KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Ini Alasan Irjen Djoko Susilo Tempeleng Kompol Legimo

Posted: 31 May 2013 03:53 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo mengaku pernah menempeleng bawahannya, mantan Bendahara Korlantas Polri, Komisaris Polisi Legimo. Namun, Djoko mengaku menempeleng Legimo bukan karena ia tidak menjaga kardus uang miliknya, melainkan karena yang bersangkutan beberapa hari tidak masuk kantor.

"Saya tempeleng benar, tapi bukan kasus pemberian dus, tapi karena dia selalu tidak ada beberapa hari," kata Djoko dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (31/5/2013) saat menanggapi keterangan Legimo.

Sebelumnya Legimo saat bersaksi untuk Djoko, mengaku pernah ditampar lantaran tidak berada di tempat saat Djoko ingin mengambil uangnya. Legimo mengaku diperintah Djoko untuk mengambil uang empat kardus dari Budi Susanto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi. Menurut Legimo, uang ini terkait dengan proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM).

Setelah diterima, uang dalam empat kardus itu dititipkan di ruangan Legimo. Kepada majelis hakim, Legimo mengaku tidak tahu berapa isi uang dalam empat kardus besar tersebut. Legimo mengaku sempat meninggalkan ruangan. Padahal, Djoko berpesan kepadanya agar jangan pulang dulu. Karena itulah, Djoko marah dan menampar Legimo.

Sementara menurut Djoko, saat itu dia telah berupaya mencari Legimo namun tidak juga ketemu. "Dia beberapa hari tidak ada. Ngakunya ke Mabes atau ke mana. Padahal beberapa tamu ke kantor," tutur Djoko.

Dalam persidangan, Djoko juga membantah menerima uang dari Budi seperti yang diungkapkan Legimo. Jenderal bintang dua ini pun membantah mencairkan pembayaran simulator SIM untuk PT CMMA sebelum pengerjaan proyek selesai. Selain itu, Djoko membantah kesaksian Legimo yang mengungkapkan adanya pemberian miliaran rupiah dari PT Pura Grup pengadaan blangko STNK dan BPKB pada 2009.

Editor : Hindra

Djoko Bantah Terima Uang dari Rekanan

Posted: 31 May 2013 03:49 PM PDT

  • Penulis :
  • Icha Rastika
  • Jumat, 31 Mei 2013 | 22:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo membantah dikatakan menerima Rp 4 miliar dan empat kardus uang dari Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto terkait proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) roda dua dan roda empat.

"Saya tidak pernah menerima dari Budi Susanto atau koordinir dan sebagainya," kata Djoko dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (31/5/2013).

Dia menanggapi kesaksian mantan Bendahara Korlantas Polri, Komisaris Polisi Legimo. Sebelumnya Legimo mengaku diperintah Djoko untuk menerima pemberian uang dari Budi Susanto terkait proyek simulator SIM.

Menurut Legimo, uang diberikan oleh staf Budi dalam dua bulan berturut-turut. Uang Rp 4 miliar diterima Legimo pada April 2011 sedangkan uang dalam empat kardus besar yang nilainya tidak diketahui Legimo itu diterimanya pada Maret 2011, atau sepekan setelah Korlantas Polri membayar pengerjaan proyek simulator roda dua kepada PT CMMA.

Selain membantah uang dari Budi, Djoko membantah telah menikmati uang miliaran rupiah yang diambil Legimo dari PT Pura Grup yang berkantor di Kudus, Jawa Tengah. Menurut Djoko, uang miliaran itu tidak pernah diterimanya. Uang tersebut, menurut Djoko, habis untuk operasional Legimo. "Itu tidak pernah diberikan ke saya, itu untuk operasional saksi semua," ujar Djoko.

