KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Panitia Duga Ada yang Intervensi Kongres HMI

Posted: 24 Mar 2013 03:38 PM PDT

Panitia Duga Ada yang Intervensi Kongres HMI

Penulis : R. Adhi Kusumaputra | Minggu, 24 Maret 2013 | 22:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Pelaksana Kongres ke-28 HMI menduga kuat ada intervensi salah satu partai politik pada pelaksanaan acara.

"Meskipun sudah berjalan selama sembilan hari atau sudah lewat empat hari dari waktu yang ditentukan, agenda Kongres HMI masih berkutat pada sidang pleno dua yang membahas Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) PBHMI," kata Ketua Pelaksana Nasional Kongres ke-28 HMI, Muhammad Chairul Basyar dalam siaran persnya, Minggu (24/3/2013) malam.

"Kami berhadapan dengan deadlock karena pelaksanaan sidang sudah lebih dari empat hari dari waktu yang ditentukan. Dalam sembilan hari pelaksanaan Kongres, kami baru sampai pada tahap pembahasan LPJ PBHMI yang belum juga terlaksana," ujar Chairul Basyar.

Menurut Ilung, panggilan akrab Chairul Basyar, panitia menduga kuat ada campur tangan salah satu parpol dalam pelaksanaan kongres tersebut. Dugaan kuat itu berdasarkan pada bukti-bukti bahwa kader parpol turut bermain dalam pengacauan kongres yang sudah berlangsung sejak Jumat (15/3/2013). Campur tangan para tokoh parpol dan juga alumni organisasi itu dinilai sudah sangat berlebihan.

Dijelaskan, pada Jumat 22 Maret, beberapa ketua umum Badan Koordinasi (BADKO) HMI, Presidium Sidang, Majelis Pengawas dan Konsultasi (MPK) PBHMI bertemu dengan Akbar Tanjung, mantan Ketua Umum Gokar dan salah satu Ketua Presidium KAHMI, di kediamannya. Hadir dalam pertemuan tersebut Taufik Hidayat Presidium Nasional KAHMI dan yang juga anggota DPR RI dari Partai Golkar.
 
Sebagai kader HMI, Ilung mengatakan, panitia bersama para anggota lain yang aktif akan melawan kepentingan-kepentingan tersebut. 

Gerindra: Belum Perlu Demo Besar-besaran

Posted: 24 Mar 2013 03:31 PM PDT

Gerindra: Belum Perlu Demo Besar-besaran

Penulis : Sandro Gatra | Minggu, 24 Maret 2013 | 22:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai oposisi, Partai Gerindra tak akan terlibat dalam aksi yang dilakukan Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI). Partai Gerindra menganggap aksi pengulingan pemerintahan belum perlu dilakukan.

"Bagi Gerindra, demo besar-besaran belum perlu dilakukan sekarang. Masih harus menunggu momentum yang tepat. Gerindra tidak akan ikut-ikutan turun ke jalan," kata Anggota Dewan Pembina Gerindra Martin Hutabarat di Jakarta, Minggu ( 24/3/2013 ).

Martin mengatakan, pihaknya akan turun ke jalan seperti aksi 1998 jika demokrasi tersendat. Saat ini, kata dia, demokrasi tetap berjalan. Berbagai kalangan seperti DPR, pers, mahasiswa, buruh, lembaga swadaya masyarakat, dan elemen lain bebas mengeluarkan pendapat.

Hanya saja, Martin menilai kualitas demokrasi masih rendah. Demokrasi saat ini, kata dia, seolah-olah berjarak dengan kepentingan rakyat. "Meski demikian, Gerindra tetap menghormati hak warga untuk menyuarakan pendapatnya, termasuk demo besok. Hanya saja, kita mengingatkan agar demo jangan sampai anarkis yang akhirnya merugikan kita semua," pungkas anggota Komisi III DPR itu.

