KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


JK: Indonesia Siap Dipimpin Presiden Non-Jawa

Posted: 12 Jan 2013 08:44 AM PST

JK: Indonesia Siap Dipimpin Presiden Non-Jawa

Penulis : Kontributor Singapura, Ericssen | Sabtu, 12 Januari 2013 | 23:35 WIB

SINGAPURA, KOMPAS.com - Dalam wawancara yang dilakukan dengan harian Straits Times, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan Indonesia siap dipimpin Presiden non-Jawa. Keberhasilan Ahok terpilih sebagai Wagub DKI merupakan suatu kemajuan yang pesat.

JK menyadari kemenangan Ahok masih terbatas di Jakarta dan tentu saja perlu waktu bagi seluruh rakyat Indonesia untuk benar-benar siap dipimpin Presiden non-Jawa. Namun, JK tetap menyuarakan keoptimistisannya.

"Saya percaya hanya sekitar 30 persen penduduk Indonesia yang benar-benar berpikir bahwa Presiden haruslah berasal dari suku Jawa," jelas JK.

JK juga menceritakan mengenai latar belakang keluarganya di mana istrinya berasal dari Padang dan 3 anaknya menikah dengan suku Jawa. "Yang paling penting kita semua adalah bangsa Indonesia yang bersatu," tambah JK.

Wawancara dilakukan di sela-sela kunjungan JK ke Singapura, Kamis (10/1/2013). JK diundang sebagai pembicara utama forum tahunan Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) di mana dia diminta untuk menyampaikan pandangannya mengenai kondisi regional Asia Tenggara.

Ditanya apakah akan maju atau tidak untuk Pilpres 2014, JK menjawab dengan diplomatis. "Saya tidak mengincar kursi presiden, yang paling utama adalah bagaimana saya terus dapat berpartisipasi untuk menciptakan Indonesia yang jauh lebih baik".

Namun JK juga menambahkan kursi presiden tentu saja akan membantunya untuk menjalankan visi dan misi yang ada. "Saya selalu siap jika rakyat membutuhkan saya, kita lihat saja perkembangan politik dalam beberapa bulan ke depan."

Ditanya mengenai umurnya yang akan mencapai 72 tahun depan, JK menegaskan bahwa umur bukanlah isu, yang paling penting adalah akhlak, track record, dan prestasi. JK juga melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Lee Hsien Loong. Pertemuan mereka membahas mengenai perkembangan kondisi di Indonesia.

Editor :

Aloysius Gonsaga Angi Ebo

PKB: Elektabilitas Rhoma Masih Perlu Diukur

Posted: 12 Jan 2013 08:13 AM PST

PKB: Elektabilitas Rhoma Masih Perlu Diukur

Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim | Sabtu, 12 Januari 2013 | 22:51 WIB

KEDIRI, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Helmy Faishal Zaini mengatakan, figur Rhoma Irama memang cukup populer dibanding dengan beberapa nama calon presiden lainnya yang tengah dijaring oleh PKB. Namun demikian, kata politikus yang juga Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal ini, pihaknya masih akan melakukan beberapa tahapan pengujian terhadap Rhoma untuk dapat diterima dalam mekanisme pemilihan presiden secara langsung ini.

"Popularitas, daya terima, serta daya pilih tentunya harus berbanding lurus. Itu yang sedang kami ukur," kata Helmy saat berkunjung ke Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Sabtu (12/1/2013).

Ia tidak menampik bahwa popularitas yang telah dimiliki musisi bergelar "Raja Dangdut" itu cukup besar di masyarakat. Namun demikian hal tersebut belum cukup untuk menjadi modal untuk dapat terpilih.

"Makanya kami terus mengajak bang haji Rhoma Irama mengunjungi beberapa daerah untuk mengetahui tingkat penerimaan dari masyarakat," imbuh Helmy.

Terkait pro-kontra pencalonan Rhoma Irama, kata Helmy, adalah dinamika politik. Hal tersebut juga terjadi pada pemilukada.

Sementara itu Rhoma Irama menyatakan keyakinannya menjadi calon presiden pada 2014 nanti. Hal itu menurutnya setelah melihat tingginya animo masyarakat hasil dari kunjungannya ke beberapa daerah.

"Alhamdulillah dari kunjungan beberapa daerah, responnya positif," kata Rhoma.