Sementara Legimo mengaku diperintah Djoko untuk mengambil uang di PT Pura Grup. Legimo mengaku tidak ingat persis berapa jumlah uang tersebut. Hanya saja, menurut dia, uang itu diberikan PT Pura Grup dalam beberapa kali sejak 2009. Nilainya, ada yang Rp 3 miliar, ada pula yang Rp 3,5 miliar. Legimo juga mengakui bahwa uang dari Pura Grup itu tidak terkait proyek simulator SIM, melainkan berkaitan dengan pengadaan blangko STNK dan BPKB.

Editor : Hindra

Kejaksaan Sidik Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat di STPI

Posted: 31 May 2013 03:11 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung tengah menyidik dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat latih jenis sayap tetap (fixed wing) pada badan pendidikan dan pelatihan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, Tangerang, Banten. Dugaan korupsi itu terkait pengadaan 18 unit pesawat dan dua unit link simulator tahun anggaran 2010-2013 senilai Rp 138,8 miliar.

"Ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup tentang terjadinya tindak pidana korupsi sehingga Kejagung RI meningkatkannya ke tahap penyidikan," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (31/5/2013).

Penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka terkait kasus ini, yaitu Direktur Utama PT Pasific Putra Metropolitan berinisial BW, pegawai negeri sipil di STPI Drs IGK Rai Darmaja, dan Kabag Administrasi Umum inisial AA. Untung menjelaskan, awalnya pesawat tersebut telah dibayar penuh pada 14 Desember 2012. Namun hanya enam unit pesawat yang diberikan.

"Dugaan tindak pidana korupsi tersebut karena diduga terjadi pengadaan pesawat latih dan link simulator dimana setelah pembayaran selesai 100 persen ternyata yang ada hanya berjumlah enam unit saja," terangnya.

Pada Kamis (30/5/2013), penyidik telah menyita 12 unit pesawat latih yang belum dirakit dan dua unit link simulator.

Editor : Hindra

Wali Kota Bandung Bantah Jadi Inisiator Suap

Posted: 31 May 2013 02:45 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Wali Kota Bandung Dada Rosada membantah jadi inisiator pemberian suap kepada hakim Pengadilan Negeri Bandung Setyabudi Tejocahyono terkait kepengurusan perkara bantuan sosial (bansos) di Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat. Dada menyampaikan bantahannya itu seusai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi selama kurang lebih 10 jam terkait kasus dugaan penyuapan tersebut.

"Menyuruh, enggak..enggak," kata Dada di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (31/5/2013). Dada membantah memerintahkan orang dekatnya, Ketua Gasibu Padjajaran Toto Hutagalung, untuk memberikan uang suap kepada hakim Setyabudi.

Adapun Toto dan Setyabudi sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus ini. "Enggak..enggak," ujar Dada. Bantahan yang sama juga disampaikan Dada saat ditanya mengenai dugaan uang yang digunakan untuk menyuap Setyabudi tersebut berasal dari patungan para kepala Dinas.

KPK memeriksa Dada sebagai saksi karena dianggap tahu seputar pemberian uang kepada hakim Setyabudi tersebut. Pemeriksaan ini merupakan yang kelima kalinya bagi Dada. Saat ditanya mengapa kerap diperiksa KPK dalam waktu yang cukup lama, Dada mengaku banyak yang hal yang ditanyakan penyidik KPK kepadanya. "Pengembangan yang lama saja, enggak apa-apa. Ini dalam rangka mempermudah dan memperceoat saja, banyaklah," tuturnya.

KPK Mengarah ke Dada

Nama Dada kerap disebut dalam pusaran kasus pemberian hadiah kepada hakim Setyabudi. Dari informasi yang diterima Kompas.com, KPK telah memiliki bukti dan petunjuk mengenai dugaan keterlibatan Dada.

Dalam kasus ini, orang dekat Dada, yakni Toto Hutagalung, telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menyuap hakim Setyabudi. KPK juga menetapkan orang suruhan Toto yang bernama Asep Triana dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Pemkot Bandung Hery Nurhayat sebagai tersangka. Terkait penyidikan kasus ini, KPK mencegah Dada bepergian ke luar negeri.

