KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Priyo: Tak Masuk Akal kalau Saya Cuma Dapat 1 Persen

Posted: 01 Jun 2013 03:23 PM PDT

  • Penulis :
  • Edna C Pattisina
  • Sabtu, 1 Juni 2013 | 22:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.COM - Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan, ia ingin mengklarifikasi berbagai berita yang beredar tentang fee yang ia terima dalam proyek pengadaan Al Quraan dan laboratorium komputer.  "Pertama, hakim mengutip Fahd yang ingin memperbesar fee. Lumayan kan satu persen, " kata Priyo saat dihubungi Sabtu (1/6) malam.

Ia mengatakan, dalam hal itu berarti namanya dicatut Fahd El Fouz atau Fahd Al Rafiq. Fahd adalah saksi dalam kasus pengadan Al Quran yang mempidana Zulkarnaen Djabbar.  Dalam sidang 21 Maret lalu, Fahd menyatakan, ia hanya mencatut nama Priyo sebagai salah satu penerima pembagian fee.

Namun, dalam sidang putusan kasus Zulkarnaen Djabbar, hakim Alexander Marwata membacakan daftar yang pernah dibuat Fahd. "Pengadaan laboratorium komputer tahun 2011 pembagian fee Senayan/Zulkarnaen (6 persen), Vascoruseimy/Syamsurahman (2 persen), kantor (0,5 persen), PBS atau Priyo Budi Santoso (1 persen), saksi/Fahd El Fouz (3,5 persen), terdakwa II Dendy Prasetia (2,25 persen)," kata hakim Alexander Marwata dalam sidang, Kamis (30/6).

"Kedua, saya ini Wakil Ketua DPR. Kalau yang lain saja terima sampai 6 persen, masak saya cuma dapat 1 persen," tantang Priyo.

Ia juga mengatakan, hal tidak masuk akal yang ketiga adalah pengadaan itu semua terjadi di Kementerian Agama. Padahal, di DPR Priyo membawahi bidang politik dan keamanan. "Saya sama sekali tidak ada hubungannya dengan Kementerian Agama," kata Priyo.

Editor : Egidius Patnistik

Priyo: Saya Tidak Khusus Bicara dengan Fahd

Posted: 01 Jun 2013 02:23 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.COM - Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menjelaskan, ia datang ke LP Sukamiskin di Bandung, Jawa Barat, untuk sidak dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua DPR RI. "Soal keadaan lapas itu bidang saya, karena saya kan menangani Polkam," katanya.  

Ia menceritakan, para terpidana yang ia temui sangat senang ia kunjungi. Mereka menceritakan kondisi fisik LP yang butuh beberapa perbaikan. Salah seorang terpidana yang ditemui Priyo adalah Eddie Widiono, mantan Dirut PLN. "Begitu bertemu, dia langsung peluk saya. Istri kami memang berteman," cerita Priyo tentang kedatangannya ke LP itu, Sabtu (1/6). 

Ia mengatakan, obrolan berlangsung tidak lama. M Nazaruddin, mantan bendahara Partai Demokrat, juga sempat bergabung dengan delapan terpidana lain, walau hanya pada saat-saat terakhir.

Dengan Fahd,  Priyo mengatakan tidak ada pembicaraan khusus.  Selain terpidana kasus dana penyesuaiaan infrastruktur daerah (DPIP), Fahd adalah saksi kasus pengadaan Al Quran. Fadh menuliskan catatan fee untuk sejumlah politisi, salah satunya untuk Priyo Budi Santoso. Fahd dalam kesaksiannya mengaku kalau ia mencatut nama Priyo Budi Santoso demi  tambahan fee.

Editor : Egidius Patnistik

Izin Priyo ke LP Sukamiskin Menengok Fadh

Posted: 01 Jun 2013 09:46 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Kedatangan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung, Sabtu (1/6/2013) siang ternyata untuk menengok terpidana kasus suap dana penyesuaian infrastruktur daerah, Fadh Arafiq alias Fadh El Fouz.

Kepala LP Sukamiskin Giri Purbadi yang dihubungi Kompas mengakui, Priyo dalam izin kunjungannya menyebut hendak menengok Fadh. "Izin kunjungannya memang menengok Fadh. Tapi bertemu juga dengan (napi) yang lain. Tadi ketemu sebentar dengan Fadh," katanya.

