KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


�Tersandung� di Musim Pencitraan

Posted: 19 Jul 2013 09:26 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com
- Nama Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso kerap mewarnai pemberitaan di media massa. Politikus Partai Golkar itu menjadi salah satu unsur pimpinan DPR yang vokal menanggapi isu-isu yang tengah berkembang, terutama terkait politik, hukum, dan keamanan. Bisa dibilang, Priyo menjadi salah satu media darling. Namun, satu tahun terakhir, Priyo tak hanya menjadi subyek, tetapi juga obyek pemberitaan.

Akhir-akhir ini, Priyo menjadi buah bibir di media massa karena dianggap membantu koruptor. Bahkan, Kamis (18/7/2013), Priyo dilaporkan ke Badan Kehormatan DPR oleh sejumlah aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi. Priyo dilaporkan telah melakukan enam pelanggaran kode etik karena dianggap memfasilitasi para narapidana kasus korupsi agar memperoleh remisi.

Sebab, Ketua DPP Partai Golkar itu mengirimkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur pengetatan pemberian remisi bagi koruptor, narapidana kasus terorisme, dan penyalahgunaan narkoba.

Priyo mengirimkan surat itu setelah menerima permohonan perlindungan hukum dan HAM dari sembilan narapidana kasus korupsi yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Mereka meminta PP No 99/2012 ditinjau ulang.

Awal Juni lalu, Priyo juga menjadi bulan-bulanan media karena kunjungannya ke LP Sukamiskin. Banyak media yang menyebut Priyo ke LP Sukamiskin untuk bertemu Fahd el Fouz, Ketua Umum Gerakan Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) yang menjadi terpidana kasus suap dana penyesuaian infrastruktur daerah.

Priyo juga disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana pengadaan Al Quran. Ini setelah KPK menetapkan Sekretaris Jenderal Gema MKGR Dendy Prasetya dan ayahnya yang juga Wakil Ketua Umum MKGR, Zulkarnain Djabar, sebagai tersangka korupsi Al Quran.

Priyo disebut-sebut terlibat karena kebetulan politikus asal Trenggalek itu Ketua Umum MKGR. Namun, Priyo menganggap itu merupakan serangan dari lawan politik. "Saya diserang dari delapan penjuru mata angin. Politik santun sudah semakin hilang. Di masa pancaroba politik ini yang ada saling cela, intrik, kampanye hitam, dan saling menjatuhkan," katanya.

Serangan itu bukan hanya berasal dari kalangan luar Partai Golkar, melainkan juga dari sesama kader Partai Golkar. Priyo menganggap "serangan" itu sebagai risiko politik.

Meski begitu, nyatanya Priyo kerap "menghilang" setelah namanya disebut-sebut terlibat korupsi atau menolak diwawancara mengenai kasus-kasus tersebut. Kalau memang tak salah, kenapa harus risi?

Megawati Tak Hadiri Peringatan 40 Hari Taufiq Kiemas

Posted: 19 Jul 2013 09:17 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri tidak hadir dalam peringatan 40 hari wafatnya almarhum Taufiq Kiemas yang dilakukan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (19/7/2013). Puan Maharani hadir mewakili keluarga.

Kepada para wartawan, Puan mengatakan, Mega kelelahan setelah acara 40 hari wafatnya Taufiq Kiemas yang digelar pada Rabu (17/7/2013) lalu. "Karena Ibu Mega kecapekan, jadi saya yang mewakili dari keluarga," ucap Puan.

Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan, tak ada persoalan terkait ketidakhadiran Mega dalam acara kali ini.

Acara tahlilanTaufiq Kiemas kali ini dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, seluruh jajaran pimpinan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR), Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie, dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman. Hadir juga sejumlah politisi dari berbagai partai politik dalam acara ini.

Seperti diketahui, Taufiq Kiemas meninggal dunia pada 8 Juni lalu di Singapura setelah menjalani perawatan. Posisi Taufiq di MPR akhirnya digantikan oleh sesama rekannya di PDI Perjuangan, Sidarto.

Editor : Hindra Liauw

Yunus Husein: 70 Persen Aset Irjen Djoko Belum Tersentuh

Posted: 19 Jul 2013 09:08 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan Yunus Husein mengungkapkan, ada 70 persen aset terdakwa kasus dugaan korupsi simulator SIM Inspektur Jenderal Djoko Susilo yang belum disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut dia, KPK harus segera menyita aset tersebut.

