013 04:11 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi akan kembali memeriksa saksi kasus dugaan korupsi bail out Bank Century di luar negeri. Setelah memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Amerika Serikat, KPK akan memeriksa seorang pejabat Bank Indonesia di Australia.

"Ada yang di Australia, pejabat Bank Indonesia yang lagi ikut pendidikan diklat di sana," kata Ketua KPK Abraham Samad di Jakarta, Senin (20/5/2013).

Namun, Abraham tidak menyebut nama pejabat BI yang dimaksudnya itu. Dia juga mengatakan, hasil pemeriksaan Sri Mulyani di AS beberapa waktu lalu cukup memuaskan. KPK belum berencana memeriksa Sri lagi.

"Kan sudah cukup, keterangannya cukup menjanjikan," kata Abraham.

KPK memeriksa Sri Mulyani di Kedutaan Besar RI di Washington DC, Amerika Serikat, beberapa waktu lalu. Selain memeriksa Sri, penyidik KPK meminta keterangan mantan Direktur Direktorat Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Wimboh Santoso.

Selain Sri dan Wimboh, masih ada saksi-saksi lain yang akan diperiksa KPK dalam melengkapi berkas perkara skandal Bank Century dengan tersangka Budi Mulya.

Soal kemungkinan KPK memeriksa Wakil Presiden Boediono sebagai saksi kasus ini, Abraham belum dapat memastikan. "Begini, kita selesaikan dulu yang ada-lah, dari situ nanti baru dilihat," ucapnya.

Boediono pernah dimintai keterangan terkait penyelidikan bail out Century beberapa waktu lalu dalam kapasitas sebagai Gubernur Bank Indonesia ketika kebijakan bail out Bank Century dibuat.

Sri Mulyani

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, KPK memeriksa Sri Mulyani untuk mendalami perannya sebagai Menteri Keuangan yang saat itu memiliki otoritas pengucuran dana talangan untuk Bank Century.

"Pasti perannya Sri Mulyani (didalami). Sri Mulyani kan menteri, punya otoritas. Otoritas itu dalam konteks bail out seperti apa," kata dia.

KPK memeriksa para saksi karena dianggap tahu seputar bail out Bank Century. Sebagai Menteri Keuangan saat itu, Sri Mulyani juga adalah Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Ketika masih menjadi Menteri Keuangan, Mulyani mengaku kepada Jusuf Kalla (JK) selaku Wakil Presiden saat itu bahwa kegagalan Bank Century bukan disebabkan krisis. Mulyani juga mengaku telah tertipu laporan soal status gagal sistemiknya Bank Century.

Pada 2012, Timwas Century juga sempat meminta Sri Mulyani turut dipanggil ke parlemen. Hal ini menyusul pernyataan Mulyani bahwa dia telah melapor kepada JK soal bail out pada 21 November 2008 atau tak sampai 24 jam pengucuran dana itu. JK membantah pernyataan Mulyani. Menurut JK, dia baru menerima informasi dana talangan pada 25 November 2008.

Dalam kasus Bank Century, KPK menyatakan mantan Deputi Pengawasan Bank Indonesia Siti Chalimah Fadjriyah dan Budi Mulya sebagai pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Namun, hingga kini, surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Siti Chalimah Fadjriyah belum diterbitkan dengan mempertimbangkan kesehatan Siti.

Ditanya Duet Capres-Cawapres, Ini Tanggapan Gita Wirjawan dan Jokowi

Posted: 20 May 2013 03:55 PM PDT

Ditanya Duet Capres-Cawapres, Ini Tanggapan Gita Wirjawan dan Jokowi

Penulis : Fabian Januarius Kuwado | Senin, 20 Mei 2013 | 22:55 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tiba-tiba berduet membawakan acara berita di Studio SCTV, Senin (20/5/2013) malam. Awak media pun berandai-andai, apa jadinya jika kedua tokoh itu berpasangan menjadi calon presiden dan wakil presiden pada Pemilihan Umum 2014.

Ditemui seusai membawakan berita, Jokowi menyatakan dengan tegas menampik wacana itu. "Enggak tahu, enggak tahu, enggak tahu," ujarnya tanpa ekspresi.

Pada kesempatan yang sama, Gita sedikit santai menanggapi wacana tersebut. "Oh ya? Alhamdulillah. Tapi enggaklah, kita masih banyak kerjaan lain. Sekarang fokus nurunin harga daging sapi dulu. Sekarang fokus kita di Kemendag," kata Gita.