Kunjungan Priyo ke LP Sukamiskin sama sekali bukan inspeksi mendadak. Kompas menerima beberapa foto kunjungan Priyo ke LP Sukamiskin siang tadi.

Dalam foto tampak Priyo tengah bercengkerama dengan sejumlah napi kasus korupsi seperti mantan Gubernur Sumut Syamsul Arifin, dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Nama Priyo sempat muncul sebagai salah satu penerima fee kasus dugaan korupsi pengadaan Al Quran, dalam catatan Fadh. Fadh memang menjadi salah satu saksi dalam kasus korupsi pengadan Al Quran dengan terdakwa politikus Partai Golkar Zulkarnaen Djabar dan anaknya Dendy Prasetya.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Zulkarnaen 15 tahun penjara sementara Dendy, 8 tahun. Keduanya juga diharuskan membayar uang pengganti masing-masing 5,7 miliar. Dalam amar putusan majelis hakim, nama Priyo juga disebutkan ikut menerima fee sebesar 1 persen.

Selain menjabat sebagai Ketua DPP Partai Golkar, Priyo adalah Ketua Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), organisasi underbow partai tersebut. Sementara Zulkarnaen menjabat sebagai Wakil Ketua MKGR. Sedangkan Fadh pernah menjabat sebagai Ketua Generasi Muda MKGR.

Editor : Erlangga Djumena

PAN: Tito Refra Bukan Lagi Caleg PAN

Posted: 01 Jun 2013 08:16 AM PDT

Warga mengucapkan belasungkawa kepada Paulinus Refra (tengah), ayah kandung Fransiskus Refra alias Tito Refra Kei, di Perumahan Titian Raya Indah, Kalibaru, Medan Satria, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (1/6/2013). Dalam peristiwa tersebut Tito Kei dan pemilik warung bernama Ratim tewas. | KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES

JAKARTA, KOMPAS.com — Almarhum Tito Refra Kei bukan lagi bakal calon anggota legislatif Dewan Perwakilan rakyat dari Partai Amanat Nasional. Saat pendaftaran terakhir ke Komisi Pemilihan Umum beberapa waktu lalu, PAN mengganti Tito dengan kader PAN lain.

Ketua DPP PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan, awalnya Tito masuk dalam daftar calon sementara dari daerah pemilihan Papua Barat. Namun, hasil verifikasi pertama KPU, berkas Tito dikembalikan ke PAN lantaran adanya kekurangan berkas administrasi.

"Di saat terakhir perbaikan berkas caleg, almarhum belum mengirim berkas perbaikan, sehingga oleh KPU nama almarhum harus diganti caleg lain. Sudah kita ganti, tapi namanya saya lupa," kata Viva melalui pesan singkat, Sabtu (1/6/2013).

Viva meyakini penembakan Tito bukan karena persoalan persaingan caleg. Pasalnya, kata dia, sesama caleg di dapil Papua Barat sudah bersepakat untuk saling membantu agar PAN memperoleh satu kursi di DPR. PAN selama ini belum pernah mendapat kursi di dapil Papua Barat.

"Tidak ada budaya premanisme di PAN. PAN lebih mengedepankan budaya dialog konstruktif berdasarkan pedoman dan aturan partai," kata Wakil Ketua Fraksi PAN di DPR itu.

Viva menambahkan, pihaknya menuntut kepolisian mengusut tuntas pembunuhan misterius yang keji tersebut. Hukum harus ditegakkan dan aksi kekerasan yang melanggar hukum dan HAM harus dihilangkan.

"PAN ikut belasungkawa sedalam-dalamnya atas wafatnya Tito Refra. Sebagai warga negara yang sama dengan warga lain harus mendapat jaminan keamanan dan kenyaman dalam hidup. Negara harus bertanggung jawab atas bentuk premanisme yang seenaknya mengambil nyawa warga," pungkas Viva.

Seperti diberitakan, Tito Refra Kei tewas setelah ditembak di sebuah warung di Titian Indah, Bekasi, Jumat (31/5/2013) sekitar pukul 20.00 WIB. Sejauh ini polisi belum mengetahui motif penembakan dari pelaku yang disebut mengenakan helm dan jaket saat beraksi. Tito dan Ratim, si pemilik warung, tewas dalam peristiwa itu.

Tito adalah anak terakhir dari enam anak Paulinus. Tito adalah adik John Kennedy Kei Refra yang saat ini mendekam di penjara. John divonis 12 tahun penjara atas kasus pembunuhan bos PT Sanex Steel, Tan Harry Tantono alias Ayung.