Beberapa waktu lalu, KPK menggeledah ruangan Dada di kantor Pemkot Bandung, rumah dinas Dada di Jalan Pendapa Kota Bandung, Jalan Dalem Kaum, Kota Bandung, pada Jumat (17/5/2013, dan rumah pribadinya di Jalan Tirtasari II No 12 RT 12 RW 09, Kelurahan Sarijadi, Kecamatan Sukasari, Bandung, pada hari yang sama.

Dari penggeledahan di rumah pribadi Dada, tim penyidik KPK menyita beberapa barang, di antaranya SIM card Telkomsel (Kartu Halo) dengan nomor 0811224752 dan daftar riwayat hidup (RH) Dada.

Editor : Hindra

Djoko Punya Buku Khusus untuk Uang dari Rekanan

Posted: 31 May 2013 02:37 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Selaku Bendahara Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, Komisaris Polisi Legimo rupanya tidak hanya mengurusi transaksi uang keluar dan masuk kas Korlantas. Ia juga mencatat transaksi yang bersumber dari fee proyek atas perintah atasannya, Inspektur Jenderal Djoko Susilo.

Menurut Legimo, uang terkait proyek yang diterima Djoko itu dicatatnya dalam buku khusus. "Kalau APBN pelaporannya ke Irwasum, tapi kalau dana-dana, saya membukukannya ke kas tertentu, sebagai bukunya Kakor (Kepala Korlantas, Djoko), buku khusus," kata Legimo saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM dengan terdakwa Djoko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (31/5/2013).

Legimo juga mengatakan, Djoko rutin mengontrol transaksi uang yang dicatat dalam buku khusus itu setiap dua minggu hingga dua bulan sekali. Mendengar kesaksian Legimo, hakim Anwar pun bertanya apakah praktik pencatatan uang proyek di buku khusus ini memang berlaku umum di institusi Polri.

"Institusi Polri yang lain tahu enggak?" tanya hakim Anwar. Lantas Legimo mengaku tidak tahu apakah pencatatan ini juga dilakukan divisi Polri yang lain atau tidak. "Untuk yang lain, kurang tahu, tapi yang saya kerjakan ada," ujarnya.

Kemudian hakim Anwar menanyakan untuk apa penggunaan uang yang dicatat dalam buku khusus tersebut. "Uang di buku itu untuk apa? Pribadi Korlantas atau uang Polri?" tanyanya.

Atas pertanyaan ini, Legimo mengatakan, pengeluaran kas tersebut berdasarkan perintah Kepala Korlantas, yakni Djoko Susilo, sementara pengelolaannya dibukukan Legimo selaku bendahara.

Kepada majelis hakim, Legimo juga mengaku pernah diperintahkan Djoko untuk membayarkan uang ke sejumlah pihak. Salah satunya kepada seseorang bernama Nana Suryana yang mengaku sebagai pengurus kebun Djoko di kawasan Subang, Jawa Barat. "Sekali ngasih bisa Rp 300 juta. Saya lupa berapa kali," ujarnya.

Saat ditanya jaksa terkait asal uang yang digunakan untuk membayarkan sejumlah pihak, termasuk Nana, Legimo mengatakan, "Kalau dana dari hasil pemberian perusahaan-perusahaan tersebut masih ada, dipakai dari perusahaan-perusahaan itu. Tapi kalau tidak ada, baru saya pinjam ke koperasi."

Menurut Legimo, pinjaman Djoko ke Primer Koperasi Polri sudah mencapai Rp 12 miliar yang belum dilunasi hingga Djoko dimutasi sebagai Gubernur Akademi Kepolisian.

Pemberian dari rekanan

Kesaksian Legimo juga mengungkapkan adanya uang Rp 4 miliar yang diantarkan Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) Budi Susanto kepada Djoko Susilo. Selain uang Rp 4 miliar, Legimo mengaku pernah menerima uang dalam bentuk empat kardus besar atas perintah Djoko. Menurut Legimo, uang dalam kardus ini pun berasal dari Budi Susanto, pemenang tender proyek simulator ujian surat izin mengemudi roda dua dan roda empat.