Bagi kedua tokoh itu, penampilan sebagai pembaca berita secara langsung dari studio tersebut baru pertama kali dilakukan. Keduanya tidak canggung membacakan teks berita dari layar teleprompter tentang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengumumkan Menteri Keuangan RI dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang baru. Setelah keduanya membacakan berita, awak media yang menonton mereka di studio bertepuk tangan meriah.

PPATK: Lebih dari 40 Wanita Terima Dana Fathanah

Posted: 20 May 2013 03:20 PM PDT

PPATK: Lebih dari 40 Wanita Terima Dana Fathanah

Penulis : Icha Rastika | Senin, 20 Mei 2013 | 22:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan data terbaru mengenai aliran dana tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi, Ahmad Fathanah. Kepala PPATK M Yusuf mengungkapkan, PPATK menemukan aliran dana Fathanah ke lebih dari 40-an perempuan.

"Yang kita temukan ada 40-an lebih, ya," kata M Yusuf di Jakarta, Senin (20/5/2013).

Namun, Yusuf tidak membeberkan nama-nama wanita yang diduga menerima aliran dana dari Fathanah tersebut. Ia juga tidak mengatakan kurun waktu aliran dana tersebut. Dia mengatakan, semua temuan PPATK sudah dikirimkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Semua sudah saya kirim ke KPK," ujar Yusuf.

Saat ditanya dugaan aliran dana Fathanah ke Partai Keadilan Sejahtera, Yusuf mengatakan bahwa yang ditemukan PPATK adalah aliran dana ke individu, bukan ke suatu korporasi. Namun, ia mengatakan, tidak tertutup kemungkinan individu-individu tersebut kemudian mengalirkannya lagi ke partai. "Bisa saja ke partai, dari individu ke partai," kata Yusuf.

Sebelumnya, PPATK mengumumkan adanya aliran dana Fathanah ke 20 perempuan dalam kurun waktu 10 tahun. PPATK juga menemukan aliran dana Fathanah yang mengalir ke mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq.

Terkait aliran dana ini, KPK mengaku telah mendapatkan datanya dari PPATK. Juru Bicara KPK Johan Budi sebelumnya mengungkapkan, KPK tidak hanya menerima data dari PPATK seputar aliran dana Fathanah, tetapi juga data Luthfi. Data dari PPATK ini, menurut Johan, berguna bagi KPK dalam mengembangkan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi yang menjerat Farhanah dan Luthfi.

Terkait penyidikan perkara Fathanah, KPK telah menyita sejumlah uang dan barang yang dikembalikan perempuan-perempuan teman Fathanah. Mereka yang mengembalikan uang dan barang itu adalah model Vitalia Shesya, penyanyi dangdut Tri Kurnia Rahayu, dan Ayu Azhari.

Diperiksa 10 Jam, Dada Rosada Pelit Komentar

Posted: 20 May 2013 03:16 PM PDT

Diperiksa 10 Jam, Dada Rosada Pelit Komentar

Penulis : Icha Rastika | Senin, 20 Mei 2013 | 22:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Wali Kota Bandung Dada Rosada diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi selama kurang lebih sepuluh jam sebagai saksi dalam kasus dugaan penyuapan penanganan perkara korupsi bantuan sosial, Senin (20/5/2013). Seusai diperiksa, Dada tidak banyak berkomentar kepada wartawan.

Orang nomor satu di Kota Bandung itu hanya menjawab pertanyaan wartawan dengan singkat-singkat. "Sesuai dengan surat panggilan," ujar Dada di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin, saat ditanya materi pemeriksaannya hari ini.

Menurut Dada, pemeriksaannya cukup lama karena selama berada di dalam Gedung KPK, dia tidak hanya meladeni pertanyaan penyidik. "Ya kan shalat dulu, makan dulu, segala macam," ungkap Dada.

Saat ditanya soal dugaan dana suap untuk Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung Setyabudi Tejocahyono berasal dari patungan kepala dinas dan pejabat Pemkot Bandung, Dada menjawab, "Nanti, belum, tenang, tenang."

Selebihnya dia masuk ke mobil kemudian meninggalkan Gedung KPK. Hari ini, KPK memeriksa Dada sebagai saksi untuk empat tersangka kasus dugaan penyuapan ke hakim Setyabudi.

Dia diperiksa karena dianggap tahu seputar kasus dugaan suap hakim yang menangani perkara korupsi bantuan sosial Pemerintah Kota Bandung tersebut. Kasus ini melibatkan orang dekat Dada, yakni Toto Hutagalung, pria bernama Asep yang merupakan suruhan Toto, dan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PKAD) Kota Bandung Hery Nurhayat. Diduga, uang yang digunakan untuk menyuap hakim Setyabudi berasal dari patungan sejumlah kepala dinas.