PAN Tegaskan Sikap Inklusif

Posted: 12 Jan 2013 04:20 AM PST

PAN Tegaskan Sikap Inklusif

Penulis : Josie Susilo Hardianto | Sabtu, 12 Januari 2013 | 18:53 WIB

JAYAPURA, KOMPAS.com - Perayaan Natal bersama yang bakal digelar Partai Amanat Nasional (PAN), Minggu petang di Jayapura, Papua menegaskan sikap inklusif partai berlambang matahari itu . Ditemui Sabtu (12/1) sore di Jayapura, Ketua DPP PAN Bara Hasibuan mengatakan, perayaan Natal bersama itu merupakan yang pertama kali digelar oleh PAN sejak partai itu didirikan.

Ia mengatakan, langkah itu merupakan bagian dari cerminan ideologi partai yaitu Pancasila. Selain itu, ia mengungkapkan mengapa Papua dipilih sebagai tempat perayaan karena di wilayah itu masih dibelenggu oleh konflik dan berbagai persoalan ketidakadilan.

PAN, melalui perayaan bersama itu, tutur Bara Hasibuan, ingin menjadi bagian dari upaya membawa pesan damai di Tanah Papua. PAN, ungkap Bara, ingin merangkul setiap orang tanpa memperhitungkan latar belakang golongan, suku, atau agama mereka.

Partai itu ingin menjadi wadah aspirasi setiap warga negara. Direncanakan perhelatan itu akan digelar di Gedung Olah Raga Cendrawasih, Jayapura dan akan dihadiri oleh Ketua Umum PAN Hatta Rajasa.

Kisruh Komnas HAM, Koalisi LSM Surati DPR

Posted: 12 Jan 2013 03:48 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi untuk Hak Asasi Manusia yang terdiri dari sejumlah LSM penggiat HAM akan segera menyurati Komisi III DPR. Surat mereka tersebut berisi mengenai pemangkasan masa jabatan ketua Komnas HAM dari 2,5 tahun menjadi satu tahun. Sembilan dari tiga belas komisioner Komnas HAM yang dibentuk komisi III DPR menyetujui pemangkasan masa jabatan ketua Komnas HAM.

"Kita akan menyurati DPR termasuk tim pansel karena mereka yang mengolah ini. Mereka yang menggoreng ini (13 komisioner Komnas HAM)," ujar Koordinator Kontras Haris Azhar dalam jumpa pers di kantornya, Sabtu (12/1/2012).

Menurut Haris, DPR adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas kebijakan komisioner Komnas HAM. Pasalnya, kebijakan perubahan masa jabatan ketua Komnas HAM terjadi tidak lama setelah komisioner Komnas terpilih. Menurutnya, DPR harus memanggil Komnas HAM.

DPR, menurutnya, berwenang mendesak Komnas HAM mencabut keputusan tersebut. "Buat kami aturan itu harus dicabut atau dibatalkan. Kalau mereka tidak membatalkan, ada banyak gerakan sipil yang menghambat mereka yang berdatangan ke sana," tandasnya.

Haris mengatakan, gerakan tersebut sebagai langkah awal agar Komnas HAM mencabut keputusannya. Gerakan itu, terangnya, dapat berbentuk audiensi, siaran pers, demonstrasi, dan sebagainya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, mengatakan, Komnas HAM harus berfokus pada agenda-agenda besar penuntasan berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu dan sekarang. Hal itu ditujukan agar Komnas HAM dapat menjalankan mandat untuk memajukan dan melindungi HAM.

"Selama tiga kepemimpinan terakhir, Komnas HAM diacuhkan pemerintah," sindir Poengky.

Sebelumnya, Komisi III DPR memilih 13 nama melalui pemungutan suara. Mereka adalah Sandrayati Moniaga, Maneger Nasution, Natalius Pigai, Otto Nur Abdullah, Ansori Sinungan, Muhammad Nurkhoiron, M. Indadun Rahmat, Siane Indriani, Roichatul Aswidah, Hafid Abbas, Siti Noor Laila,Dianto Bachriadi dan Nur Kholis.

Sementara itu, pihak yang menyetujui pemangkasan masa jabatan ketua Komnas HAM adalah Nurcholis, Hafid Abbas, Dianto Bachriadi, Natalius Pigai, Siti Nor Laila, Sianne Indriani, Imdadun Rahmat, Meneger Nasution, Ansori Sinungan. Mereka disebut juga sebagai Kelompok Sembilan.