Editor : Kistyarini

Supaya Tak Menjadi Bangsa Abal-abal

Posted: 01 Jun 2013 07:35 AM PDT

  • Sabtu, 1 Juni 2013 | 14:35 WIB

Saya sebetulnya iseng saja saat meminta seorang kawan di kantor bernama Julia untuk melafalkan Pancasila. Keisengan yang muncul begitu saja lantaran anak saya yang masih SMP minta kepada saya untuk bercerita tentang sejarah lahirnya Pancasila yang jatuh tiap tanggal 1 Juni.

Julia terbata-bata saat melafalkan sila-sila di dalam teks Pancasila. Sudah 15 tahun semenjak lulus kuliah, Julia memang tidak lagi menghafal Pancasila sebagaimana dia lakukan setiap upacara bendera di sekolah lanjutan dulu.

Begitulah, Julia dengan pelan mengeja kembali sila-sila di dalam "dasar negara" bangsa ini. Tapi apa daya, lantaran tak pernah bertemu kembali dengan kalimat-kalimat sakti di dalam Pancasila, Julia pun gelagapan. Mungkin juga karena selama ini dia tak benar-benar faham mengenai Pancasila meski sejak kanak-kanak hingga kelas tiga SMA dia fasih melafalkannya.

Kini, saat Pancasila tak pernah dilafalkan, hapalan mengenai Pancasila itu pun menguap begitu saja. Yang tersisa adalah penggalan-penggalan kalimat yang pernah akrab di dalam kehidupannya namun sekaligus tak pernah benar-benar dipahami maknanya.

Bukan Julia seorang saya kira yang "hilang ingatan" mengenai Pancasila. Berjuta-juta anak muda dan bahkan orang tua, mungkin juga telah abai terhadap Pancasila. Bagi sebagian orang, Pancasila mungkin tak lebih dari kenangan masa lalu yang cuma berada di lembar-lembar buku sejarah. Sebagian lainnya menempatkannya sebagai kenangan kala ditatar P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).

Berikut ini adalah kata beberapa kawan saya mengenai Pancasila. "Waktu mau masuk kampus ada penataran Pancasila beberapa hari. Kenangannya ya saat akhir acara kita semua nangis karena ternyata kita cinta negeri ini," kata Rini Intama.

Lain dengan Rini yang heroik dan romantis, Mas Prasetyo malah melucu saat ditanya mengenai Pancasila. Begini katanya, "Tono di sekolah ditanya sama gurunya: 'Ton apa hubungan Pancasila dengan UUD 45?' Jawab Tono 'Baik-baik saja, Bu... Kayaknya ipar-iparan....'"

Sementara Dedy Tri Riyadi mengenang, "Dulu, saya sering ikut lomba cerdas cermat P4 tingkat SMP - SMA. Materinya adalah bulir-bulir penghayatan Pancasila dan TAP-TAP MPR."

Hanny Sukmawati punya pengalaman lain lagi. "Saat kuliah kita ikut ujian negara mata kuliah Pancasila. Karena kampus kita belum disamakan, masih diakui, maka jadilah kita ikut ujian negara Pancasila di Universitas Indonesia. Nah salah seorang temenku pernah ikut ujian mata kuliah tersebut sampai empat kali dan nggak lulus-lulus juga. Kebayang kan ..Padahal yang namanya pelajaran Pancasila dari SD udah "didoktrinkan" atau ikut yang namanya penataran P4 juga kan... tapi kok nggak lulus... lulus... Padahal pertanyaannya juga itu itu saja, tentang butir-butir Pancasila yang jumlahnya banyak... Sampai akhirnya kita godain aja kalau kamu yang kelima kali ga lulus juga akan dipanggil ke komdak.hehe..."

"Aku dulu hapal sampai ngelothok butir-butir pelaksanaan Pancasila karena jadi wakil cerdas cermat P4 seprovinsi, acaranya mewah di surabaya, dapat uang saku banyak, uangnya kubelikan buku banyak.... Tapi sekarang aku bisa lupa sama sekali butir P4 ada berapa... Hahahaha..." ungkap Johana Ernawati yang seorang wartawati.