Seperti diberitakan, MKRI tetap akan memulai aksi pada Senin ( 25/3/2013 ). MKRI akan melakukan aksi serentak di 25 provinsi. Untuk di Jakarta, aksi akan dilakukan di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jalan Diponegoro, Jakarta, pukul 11.00 WIB.

Aksi Senin besok merupakan deklarasi gerakan MKRI yang dipimpin Ratna Sarumpaet. Tujuan mereka, yakni menggulingkan pemerintahan SBY-Boediono sebelum Pemilu 2014 . Setelah itu, mereka akan membentuk pemerintahan transisi dengan menunjuk tokoh-tokoh tertentu untuk menjalankan pemerintahan sementara.

Selama transisi, mereka akan merubah peraturan perundang-undangan hingga menyiapkan pemilu. Akhirnya, terbentuk pemerintahan baru. Setelah deklarasi Senin besok, mereka menyebut akan menyosialisasikan gerakan tersebut ke masyarakat.

Editor :

Erlangga Djumena

Ke Eropa, Komisi III Akan Habiskan Rp 6,5 Miliar

Posted: 24 Mar 2013 03:23 PM PDT

Ke Eropa, Komisi III Akan Habiskan Rp 6,5 Miliar

Penulis : Sandro Gatra | Minggu, 24 Maret 2013 | 22:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat akan kembali ke keluar negeri. Kini, mereka berencana berkunjung ke empat negara Eropa, yakni Rusia, Inggris, Perancis, dan Belanda. Alasannya, studi banding dalam rangka penyusunan RUU Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Uchok Sky Khadafi Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA mengatakan, jika kunjungan ke empat negara di Eropa direalisasikan, Komisi III DPR akan menghabiskan uang negara sekitar Rp 6,5 Miliar. Angka itu dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Keuangaan Nomor 37/PMK. 02/2012 Tentang Standar Biaya Tahun 2013 . "Kami meminta Komisi III membatalkan perjalanan dinas itu," kata Uchok di Jakarta, Minggu ( 24/3/2013 ).

Uchok merinci, biaya ke Prancis dengan asumsi 13 anggota Dewan ditambah 2 staf dibutuhkan dana sebesar Rp 1.673.226.000 . Untuk ke Rusia sebesar Rp 1.595.043.000 , ke Belanda Rp 1.330.695.000 , dan ke Inggris Rp 1.907.154.000 .

Uchok mempertanyakan tujuan yang disampaikan pihak Komisi III bahwa ingin mencari tahu perihal sejumlah pasal kontroversial, mulai dari soal santet hingga penyadapan. Jika ingin membuat aturan yang berdasarkan Pancasila, budaya, dan karakter bangsa sendiri, kata Uchok, seharusnya tidak lagi meniru aturan hukum negara lain.

"Jadi untuk apa ke luar negeri? Jangan- jangan perjalanan ke luar negeri hanya mencari argumentasi untuk mempreteli kewenangan KPK dalam penyadapan. Sekali lagi, jika DPR menghapuskan pasal terkait penyadapan yang dimiliki oleh KPK, berarti DPR sedang melakukan penghianatan kepada rakyat," pungkas Uchok.

Editor :

Erlangga Djumena

Kontras: Polisi Juga Harus Bertanggung Jawab

Posted: 24 Mar 2013 03:20 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, menilai Kepolisian Daerah Yogyakarta harus ikut bertanggung jawab atas kasus penyerangan tahanan Polda yang dititipkan ke Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman. Pasalnya, para tahanan tersebut adalah titipan Polda dan belum berstatus terpidana.

"Polisi harus dimintai pertanggungjawaban. Kenapa polisi bawa empat orang korban itu ke Lapas," kata Haris saat memberikan keterangan pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Minggu (24/3/2013).