Bangsa Indonesia Krisis Budi Pekerti

Posted: 20 May 2013 03:09 PM PDT

Bangsa Indonesia Krisis Budi Pekerti

Senin, 20 Mei 2013 | 22:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Bangsa Indonesia dewasa ini dipandang mengalami krisis budi pekerti, krisis akan pikiran yang baik dan jernih dari tiap-tiap komponen bangsa Indonesia untuk melihat keindonesiaan sebagai sesuatu yang utuh dalam bingkai kebhinekaan. Hal ini ditunjukkan dengan beragam konflik yang terjadi baik di tingkat elit maupun akar rumput serta perilaku koruptif yang meluas.

Demikian refleksi Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) pada Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei. Refleksi itu disampaikan dalam pernyataan pers yang diterima Kompas.com, Senin (20/5/2013).

"Adalah penting  bagi generasi muda untuk terus mengingat ketiga sindrom alzheimer bangsa ini yaitu menjadi pelupa, munafik dan amok, agar situasi yang sama tidak terjadi pada mereka ketika saat memimpin, " tulis siaran pers yang ditandatangani Ketua Presidium ISKA Muliawan Margadana dan Sekretaris Jenderal Prasetyo Nurhadjanto.

Di tingkat elit, demikian ISKA, krisis budi pekerti mengemuka dalam  konflik yang terjadi di antara lembaga negara seperti kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan, DPR, dan pemerintah. Sementara, di tingkat akar rumput,  krisis budi pekerti terlihat dalam konflik antar kelompok masyarakat dengan latar belakang suku, agama, dan perebutan akses sumber daya lahan antara

"Terjadinya konflik cenderung disebabkan oleh absennya keteladanan dari para penyelenggara dan tokoh nasional dalam hidup berbangsa dan bernegara.  Rakyat selalu mendapatkan tontonan konflik sebagai berita utama acara televisi ataupun laporan media yang menonjolkan kekuatan kelompok, merendahkan martabat orang yang kalah, menjadikan orang lain sebagai musuh bagi yang tidak sesuai dengan pandangannya, serta rendahnya moralitas dan etika," tulis ISKA.

Krisis budi pekerti semakin menganga dalam sejumlah kasus korupsi yang berhasil dibongkar KPK. Kasus korupsi yang melibatkan para penyelenggara negara, politisi, pengusaha bahkan tokoh masyarakat dan tokoh agama semakin memperparah keterpurukan Indonesia sebagai negara bangsa merdeka.

"Pada momentum bersejarah ini, kami mengajak segenap komponen bangsa untuk mengenakan budi pekerti dalam memaknai kembali Kebangkitan Nasional 1908," demikian ISKA.

Jaksa Dianiaya, tetapi Tak Boleh Surut Eksekusi Bupati Aru

Posted: 20 May 2013 02:40 PM PDT

Jaksa Dianiaya, tetapi Tak Boleh Surut Eksekusi Bupati Aru

Penulis : Sandro Gatra | Senin, 20 Mei 2013 | 21:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, para penganiaya dua jaksa yang mengeksekusi Bupati Aru Theddy Tengko harus ditangkap. Meski terjadi penganiayaan, kejaksaan juga tidak boleh surut untuk mengeksekusi terpidana kasus korupsi tersebut.

"Yang aniaya ditangkap. Enggak boleh ada penganiayaan oleh siapa saja," kata Djoko di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (20/5/2013).

Sebelumnya, Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Dobo, Maluku, Muhammaf Kasad, dan seorang jaksa bernama Hiras Silaban dianiaya sejumlah orang yang diduga pendukung Bupati Aru. Penganiayaan terjadi Rabu pekan lalu ketika keduanya berada di Kantor Pemerintahan Kabupaten Aru untuk memantau Tengko.

Djoko mengatakan, evakuasi belum bisa dilakukan karena jaksa mencari momentum yang tepat untuk eksekusi. Ia memastikan Tengko akan dieksekusi.

"Jaksa pasti lihat perkembangan, situasi di lapangan. Nanti pasti akan dieksekusi pada waktunya. Sama seperti (eksekusi) Pak Susno Duadji. Kan kayaknya juga sulit. Perlu lihat situasi," kata Djoko.

Tengko merupakan terpidana korupsi APBD Aru tahun 2006-2007. Ia divonis bersalah oleh Mahkamah Agung pada 10 April 2012 dengan hukuman empat tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan harus mengganti kerugian negara Rp 5,3 miliar. Meski vonis sudah berkekuatan hukum tetap, Tengko belum juga dieksekusi.

No comments:

Post a Comment