Senada dengan Mas Prasetyo, Aries Tanjung juga punya cerita lucu tentang Pancasila.
Guru: A, Pancasila ada berapa?!..
Murid A: Tujuh bu!...
Guru marah.
Murid B: Pssst bego,...Pancasila itu ada lima!...
A: "Huuh,...aku jawab tujuh aja dimarahin, apalagi lima!...

Nah, begitulah kawan-kawan saya bicara mengenai Pancasila. Di zaman Orde Baru, Pancasila memang menjadi sedemikian powerfull dan "dipaksakan" agar diserap oleh para pelajar dan mahasiswa. Selain menghabiskan waktu berjam-jam yang melelahkan, juga menghabiskan banyak anggaran. Entah berapa miliar rupiah biaya yang digelontorkan untuk 'proyek' P4 waktu itu. Hasilnya, seperti kata Johana Ernawati, hafalan mengenai butir-butir Pancasila dalam P4 itu pun menguap begitu saja. Selanjutnya, kita pun berhadapan dengan zaman yang terus bergerak dan berubah. Dan jawabannya ya seperti kawan-kawan saya di atas saat ditanya mengenai Pancasila.

Padahal di dalam sanubari kita telah ditanamkan pengertian bahwa Pancasila adalah pijakan bangsa ini dalam bertindak. Pancasila seharusnya menjadi ruh dalam kita bergerak. Pancasila bukan sekedar hapalan yang harus diucapkan tiap kali anak-anak sekolah melaksanakan upacara bendera. Atau menurut penyanyi Iwan Fals dalam lagu "Bangunlah Putra-putri Ibu Pertiwi", "Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut/ Yang hanya berisikan harapan/ Yang hanya berisikan khayalan.

Ya ya... Pancasila adalah ideologi yang seharusnya menjadi kenyataan hidup bangsa ini. Pancasila oleh para pendiri republik ini juga dimaksudkan sebagai "way of life", sebagai jalan hidup yang bisa membuat bangsa ini lebih berdaya. Tapi entah apa soalnya, bangsa ini tidak juga menjadi bangsa besar semenjak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Bahkan beberapa negara tetangga kita menyalipnya kencang-kencang dan lalu meninggalkan kita jauh di belakang.

Entahlah, yang salah itu "jalannya" atau "yang berjalan". Yang terang, bangsa ini seperti berjalan di tempat. Sementara negara-negara ASEAN telah beranjak menuju kemakmuran, kita masih berkutat dengan persoalan-persoalan nggak mutu macam korupsi dan sebangsanya. Maka tak heran jika almarhum Harry Roesli yang dulu dikenal sebagai seniman bengal itu, rada frustasi jika menyanyikan lagu "Garuda Pancasila". Inilah lirik Lagu "Garuda Pancasila" versi Harry Roesli:

Garuda pancasila
Aku lelah pendukungmu
Sejak proklamasi
Selalu berkorban untukmu
Pancasila dasarnya apaaaa
Rakyat adil makmurnya kapaaan
Pribadi bangsaku
Tidak maju majuu
Tidak maju majuu
Tidak majuuuu majuuuu

***
Pancasila oh.. Pancasila... Susah payah dulu para pendiri bangsa ini mencari dan menemukannya untuk dijadikan jalan dalam kita bertindak. Tentu saja agar kita tak sesat dan menjadi bangsa abal-abal. Kita diharapkan menjadi bangsa yang berkeTuhanan, bangsa yang welas asih dan menghargai kemanusiaan, bangsa yang bersatu dan tidak tercerai-berai, bangsa yang demokratis, dan bangsa yang berkeadilan.

Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945. Presiden pertama RI itu berucap: "kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa--namanya ialah Sila artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi."

Siapapun, termasuk kita, boleh mendakwa bahwa Pancasila bukanlah murni pemikiran Bung Karno. Pancasila hanyalah hasil otak-atik otak dari nilai-nilai hidup bangsa lain. Apa boleh buat, sebagai hasil buah pikir, tentu Bung Karno tak bebas nilai. Karena pergaulannya yang luas, bisa saja Bung Karno terpengaruh oleh ide atau faham lain orang.