Bukan hanya itu, Legimo juga mengaku pernah diperintah mengambil uang dari PT Pura Group yang berkantor di Kudus, Jawa Tengah. Uang yang nilainya miliaran rupiah tersebut berkaitan dengan proyek pengadaan blangko STNK dan BPKB di Korlantas Polri. PT Pura Group pernah bekerja sama dengan rekanan Polri mengadakan blangko STNK dan BPKB serta material untuk SIM tahun 2008 dan 2009.

Editor : Hindra

Jokowi Ramaikan Konser Arkarna

Posted: 31 May 2013 02:08 PM PDT

Ollie Jacobs, vokalis Arkarna, band asal London, Inggris, mendatangi Balaikota, Jakarta, Rabu (29/5/2013) pagi, untuk bertemu dengan Joko Widodo atau Jokowi, Gubernur DKI Jakarta. | Fabian Januarius Kuwado/ KOMPAS.COM

JAKARTA, KOMPAS.com — Konser grup band asal London, Inggris, Arkarna, di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Jumat (31/5/2013) malam, dipastikan diramaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Pria yang akrab disapa Jokowi tersebut telah mengonfirmasi kehadirannya.

"Pokoknya saya datang, tenang saja," ujarnya kepada wartawan di Balaikota sambil tertawa.

Meski demikian, masih dalam tanda tanya besar, apakah mantan Wali Kota Surakarta tersebut akan memenuhi keinginan vokalis Arkarna, Ollie Jacobs, untuk sepanggung bareng menyanyikan lagu nuansa Betawi "Nonton Bioskop" atau tidak.

"Malem minggu, aye pergi, ke bioskop, gito toh. Malah disuruh nyanyi, intinya datang," lanjutnya.

Sebelumnya, Ollie Jacobs datang ke Balaikota, Rabu pagi. Secara mengejutkan, Ollie mengaku hendak mengajak Jokowi bernyanyi bersama lagu Benyamin Sueb dengan judul "Nonton Bioskop". Ajakan Ollie tak lepas dari popularitas Jokowi yang tinggi. Nama Jokowi, katanya, terdengar hingga ke London.

"Semua teman saya di Indonesia bilang, Jokowi orangnya keren banget. Jadi saya pikir, Jokowi adalah sosok yang cocok buat kami," lanjut Ollie.

Band yang beranggotakan lima personel tersebut dijadwalkan menghibur para pencinta musik beraliran alternatif pop di Tennis Indoor Senayan pada 31 April 2013. Di sana, band pencipta lagu "So Little Time" tampil selama dua jam.

Editor : Hindra

Demokrat: PKS, Jangan Mengada-ada!

Posted: 31 May 2013 01:26 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menilai sikap PKS menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi adalah bentuk pengalihan isu dan mengada-ada. Penolakan tersebut diartikan oleh Nurhayati sebagai langkah yang melanggar undang-undang. Nurhayati menjelaskan, kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan hak pemerintah. Bila ada suatu keharusan, pemerintah berhak melakukan hal tersebut.

"Kenaikan (harga) BBM bersubsidi adalah hak pemerintah. Artinya, kalau sudah menjadi undang-undang berarti sudah disepakati bersama saat paripurna. Sekarang yang dilanggar PKS bukan koalisi, tetapi undang-undang," kata Nurhayati, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (31/5/2013).

Ketua Fraksi Partai Demokrat ini menegaskan, bila memiliki persepsi yang berbeda terkait kenaikan harga BBM bersubsidi, seharusnya PKS bisa menyelesaikannya secara arif. Langkah yang ditempuh PKS saat ini dianggapnya sebagai cermin bahwa partai tersebut tak memiliki kedewasaan dalam berpolitik.