Lanskap Baru Politik 2014

Posted: 12 Jan 2013 03:17 AM PST

Muhammad Qodari 

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil rapat pleno KPU soal verifikasi faktual parpol peserta Pemilu 2014 diperkirakan meloloskan 10 partai dari 34 yang mendaftar ke KPU (Kompas, 8/1). Ke-10 partai itu adalah PAN, Demokrat, PDI-P, Hanura, Gerindra, Partai Golkar, PKB, PKS, PPP, dan Nasdem.

Bagi yang optimistis, lolosnya 10 parpol untuk Pemilu 2014 membuka lanskap baru politik Indonesia ke depan. Lanskap pertama, harapan bahwa pilihan masyarakat akan lebih berkualitas karena jumlah partai jauh lebih sedikit daripada sebelumnya. Bandingkan jumlah parpol peserta Pemilu 2014 dengan Pemilu 1999 yang 48 parpol, 2004 (24), dan 2009 (38).

Pilihan yang sedikit ini diharapkan kondusif untuk masyarakat membuat pilihan berkualitas. Apalagi 9 dari 10 parpol yang lolos adalah partai lama yang sudah dikenal kiprahnya, baik di legislatif, eksekutif, di media, maupun di masyarakat. Jadi, masyarakat punya catatan tentang kinerja mereka. Pemilu 2014 akan menjadi hari penilaian bagi parpol-parpol tersebut.

Harapan yang lebih berkualitas juga diharapkan terjadi untuk level calon anggota legislatif (caleg). Berkurangnya jumlah partai secara signifikan secara dramatis juga mengurangi jumlah caleg.

Lanskap berikutnya, kemungkinan perubahan wajah politik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Saat ini terjadi perbedaan situasi antara konstelasi politik di pusat (DPR) dan di daerah (DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota). Jika di pusat hanya ada 9 partai politik, di daerah jumlah parpol jauh lebih banyak sehingga lebih "hiruk-pikuk". Di DPRD 2009, jumlah parpol lebih banyak sebagai kombinasi dari tiadanya ambang batas parlemen untuk masuk DPRD dan jumlah peserta pemilu 38 parpol. Akibat tak ada ambang batas parlemen untuk DPRD, tak ada kursi DPRD yang "hangus" seperti terjadi di DPR.

Pasca-keputusan Mahkamah Konstitusi, aturan Pemilu 2014 hanya memberlakukan ambang batas di tingkat nasional seperti pada 2009 (sebelum keputusan itu ambang batas juga berlaku di tingkat daerah). Namun, dengan jumlah peserta pemilu yang hanya 10 parpol, jumlah parpol di DPRD juga tidak akan lebih dari 10. Ini membuat komposisi parpol di DPRD kurang lebih akan sama dengan DPR. Perbedaannya pada posisi dan jumlah kursi sesuai daerah masing-masing.

Skeptisisme

Jika analisis di atas menampilkan kemungkinan perubahan dan harapan pada Pemilu 2014, bagian berikut menampilkan kekhawatiran dan skeptisisme. Skeptisisme pertama adalah kinerja DPR hasil Pemilu 2014. Disinyalir salah satu sebab rendahnya produktivitas legislasi DPR akibat jumlah partai dan fraksi yang terlalu banyak di Senayan.

Salah satu solusinya mengurangi jumlah partai dan fraksi di DPR dengan ambang batas parlemen. Namun, ambang batas 3 persen yang ditetapkan untuk Pemilu 2014 (naik 0,5 persen dibanding Pemilu 2009) diduga tidak akan mampu mengurangi jumlah parpol di DPR secara signifikan. Bahkan, bukan mustahil jumlah parpol di DPR justru naik dari 9 ke 10 parpol, dengan asumsi 9 partai lama dan satu partai baru (Nasdem) semua mendapat suara di atas ambang batas. Kemungkinan ini besar karena Hanura sebagai partai "bontot" dalam Pemilu 2009 meraih suara di atas 3 persen pada pemilu itu. Sementara Nasdem telah menembus suara di atas 3 persen dalam aneka survei akhir-akhir ini.