"Baru 30 persen saja ini (disita). Coba Anda bayangkan yang disita cuma segini. Itu 70 persen enggak tersentuh," ujar Yunus seusai menjadi saksi ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (19/7/2013).

Yunus hadir sebagai saksi ahli dalam sidang kasus dugaan tindak pidana pencucian uang terkait proyek simulator SIM dengan terdakwa Djoko Susilo. Menurut Yunus, jaksa harus segera meminta izin pengadilan agar dapat menyita sejumlah aset jenderal bintang dua itu.

Setelah itu, Djoko harus dapat membuktikan asal-muasal aset tersebut. "Dia minta izin pengadilan si jaksa. Minta izin sita (aset) itu. Dalam pembuktian terbalik, harus dibuktikan," terangnya.

Sementara itu, kuasa hukum Djoko, Juniver Girsang, mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi aset Djoko. "Enggak benar itu," katanya.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP pernah mengungkapkan, nilai aset yang diduga dikuasai Djoko mencapai Rp 70 miliar. Aset itu berupa rumah mewah, apartemen, tanah, stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU), serta sejumlah kendaraan.

Adapun rumah-rumah terkait Djoko tersebar di Solo (Jalan Sam Ratulangi dan Jalan Perintis Kemerdekaan), Semarang (Bukit Golf, Tembalang), Jakarta (Jalan Prapanca Raya, Jalan Cikajang, dan Tanjung Mas Raya), Depok (Perumahan Pesona Khayangan), dan Bali (Perumahan Harvestland).

Sementara aset berupa tanah tersebar dari Cibubur, Subang, hingga Bali. SPBU yang disita berada di Jakarta, Ciawi, dan Semarang. Sedangkan kendaraan yang disita KPK antara lain Jeep Wrangler, Nissan Serena, Toyota Harrier, Toyota Avanza, dan sejumlah bus pariwisata.

Editor : Hindra Liauw

Usut MPLIK, Kejagung Geledah Kantor Kominfo

Posted: 19 Jul 2013 09:00 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com – Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah kantor Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI), Dirjen Penyelenggara Pos Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta kantor PT Multidata Rancana Prima. Penggeledahan kedua kantor tersebut terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) tahun 2010-2012.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi, mengatakan, hal ini dilakukan berdasarkan surat perintah penggeledahan/penitipan Nomor Print-37/F.2/Fd.1/07/2013 dan Surat Perintah Penyitaan/Penitipan Nomor Print-38/F.2/Fd.1/07/2013, tertanggal 17 Juli 2013.

"Penggeledahan dilakukan antara pukul 13.00 WIB sampai dengan 16.30 WIB," kata Untung, Jumat (19/7/2013).

Untung mengatakan, penggeledahan pertama dilakukan kantor Kemenkoinfo Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika BP3TI di Menara Ravindo Lantai 5, Jalan Kebon Sirih Nomor 75 Jakarta Pusat.

Tempat berikutnya yang digeledah yakni kantor BP3TI di Wisma Kodel Lantai 6, Jalan HR Rasuna Said Kav B-4 Kuningan Jakarta Selatan.

"Lokasi ketiga yaitu PT Multidata Rancana Prima di Raudha Building, Jalan Terusan HR Rasuna Said No. 21 Jakarta Selatan," ujarnya.

Dari penggeledahan itu, Untung mengatakan, tim penyidik menyita beberapa dokumen dan surat-surat yang dianggap perlu. Kendati demikian, Untung enggan mengemukakan apa saja yang disita oleh tim penyidik.

"Saya belum dapat datanya," katanya singkat.

Sebelumnya diberitakan, Kejagung telah menetapkan Kepala BP3TI Santoso dan Dirut PT Multidana Rencana Prima (MRP), Dodi N Achmad sebagai tersangka. Penetapan keduanya sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor 83/F.2/Fd.1/07/2013 dan 84/F.2/Fd.1/07/2013.

Dalam kasus tersebut, Kejagung menduga pelaksanaan proyek MPLIK oleh PT MRP di Provinsi Sumatera Selatan senilai Rp 81 miliar, serta di Provinsi Banten dan Jawa Barat senilai Rp 64 miliar tidak sesuai dengan dokumen kontrak.