"Waktu itu PKS bilang mau keluar koalisi, sekarang tidak. Kalau tidak mau keluar, jangan mengada-ada. Kalau ada masalah, silakan selesaikan secara dewasa," ujarnya.

Seperti diberitakan, pemerintah berencana menaikkan harga premium menjadi Rp 6.500 per liter dan solar Rp 5.500 per liter. Jika direalisasikan, sebanyak 15,53 juta keluarga miskin akan menerima uang tunai Rp 150.000 per bulan selama lima bulan dan kompensasi dalam bentuk program lainnya.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKS Mahfudz Siddiq mengatakan, pihaknya menolak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi lantaran pemerintah gagal dalam pengendalian konsumsi BBM bersubsidi. Terlebih lagi terus terjadi penyimpangan penyaluran BBM bersubsidi. Dalam dua kali rencana kenaikan harga BBM bersubsidi sebelumnya, kata Mahfudz, PKS telah menyampaikan sejumlah rekomendasi terkait pengelolaan BBM bersubsidi. Namun, rekomendasi ini tidak digubris.

Editor : Hindra

Djoko Terima Miliaran Rupiah dari Proyek STNK dan BPKB

Posted: 31 May 2013 12:48 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Bendahara Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara RI Komisaris Legimo mengaku pernah diperintah atasannya, Inspektur Jenderal Djoko Susilo untuk mengambil uang dari PT Pura Group yang berkantor di Kudus, Jawa Tengah. Uang yang nilainya miliaran rupiah tersebut berkaitan dengan proyek pengadaan blangko STNK dan BPKB di Korlantas Polri.

PT Pura Group pernah bekerja sama dengan rekanan Polri mengadakan blangko STNK dan BPKB serta material untuk SIM tahun 2008 dan 2009.  "Saya pernah menuju PT Pura di Kudus, ada perintah untuk mengambil uang dari PT Pura," kata Legimo saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM dengan terdakwa Djoko Susilo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (31/5/2013).

Legimo menjawab pertanyaan majelis hakim Tipikor yang memintanya menguraikan uang-uang yang diterima Djoko. Legimo menuturkan, uang dari PT Pura tersebut bukan hanya satu kali diberikan. "Ada yang nilainya 3 (Rp 3 miliar), ada 3,5 (Rp 3,5 miliar)," tambahnya.

Ketika itu, Legimo berangkat berdua dengan anggota stafnya untuk mengambil uang dari PT Pura di Kudus. Dari Jakarta ke Semarang, Jawa Tengah, ia naik pesawat yang biayanya ditanggung PT Pura.

"Dari Semarang, sudah dijemput PT Pura untuk menuju Kudus," kata Legimo.

Sesampainya di kantor perusahaan tersebut, ia mengambil uang yang ditempatkan dalam 7 hingga 10 dus kecil. Selanjutnya, Legimo kembali ke Jakarta melalui perjalanan darat dengan diantar pihak PT Pura. "Kita simpan dulu (uangnya) karena sampainya subuh," tuturnya.

Uang tersebut, menurut Legimo, kemudian diserahkanya kepada Djoko Susilo. Semula Legimo mengaku tidak tahu terkait apa uang ini diberikan. Namun, saat dikonfirmasi tim jaksa penuntut umum mengenai keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP), ia mengakui kalau penyerahan uang itu berkaitan dengan pengadaan material STNK dan BPKB. Penyerahan uang ini, dikoordinasi oleh Budi Susanto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA).

Ada sejumlah perusahaan yang ikut menyumbangkan uang untuk Djoko, di antaranya, PT Jasindo dan PT Sumber Cakung. "Itu adalah yang dikoordinasi Budi Susanto. Jadi, untuk penerimaan dan pengiriman dana kepada saya, hasil koordinasi perusahaan-perusahaan tersebut," ungkapnya.

Pemberian uang itu, diakui Legimo, dilakukan secara rutin, selama empat kali dalam setahun dimulai pada 2009.

Editor : Heru Margianto

No comments:

Post a Comment