Skeptisisme berikutnya soal wajah politik nasional Indonesia secara umum di masa yang akan datang. Mafhum diketahui banyaknya kekecewaan masyarakat terhadap kinerja parpol, politisi, dan aneka lembaga pemerintahan. Kenyataan bahwa 9 dari 10 parpol yang lolos pemilu adalah partai lama dapat ditafsirkan: wajah politik Indonesia ke depan tidak akan berubah banyak karena aktornya secara garis besar yang itu-itu saja. Termasuk peta calon presiden yang notabene akan keluar dari parpol-parpol tersebut di atas.

Sekarang, bagaimana cara menjawab potensi kekecewaan tersebut di atas? Soal ambang batas tidak mungkin diubah. Karena itu, harus diterima kemungkinan jumlah parpol di DPR tetap 9 atau malah jadi 10. Berdasarkan pengalaman pemilu di era Reformasi, memang angka ambang batas yang bisa memangkas jumlah parpol di DPR adalah minimal 5 persen. Solusinya adalah memperbaiki mekanisme pembahasan UU di DPR dan di tiap parpol agar target legislasi dapat tercapai.

Adapun solusi kekecewaan terhadap parpol di masa depan secara inheren terkandung dalam mekanisme demokrasi itu sendiri. Dalam demokrasi diharapkan terjadi proses reward and punishment (hadiah dan hukuman) dari masyarakat terhadap peserta pemilu dan selanjutnya proses belajar dan memperbaiki diri dari para peserta pemilu itu terhadap kesalahannya. Saya meyakini mekanisme hadiah dan hukuman itu berlaku dalam politik Indonesia. Buktinya PDI-P yang menang Pemilu 1999 bisa kalah di 2004, sedangkan Partai Golkar yang menang di 2004 kalah di 2009, sementara hasil survei menunjukkan dukungan terhadap Demokrat yang menang Pemilu 2009 turun.

Tentang calon presiden 2014, ada tiga langkah untuk memunculkan alternatif wajah calon pemimpin nasional. Pertama, menurunkan aturan presidential threshold (ambang batas capres) Pemilu 2009 yang mencapai 20 persen suara dan/atau 25 persen kursi. Pilihan yang mudah adalah "menyamakan"-nya dengan ambang batas parlemen, yakni 3 persen, untuk mengajukan pasangan calon sendiri. Namun, melihat pengalaman politik selama ini, agaknya angka itu akan bertemu di tengah, yaitu di rentang 10 persen-15 persen. Kedua, partai membuka kesempatan kepada tokoh-tokoh muda untuk tampil sebagai calon. Ketiga, partai membuka pintu bagi tokoh-tokoh di luar partai.

Agamis vs nasionalis

Lepas dari harapan dan skeptisisme terhadap calon peserta Pemilu 2014, jumlah peserta yang 10 sebetulnya kian mendekati opini masyarakat. Paling tidak ini terungkap dari hasil berbagai survei, di antaranya survei oleh Indo Barometer pada Juni 2008 dan Agustus 2010.

Secara ideologi, 10 partai peserta pemilu juga cukup mencerminkan konstruksi ideologi parpol di Indonesia yang kerap dibagi dalam dua spektrum. Untuk spektrum partai agamis/berbasis massa agama versus nasionalis/sekuler, ke-10 partai itu dapat dibagi dalam partai agamis (PKS, PPP, PAN, PKB) dan nasionalis (PDI-P, Partai Golkar, Partai Demokrat, Gerindra, Hanura, Nasdem).

Dalam spektrum partai agamis, ada dua subspektrum, yakni agamis Islam dan Kristen. Subspektrum agamis Islam bisa dibagi lagi dalam sub-subspektrum agamis Islam modernis dan agamis Islam tradisionalis. Adapun yang hilang dalam 10 parpol peserta Pemilu 2014 adalah wakil dari subspektrum agamis Kristen.

Sementara untuk spektrum partai nasionalis, dapat dibagi lagi dalam subspektrum kanan/developmentalis versus kiri/ populis. Tentu penggolongan ini relatif dan dapat diperdebatkan. Akan tetapi, pesannya adalah: walau jumlah partai peserta pemilu menurun jauh dibandingkan 2009, sebetulnya cukup mewakili spektrum ideologi politik yang ada.