Editor : Hindra Liauw

KPK Terus Sidik Kasus Emir Moeis

Posted: 19 Jul 2013 08:50 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidikan kasus dugaan penerimaan suap terkait proyek pembangkit listrik tenaga uang (PLTU) Tarahan Lampung diklaim mengalami perkembangan. Kasus ini menjerat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Emir Moeis.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, mutual legal assistance (MLA) atau bantuan hukum timbal balik antarnegara yang diajukan KPK sudah disetujui. Dengan demikian, KPK akan mengirimkan penyidiknya ke negara tersebut untuk melakukan pemeriksaan dalam waktu dekat.

"MLA terhadap salah satu negara sudah disetujui, mungkin dalam waktu dekat akan ada pengiriman penyidik ke negara itu untuk tuntaskan kasus Emir," kata Bambang dalam diskusi media di Jakarta, Jumat (19/7/2013).

Namun, dia tidak menyebut negara yang diajak bekerja sama dengan proses penyidikan kasus dugaan penerimaan suap PLTU Tarahan ini.

Pada Kamis (11/7/2013), KPK menahan Emir di Rumah Tahanan KPK, Kuningan, Jakarta. Politisi PDI Perjuangan ini diduga menerima pemberian hadiah atau janji 300.000 dollar AS dari PT Alstom Indonesia yang merupakan perusahaan pemenang tender PLTU Tarahan.

Emir dijerat dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR 1999-2004 dan 2004-2009. Melalui pengacaranya, Yanuar Wasesa, Emir mengaku dapat uang dari seorang warga negara asing yang bernama Pirooz Sarafih. Namun, menurut Emir, uang itu bukanlah suap, melainkan diberikan untuk keperluan bisnis. Pirooz merupakan kawan lama Emir yang dikenal sejak keduanya berkuliah di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat.

Kendati demikian, Yanuar mengakui bahwa Emir pernah bertemu dengan pihak PT Alstom Indonesia di Gedung DPR beberapa waktu lalu. Menurutnya, Pirooz yang membawa PT Alstom ke hadapan Emir. Dalam pertemuan itu, menurut Yanuar, PT Alstom memperkenalkan produknya kepada Emir. Perusahaan asing itu menawarkan harga murah untuk proyek PLTU Tarahan.

Editor : Hindra Liauw

Mahfud MD: Terminal Politik Saya di PKB

Posted: 19 Jul 2013 08:34 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Niat Mahfud MD maju sebagai calon presiden di periode 2014-2019 sudah bulat. Meski demikian, dirinya belum membuat keputusan mengenai partai yang akan dipilihnya menjadi kendaraan politik.

Dalam sebuah acara peresmian MMD Initiative di Jakarta, Mahfud menyampaikan dirinya masih memiliki ikatan batin dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai partai politik yang membesarkannya. Ia tegaskan, PKB adalah tempat pertama yang akan dipilihnya dalam berpolitik.

"Saya kader PKB, sehingga terminal utama di situ dulu," kata Mahfud, Jumat (19/7/2013) petang.

Seperti diketahui, sebelum menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013, Mahfud adalah salah satu kader PKB. Ia memutuskan keluar dari partai itu karena harus mengemban tugas negara sebagai Ketua MK.

Saat ini, setelah dirinya pensiun sebagai Ketua MK, Mahfud masih menyimpan hasrat untuk tetap membesarkan PKB. Alasannya, PKB merupakan alat resmi politik Nahdlatul Ulama (NU). Untuk mendapatkan basis dukungan saat dirinya resmi maju sebagai capres, ia mengaku telah melakukan komunikasi dengan sejumlah warga pesantren NU. Tak hanya para pemimpinnya, komunikasi juga dilakukan sampai ke tingkat santri.

"Darah dan pijakan utama masih di PKB, masih menjadi olahan dan komunikasi di semua arah sudah saya masuki," ujarnya.

Nama Mahfud MD terus ikut meramaikan peta pemilihan presiden di 2014 nanti. Bersama sejumlah tokoh lain, namanya selalu menghiasi hasil survei capres yang dilakukan sejumlah lembaga survei.

Akan tetapi, Mahfud belum memutuskan partai mana yang akan dipilihnya di 2014. Konvensi Partai Demokrat yang sering dikaitkan dengan namanya juga dianggapnya masih meragukan.

Editor : Hindra Liauw

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Panglima Laskar FPI Jateng Minta Polisi Tangkap Warga yang Bakar Mobil FPI

Posted: 19 Jul 2013 08:10 AM PDT

KENDAL,KOMPAS.com — Panglima Laskar Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah KH Ahmad Rofi'i berharap polisi juga menangkap orang-orang yang merusak mobil FPI dan orang-orang yang membawa senjata tajam dalam bentrok yang terjadi antara warga Sukorejo dan anggota FPI, Kamis (18/7/2013). Ia meminta polisi bertindak adil sebab dua anggota FPI yang membawa senjata tajam ditahan polisi.