Umpamanya, buah pikiran Bung Karno di dalam Pancasila itu, mirip dengan asas negara Republik China yang dikemukakan oleh Dr. Sun yat Sen, sebagai dasar ideologi negara untuk membangun Cina yang bebas, makmur, dan kuat. Ideologi ini diimplementasikan dalam pemerintahan Republik Cina, yang memerintah Pulau Formosa, Penghu, Kinmen, dan Matsu. Ideologi ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan bernegara Republik Cina yang dibawa oleh rejim Kuomintang. Nama ini juga muncul di bait pertama Lagu Kebangsaan Republik Cina. Asas tersebut terdapat dalam buku "San Min Chu I" atau "The Three's People Principle" yang meliputi: Mintsu, Min chuan, Ming Sheng (Nasionalisme, demokrasi, sosialisme).

Pancasila juga tak beda dengan asas Aquinaldo pimpinan Nasionalis Filipina. Lima asas ini disebut asas yang lima dari gerakan Katipunan, disusun oleh Andres Bonifacio sejak 1893 M yang meliput: Nasionalisme, Demokrasi, Ketuhanan, Sosialisme, Humanisme.

Juga Empat asas Pridi Banoyong dari Thailand (1932 M): Nasionalisme, Demokrasi, Sosialisme, Religius. Juga asas dari Pandit Jawarhal Nehru tentang dasar negara India merdeka, yang dibahas di depan Indian Kongres: Panc Svila yang meliputi: Nasionalisme, Humanisme, Demokrasi, Religius, Sosialisme.

Tapi sebentar, jauh sebelum bangsa-bangsa lain memiliki azas yang mirip-mirip Pancasila itu, konon, bangsa ini sudah memiliki sebutan Pancasila. Sebagian orang meyakini, bahwa Pancasila yang kini menjadi dasar dan falsafah negara, pandangan hidup, dan jiwa bangsa merupakan produk kebudayaan bangsa Indonesia yang telah menjadi sistem nilai selama berabad-abad lamanya. Pancasila bukanlah merupakan sublimasi atau
penarikan ke atas (hogere optrekking) dari Declaration of Independence (Amerika Serikat), Manifesto Komunis, atau paham lain yang ada didunia. Pancasila tidak bersumber dari berbagai paham tersebut, meskipun diakui bahwa terbentuknya dasar negara Pancasila memang menghadapi pengaruh ideologi pada masa itu.

Istilah "Pancasila" pertama kali dapat ditemukan dalam buku Sutasoma karangan Mpu Tantular yang ditulis pada Zaman Majapahit (Abad 14). Dalam buku tersebut, istilah Pancasila diartikan sebagai lima perintah kesusilaan (Pancasila Krama), yang berisi lima larangan sebagai berikut:
a. Melakukan kekerasan
b. Mencuri
c. Berjiwa dengki
d. Berbohong
e. Mabuk akibat minuman keras

***

Sebetulnya tak soal, apakah Pancasila itu mirip atau bahkan sama dengan faksafah hidup bangsa lain atau tidak. Yang jadi soal adalah, ketika Pancasila tak menjadi apa-apa dalam hidup kita. @JodhiY

Editor : Tri Wahono

Akui Ada Intoleransi, JK Setuju SBY Terima Penghargaan

Posted: 01 Jun 2013 07:33 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima penghargaan World Statesman Award dari organisasi Appeal of Conscience Foundation (ACF).

Sebagai pemimpin negara, kata JK, SBY layak menerima penghargaan tersebut. Politisi senior Partai Golkar ini menjelaskan, penghargaan tersebut merupakan simbol kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Meskipun demikian, dia tidak memungkiri Indonesia masih dibayang-bayangi berbagai peristiwa intoleransi.

"(Penghargaan) ini untuk kepentingan seluruh bangsa. Bahwa bagaimana pun Indonesia ini masyarakatnya plural, dan iya masih ada kejadian (intoleransi)," kata Kalla seusai menghadiri peringatan Hari Lahir Pancasila, di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu, (1/6/2013).

JK pun bahkan sudah mengucapkan selamat kepada SBY atas penghargaan itu.

Seperti diberitakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima penghargaan tersebut pada Kamis (30/5/2013) waktu setempat atau Jumat pagi WIB, di Garden Foyer, Hotel The Pierre, New York, Amerika Serikat.

Dalam sambutannya, SBY mengucapkan terima kasih atas penghargaan itu dan mendedikasikan penghargaannya pada rakyat Indonesia.