Menurut Haris, dari pengalamannya menjadi pegiat hukum dan HAM, hampir muskil terjadi pelimpahan tahanan dalam tempo 3-4 hari setelah diamankan. Yang kerap terjadi adalah pelimpahan tahanan dari kejaksaan bila ruang tahanan kejaksaan penuh. Haris menjelaskan, dia telah mengumpulkan data lapangan terkait peristiwa penyerangan yang menewaskan empat tahanan. Namun, dia sulit mendapatkan keterangan resmi dari Polda terkait pemindahan tahanan dari rutan Polda ke LP Cebongan.

"Saya coba hubungi petinggi Polda DIY tapi tidak berhasil. Akhirnya saya cuma dapat keterangan dari seorang Kanit, katanya mereka (polda) akan back-up pengamanan," ujar Haris.

Ke-11 tahanan terkait kasus tewasnya seorang anggota TNI di Hugo's Cafe Maguwoharjo, Sleman, pada Selasa (19/3/2013) kemudian dipindahkan ke LP Cebongan, Sleman pada Jumat (22/3/2013) pagi. Pada dini hari berikutnya, Sabtu (23/3/2013), terjadi penyerangan yang menewaskan empat dari 11 tahanan itu. Saat penyerangan terjadi, dari keterangan para saksi yang diperoleh Haris, tidak terlihat bantuan pengamanan kepolisian.

"Tapi, sampai malam penyerangan tidak ada back up polda," ungkap Haris.

Peneliti Elsam, Wahyudi, justru menduga ada sesuatu di balik pemindahan tahanan itu. Dia mensinyalir, polda mengkhawatirkan berulangnya peristiwa di Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, saat Mapolres diserang sejumlah oknum TNI.

"Dalam peristiwa di Cebongan, sepertinya mereka belajar dari kasus OKU, mungkin (pemindahan tahanan) untuk antisipasi hal-hal buruk, misalnya Rutan Polda dibakar," kata Wahyudi.

Dia beranggapan, proses hukum kasus Cebongan juga perlu mencakup investigasi pada internal kepolisian sendiri. Pasalnya, pemindahan tahanan dalam waktu singkat telah diketahui pihak luar yang kemudian melakukan penyerangan ke LP. Wahyudi menduga terjadi kebocoran informasi yang memungkinkan penyerang merencanakan aksi mereka dalam waktu singkat.

"Bagaimana penyerang tahu mereka (tahanan) dipindah ke sana (Cebongan)? Perlu ditelusuri jangan-jangan ada komunikasi atau tekanan antara polisi dengan penyerang sehingga mereka tahu tahanan dipindah ke Cebongan," ujar Wahyudi.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, empat orang tewas dalam peristiwa penyerangan di Lapas Cebongan pada Sabtu (23/3/2013) dini hari. Mereka adalah Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait. Keempat orang itu diketahui sebagai tahanan Polda DIY dalam kasus pembunuhan anggota TNI di Hugo's Cafe Maguwoharjo, Sleman, pada Selasa (19/3/2013) malam.

Berita terkait, baca :

PENYERANGAN DI LAPAS SLEMAN

Editor :

Hertanto Soebijoto

Tifatul: Demo Merusak, Masyarakat Tidak Akan Simpati

Posted: 24 Mar 2013 02:51 PM PDT

Tifatul: Demo Merusak, Masyarakat Tidak Akan Simpati

Minggu, 24 Maret 2013 | 21:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menkominfo Tifatul Sembiring mengatakan, demonstrasi yang bersifat merusak akan menghilangkan simpati masyarakat. Sehingga tujuan untuk mendapat dukungan publik tidak akan tercapai.

Hal ini diungkapkan Tifatul, terkait isu rencana demo Senin (25/3/2013) besok yang dimotori oleh Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI).

"Demonstrasi tidak dilarang dalam sistem demokrasi, asal jangan merusak. Selama dalam koridor dan aturan main silakan, itu hak warga negara," ujar Tifatul, Minggu (24/3/2013).