"Saya berharap kepada Polres Kendal supaya juga menangkap orang-orang yang telah merusak mobil milik FPI," kata Rofi'i di Markas Kepolisian Resor Kendal, Jumat (19/7/2013).

Didampingi Ketua Advokasi FPI Zaenal Abidin Petir dan beberapa pengurus, Rofi'i menjenguk tiga anggota FPI yang menjadi tersangka dalam bentrok tersebut. Rofi'i sempat bertemu dengan Kepala Polres Kendal AKBP Asep Jenal untuk menyampaikan aspirasinya.

Ia menjelaskan, salah satu tugas FPI sebenarnya membantu polisi dan pemerintah daerah untuk memberantas kemaksiatan, terutama di bulan Ramadhan. "Nah, FPI membantu membersihkan, tempat-tempat maksiat yang ketinggalan 'dibersihkan' oleh polisi," akunya.

Bentrok warga dan FPI berawal dari peristiwa sehari sebelumnya, Rabu (17/7/2013), yang kemudian tersulut peristiwa kecelakaan lalu lintas. Pada Rabu sekitar pukul 15.00, massa FPI melakukan sweeping di lokalisasi Sarem dan beberapa tempat hiburan lain di Kecamatan Sukorejo. Mereka datang mengendarai tiga mobil. Dalam aksi itu, lokalisasi dan tempat hiburan dirusak.

Di tengah sweeping terjadi bentrok antara warga setempat dan massa FPI. Warga memberikan perlawanan terhadap tindakan massa FPI dan merusak satu mobil yang ditumpangi massa FPI di Bundaran Sukorejo. Kemarahan warga terpicu karena mobil tersebut menabrak seorang ibu yang sedang mengendarai sepeda motor di Jalan Sukorejo-Parakan. Ibu yang tengah memboncengkan anaknya itu tewas (selengkapnya baca: Ini Kronologi Bentrok Warga dengan FPI di Kendal).

Rofi'i menuding penghadang FPI bukan warga, melainkan kelompok preman. Ia menyerahkan sepenuhnya penyelesaian masalah ini kepada polisi.

Editor : Heru Margianto

FPI Siap Bubar, asalkan ...

Posted: 19 Jul 2013 08:00 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Muchsin Alatas mengatakan, organisasinya siap membubarkan diri jika institusi lain seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersih. Hal ini menjawab desakan agar FPI dibubarkan setelah terjadi bentrok di Sukorejo, Jawa Tengah, yang menyebabkan satu orang tewas.

"FPI itu tidak perlu dibubarkan tapi akan bubar sendiri selama undang-undang itu ditegakkan dan DPR berhenti untuk korupsi," ujar Muchsin saat dihubungi Kompas.com, Jumat (19/7/2013).

Muchsin menuding penyakit masyarakat seperti prostitusi yang terjadi di lapangan sebenarnya juga terjadi akibat kelakuan DPR yang korup sehingga Muchsin kembali menuntut agar DPR yang lebih pantas dibubarkan daripada FPI.

"Yang duluan untuk dibubarkan itu harus DPR karena sudah sengsarakan rakyat. Mereka itulah yang buat rakyat berjudi," ucap Muchsin.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul meminta aparat penegak hukum dan pemerintah tidak ragu-ragu membubarkan FPI. Pasalnya, FPI telah berulang kali bertindak sesuka hati dan tak jarang tindakannya itu berujung dengan aksi anarkistis.

Terakhir, pada Kamis (18/7/2013) sore, bentrok kembali terjadi antara massa FPI dan masyarakat di Kendal, Jawa Tengah. Ruhut menegaskan, dengan adanya Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas), seharusnya aparat kepolisian tak perlu sungkan menangkap semua massa FPI yang terlibat dalam aksi kekerasan.

Selain itu, politisi Partai Demokrat ini mendesak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bertindak lebih tegas dengan cara membubarkan FPI.

"Polisi tidak perlu lagi sungkan, yang terlibat perlu dihukum seberat-beratnya. Mendagri juga sebagai pembina politik harus tegas, kalau (FPI) berlaku seperti ini harus dibubarkan. Jangan ragu-ragulah, kita negara hukum," kata Ruhut.

Editor : Hindra Liauw

No comments:

Post a Comment