Muhammad Qodari Direktur Eksekutif Indo Barometer

Ada Kepentingan Politis Kelompok 9 Komnas HAM

Posted: 12 Jan 2013 02:46 AM PST

Ada Kepentingan Politis Kelompok 9 Komnas HAM

Penulis : Edna C Pattisina | Sabtu, 12 Januari 2013 | 17:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketidakmampuan Komnas HAM memberikan argumen akan dipotongnya masa jabatan Ketua Komnas HAM dari 2.5 tahun menjadi 1 tahun menimbulkan pertanyaan besar. Pasalnya, perubahan ini memiliki konsekuensi panjang.

Hal ini disampaikan Koalisi untuk HAM dalam konferensi pers, Sabtu (12/1/2013). Poengky Indarti menceritakan, dalam pertemuan sehari sebelumnya dengan Komnas HAM, didapat data bahwa ada 9 komisioner Komnas HAM yang berkeras agar masa jabatan ketua diperpendek jadi 1 tahun. Sayangnya, hingga akhir pertemuan tiga jam, tidak ada penjelasan logis atas keputusan itu.

"Hal ini menimbulan pertanyaan besar," kata pengacara Lamria Sinaga. Menurutnya, pertimbangan kolektif kolegial tidak bisa diterima. Pasalnya, justru dengan kolektif kolegial ini berarti keputusan dan kebijakan diambil bersama.

Zaenal Abidin mengatakan, sebaiknya Komnas HAM mencabut perubahan itu. Perubahan tata tertib akan membuat Komnas HAM tidak efektif dalam bekerja. Tidak nalarnya keputusan itu menimbulkan dugaan ada agenda untuk menjadikan Komnas HAM alat tawar menawar politik. "Apalagi ada capres 2014 yang juga penjahat korporasi dan lainnya terkait HAM," kata Khalisa Khalid dari Walhi.

Komnas HAM, Keluarkan Daftar Capres dan Caleg Penjahat Kemanusiaan

Posted: 12 Jan 2013 02:46 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Ashar mengatakan, Komnas HAM harus mengeluarkan daftar capres dan caleg yang termasuk penjahat kemanusiaan. Hal itu bertujuan agar Komisi Pemilihan Umum selektif dalam meloloskan capres dari parpol tertentu.

"KPU itu kan menerima capres dan caleg dari parpol. Komnas HAM seharusnya mengeluarkan checklist capres dan caleg yang termasuk pelanggar HAM, baik ringan maupun berat," kata Haris di kantornya, Jakarta, Sabtu (12/1/2013).

Haris menjelaskan, daftar itu berguna agar politisi busuk tidak dapat mencalonkan dirinya lagi pada Pemilu 2014. Menurutnya, Komnas HAM memiliki kewenangan untuk merinci daftar politikus yang pernah melanggar HAM. Pelanggaran HAM tersebut, terangnya, tidak hanya sebatas kejahatan militeristik, namun juga korporasi.

"Bayangkan kalau setengah direksi Lapindo mencalegkan diri. Implikasinya akan sampai menghambat demokrasi. Selain itu, akan memuluskan rezim totalitarian di Indonesia," tandasnya.

Ia menambahkan, beberapa capres dari kalangan militer akan terganjal oleh hal ini. Salah satu contohnya adalah capres dari Gerindra, Prabowo Subianto, yang mendalangi penculikan aktivis 97/98 dan kerusuhan Mei 98.

Selain Prabowo, nama capres dari Hanura yaitu Wiranto tidak dapat dilepaskan dari pelanggaran HAM berat. Wiranto, menurutnya, bertanggung jawab atas peristiwa Semanggi I dan II, dan Timor Leste.

Selain itu, capres dari Golkar yaitu Aburizal Bakrie atau Ical juga tidak dapat dilepaskan dari pelanggaran HAM. Ical, menurutnya, bertanggung jawab atas luapan lumpur Lapindo. "Kalau rezimnya berubah buruk, Komnas HAM makin sulit. Makin mentok, keluarkan mandat," pungkas Haris.

Pembelaan Adik untuk Andi Mallarangeng ...

Posted: 12 Jan 2013 02:15 AM PST

Pembelaan Adik untuk Andi Mallarangeng ...