Tifatul menegaskan, setiap demo yang melanggar hukum tentu akan diproses sesuai aturan berlaku, yang penting tidak mengganggu ketertiban umum. "Saya tidak mau komentar soal kudeta, sudah banyak yang bicara mengenai itu. Tapi penting diingat bahwa demo yang merusak dan destruktif merupakan sinyal negatif bagi pelaku pasar. Yang akan rugi kita semua," tegas Tifatul.

Tifatul memahami bahwa menjelang tahun 2014, tentu suasana politik sedikit memanas, ada yang melakukan manuver-manuver politik untuk meraih dukungan, dan hal ini sesuatu yang wajar saja. "Kan enak dipandangnya, demo berlangsung, namun kegiatan masyarakat jalan, usaha jalan, pegawai tetap ngantor dan bekerja. Inilah indahnya demokrasi," ucap Tifatul.

Editor :

Erlangga Djumena

Survei LSN: Dahlan Iskan Calon Ketum Demokrat Teratas

Posted: 24 Mar 2013 02:35 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Survei Lembaga Survei Nasional (LSN) memunculkan nama Dahlan Iskan sebagai calon Ketua Umum Partai Demokrat. Dari 1.230 responden yang dimintai pendapat, Menteri BUMN ini mengantongi suara terbanyak, yakni 24,2 persen.

"Soal Ketum Demokrat, itu pertanyaan terselip ke responden. Itu kemudian muncul nama Dahlan Iskan," terang Direktur LSN Umar S Bakry seusai merilis hasil survei di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Minggu (24/3/2013).

Menurut Bakry, popularitas Dahlan di masyarakat cukup tinggi. Warga lebih melihat Dahlan sebagai sosok yang cukup baik, ketimbang pemberitaan buruk tentangnya. "Dahlan dipersepsikan sebagai orang yang sederhana, gesit, responsif, dan masif juga di media, popoluaritasnya tinggi. Jadi wajar," katanya.

Hasil survei yang cukup mengejutkan ini juga memunculkan nama Mahfud MD yang dianggap cocok sebagai pengganti Anas Urbaningrum. Mahfud berada di posisi kedua setelah Dahlan dengan suara 15,4 persen. "Mahfud juga tidak punya partai. Mahfud dan Dahlan pernah disebut-sebut layak, karena mereka bersih. Tapi itu spontan dari responden," terang Umar.

Pengambilan data survei ini dilakukan pada 1-15 Maret 2013 di 33 provinsi seluruh Indonesia. Nama calon Ketua Umum Demokrat pun muncul baik dari internal maupun eksternal partai.

Sementara istri Ketua Dewan Pembina PD Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Ani Yudhoyono berada di posisi tiga dengan 8,5 persen. Kemudian, berturut-turut dari posisi keempat diisi Ketua DPR Marzuki Alie (6,8 persen), Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo (4,9 persen), mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (3,5 persen), Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto (3,2 persen), Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman (2,4 persen), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik (1,9 persen), dan Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas (1,6 persen).

Adapun  posisi lima terbawah berturut-turut yakni Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin (1,4 persen), Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustopa (0,9 persen), Menteri Perdagangan Gita Wirjawan (0,2 persen), Menteri Koperasi Syarief Hassan (0,2 persen), dan Menteri Sekretaris Negara Dipo Alam (0,2 persen). Sementara 24,7 persen menjawab tidak tahu.

Menurut Umar, suara masyarakat dapat menjadi pertimbangan Demokrat, untuk kembali mendongkrak elektabilitas pada Pemilu 2014. "Carilah ketum yang terbaik, bukan yang terloyal terhadap Cikeas. Cari Ketum yang disukai masyarakat juga. Kalau nanti yang memilih Demokrat dalam Pemilu 2014 adalah orang-orang Cikeas, ya pilih orang Cikeas," ucapnya.

Seperti diberitakan, menyusul berhentinya Anas Urbaningrum dari posisi ketua umum Partai Demokrat, jabatan tersebut masih kosong hingga kini. Sementara pendaftaran calon sementara (DCS) untuk Pemilu 2014, khususnya untuk DPR, mengharuskan kehadiran ketua umum.