ACF adalah sebuah organisasi lintas keyakinan yang bermarkas di New York, Amerika Serikat. Setiap tahunnya, ACF memberi penghargaan ini kepada pemimpin dunia yang mendukung misi yayasan ini untuk menggalang toleransi beragama dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Editor : Kistyarini

Megawati Sempat Menangis Saat Pidato Lahirnya Pancasila

Posted: 01 Jun 2013 03:45 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memimpin acara peringatan Hari Kelahiran Pancasila yang digelar di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (1/6/2013). Dalam acara ini, Megawati sempat berlinang air mata saat menyampaikan pidato tentang lahirnya Pancasila.

"Ingatlah wejangan Bung Karno dalam pidato Lahirnya Pancasila, 'De Mensch', manusia harus memperjuangkan Pancasila supaya menjadi kenyataan," kata Megawati lantang.

"Beliau dengan lantang berujar, 'Jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Pancasila yang saya usulkan itu menjadi satu realiteit, yakni jikalau kita ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nationaliteit yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka, yang penuh dengan perikemanusiaan, ingin hidup di atas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, janganlah lupa akan syarat untuk menyelenggarakannya, ialah perjuangan, perjuangan, dan sekali lagi perjuangan...," lanjut Megawati sambil menyeka air matanya.

Dari sejak awal berpidato, suara putri Presiden Soekarno ini sudah terdengar lirih. Namun, ia tampak masih sanggup menahan tangisnya. Saat di ujung pidato, Megawati yang didampingi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tak lagi kuasa menahan tangis. Pidatonya sempat terhenti hitungan detik, dan sesekali dirinya kembali menyeka air matanya.

Menyaksikan pemimpinnya terisak, ratusan Satgas Cakra Buana (Organisasi sayap PDI Perjuangan) sontak bertepuk tangan dan meneriakkan kata "Merdeka.... Merdeka," sampai akhirnya Mega menyelesaikan pidato yang kembali disambut dengan tepuk riuh ratusan kader dan simpatisan PDI Perjuangan yang hadir dalam acara tersebut.

Selain untuk memperingati Hari Lahir Pancasila yang ke-68, berkumpulnya ratusan kader dan simpatisan PDI Perjuangan juga dimaksudkan untuk mengonsolidasi kekuatan Satuan Tugas (Satgas) partai melalui apel siaga sebagai persiapan memasuki tahun-tahun politik ke depan. Sejumlah tokoh nasional tampak hadir, di antaranya mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Editor : Farid Assifa

PAN: Penembakan Tito Harus Diungkap dengan Adil

Posted: 01 Jun 2013 01:50 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Fransiskus Refra Kei atau lebih dikenal sebagai Tito Kei, adik dari John Kei, tewas ditembak pada Jumat (31/5/2013) malam. Dari sekian catatan rekam jejaknya, ternyata nama Tito sempat masuk dalam berkas bakal calon legislatif yang diajukan Partai Amanat Nasional (PAN) untuk Pemilu 2014.

Namun, dalam berkas yang diserahkan PAN ke KPU setelah masa perbaikan berkas daftar calon sementara (DCS) Pemilu 2014, nama Tito tak lagi ada. Terlepas dari masalah pencalonan legislatif, PAN tetap meminta kasus ini ditangani dengan adil oleh aparat penegak hukum.

"Nama Tito tidak ada dalam DCS (daftar calon sementara) hasil perbaikan yang diserahkan PAN ke KPU pada 22 Mei 2013," ujar Wakil Ketua DPP PAN Dradjad H Wibowo, Sabtu (1/6/2013) pagi. Namun, dia tidak membantah nama Tito sempat ada di DCS awal yang diserahkan ke KPU. 

Dradjad menyatakan ikut berdukacita atas meninggalnya Tito. "Saya ikut belasungkawa untuk keluarga dan berharap penembakan ini diungkap secara adil oleh penegak hukum," ujar dia melalui layanan pesan singkat.

Tito Kei, tewas ditembak oleh satu pelaku yang belum diketahui identitasnya, Jumat (31/5/2013), sekitar pukul 20.00 WIB. Dia mendapat tembakan di kepala, masuk dari bawah mata kanan dan keluar di rahang kanan. Dia tewas seketika di lokasi.

Selain Tito, pelaku juga menembak Ratim (70), pemilik warung tempat Tito bermain kartu dengan tiga temannya saat penembakan terjadi. Ratim tewas di RS Ananda di Bekasi, dengan luka tembak di dada. Warung ini berlokasi di Jalan Raya Titian Indah, RT 03 RW 11 Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Medan Satria, Bekasi, Jawa Barat.

Editor : Palupi Annisa Auliani

No comments:

Post a Comment