JAKARTA, KOMPAS.com - Raut muka Andi Rizal Mallarangeng sedikit menegang ketika menceritakan curhat keponakannya, Gemilang Zul Mallarangeng, yang rekeningnya diblokir atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi. Gemilang alias Gilang adalah putra mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng, tersangka kasus dugaan korupsi proyek kompleks olahraga terpadu di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

"Bagi Gilang, KPK sudah seperti Kopkamtib (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban)," ujar Rizal sembari menatap jurnalis dan kamera di ruangan yang biasa menjadi tempat diskusi di Freedom Institute, Kamis (10/1) petang. Kopkamtib adalah lembaga yang ditakuti pada masa Orde Baru karena bisa menangkap orang secara sewenang-wenang.

Sejak kakaknya jadi tersangka, Rizal memang rutin menggelar jumpa pers di Freedom Institute. Dia gelar jumpa pers setiap Jumat untuk membedah apa yang dia sebut sebagai misteri skandal Hambalang. Minggu ini, dia memilih Kamis karena Jumat, Andi diperiksa KPK.

Ada yang istimewa Kamis kemarin, karena Rizal pertama kali hadir di Freedom Institute bersama kakaknya, Andi. Itu pula yang diburu wartawan sehingga tak beranjak dari ruangan yang suhunya bertambah dingin karena hujan mulai turun di luar. Selain Rizal, Andi didampingi dua pengacaranya, Harry Ponto dan Ifdhal Kasim.

Rizal yang mendapat giliran terakhir bicara menyiapkan bahan untuk wartawan. Bahan itulah yang dia presentasikan. Bahan presentasi Rizal dikemas cantik, dicetak berwarna dan dijilid bagus. Di layar, Rizal tinggal menjelaskan apa yang telah dibagikan kepada wartawan.

Ada pertanyaan apakah langkah KPK sudah benar. Juga pertanyaan bernada prihatin, kenapa Andi terus dipojokkan, sementara pelaku kakap dan guritanya dibiarkan begitu saja.

Bicara pelaku "kakap" dan "gurita" dari misteri skandal Hambalang, presentasi Rizal disertai grafis dengan foto sejumlah orang, antara lain Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan Deputi Menteri Negara BUMN Muchayat, Wakil Sekretaris Bidang Pemuda dan Olahraga DPP Partai Demokrat Munadi Herlambang, mantan Direktur Operasi I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noer, Direktur Utama Machfud Suroso. Ada tanda panah di antara foto-foto itu, yang dimaksudkan sebagai dugaan soal hubungan yang terjadi.

Foto Muchayat, misalnya, diletakkan di atas foto Munadi yang merupakan anaknya. Foto Muchayat juga disertai penjelasan sebagai Deputi Menteri BUMN yang membawahi PT Adhi Karya dan Wijaya Karya, dua BUMN yang mengerjakan proyek Hambalang. Ada tanda panah dari Muchayat ke Anas. Ada tertulis keterangan Rp 100 miliar kas ke kongres (Demokrat) Bandung. Tulisan di bawahnya, "Tanyakan ke Nazaruddin (Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat), benar atau tidak?" Ada juga pertanyaan di halaman bergambar foto-foto itu. "Kenapa KPK tidak menelusuri info penting ini?"

Yang lebih mengejutkan dari bahan yang disiapkan oleh tim Elang Hitam itu adalah tudingan KPK salah sangka atau dapat informasi tidak benar. Di bahan presentasi ditulis kemungkinan dugaan KPK, antara lain, Andi membeli apartemen Rp 3,5 miliar, punya saham di bursa efek Rp 8 miliar, hingga sekretaris pribadinya (Iim Rohimah) punya rekening Rp 15 miliar.

Namun, selama ini KPK tak pernah menyatakan soal dugaan-dugaan terhadap Andi tersebut. KPK malah tak sekali pun mengungkap identitas seseorang yang memiliki rekening mencurigakan. Ternyata di bahan presentasi ada kliping berita sebuah koran. Koran itu menulis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendeteksi aliran dana dari sumber tak jelas untuk Andi dan istrinya. Bukan KPK, tetapi PPATK.

Rizal juga mengakui, misteri Hambalang terungkap berkat kicauan Nazaruddin. Malah di bahan presentasinya, ada tulisan agar dugaan soal aliran dana ke kongres Partai Demokrat ditanyakan kepada Nazaruddin. Tetapi, tak ada grafis dengan gambar adik Rizal, Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel, yang pernah disebut Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. KPK juga sudah mencegahnya pergi ke luar negeri.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang

No comments:

Post a Comment