Partai Demokrat merencanakan menggelar KLB untuk mencari pengganti Anas dijadwalkan berlangsung di Bali pada 30-31 Maret 2013. Menurut jajaran Majelis Tinggi, proses pemilihan ketua umum akan berjalan musyawarah mufakat dengan mengakomodasi usulan SBY.

Editor :

Erlangga Djumena

Studi Banding ke Eropa, Komisi III Butuh Rp 6,5 Miliar

Posted: 24 Mar 2013 02:23 PM PDT

Studi Banding ke Eropa, Komisi III Butuh Rp 6,5 Miliar

Penulis : Sandro Gatra | Minggu, 24 Maret 2013 | 21:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat akan kembali ke keluar negeri. Kini, mereka berencana berkunjung ke empat negara Eropa, yakni Rusia, Inggris, Perancis, dan Belanda. Alasannya, studi banding dalam rangka penyusunan RUU Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Uchok Sky Khadafi Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA mengatakan, jika kunjungan ke empat negara di Eropa direalisasikan, Komisi III DPR akan menghabiskan uang negara sekitar Rp 6,5 miliar. Angka itu dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Keuangaan Nomor 37/PMK. 02/2012 Tentang Standar Biaya Tahun 2013 . "Kami meminta Komisi III membatalkan perjalanan dinas itu," kata Uchok di Jakarta, Minggu (24/3/2013).

Uchok merinci, biaya ke Perancis dengan asumsi 13 anggota Dewan ditambah dua staf dibutuhkan dana sebesar Rp 1.673.226.000 . Untuk ke Rusia sebesar Rp 1.595.043.000 , ke Belanda Rp 1.330.695.000 , dan ke Inggris Rp 1.907.154.000 .

Uchok mempertanyakan tujuan yang disampaikan pihak Komisi III bahwa ingin mencari tahu perihal sejumlah pasal kontroversial, mulai dari soal santet hingga penyadapan. Jika ingin membuat aturan yang berdasarkan Pancasila, budaya, dan karakter bangsa sendiri, kata Uchok, seharusnya tidak lagi meniru aturan hukum negara lain.

"Jadi untuk apa ke luar negeri? Jangan- jangan perjalanan ke luar negeri hanya mencari argumentasi untuk mempreteli kewenangan KPK dalam penyadapan. Sekali lagi, jika DPR menghapuskan pasal terkait penyadapan yang dimiliki oleh KPK, berarti DPR sedang melakukan pengkhianatan kepada rakyat," kata Uchok.

Editor :

Hertanto Soebijoto

Kasus Lapas Lebih Penting dari Isu Kudeta

Posted: 24 Mar 2013 01:35 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Program Imparsial, Al Araf, menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seharusnya memberikan perhatian serius pada kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Karena, perhatian tersebut hingga kini belum terlihat.

"Ini kasus kejahatan luar biasa. Bayangkan, orang yang di dalam penjara yang terlindungi saja bisa dibunuh, bagaimana masyarakat umum yang tanpa perlindungan bisa merasa aman," kata Al Araf dalam konferensi pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Minggu (24/3/2013).

Al Araf mengatakan, rasa aman merupakan unsur fundamental yang harus dijamin oleh negara bagi warganya. Karena itu, presiden seharusnya sudah memberikan perhatian lebih pada kasus penyerangan lapas dibandingkan urusan internal partai dan isu kudeta.

"Kami berharap presiden tidak sibuk dengan urusan isu kudeta dan internal partai (Demokrat)," kata Al Araf.

Menurut Al Araf, rasa aman adalah unsur yang membentuk dan menyatukan negara. Ketika warga tidak lagi merasa aman dalam kehidupan bermasyarakat, maka sudah seharusnya negara yang diwakili presiden bisa menunjukkan perhatian serius. Alih-alih memerhatikan perhatian pada kepentingan masyarakat umum, dalam pandangan Al Araf, presiden justru lebih mengedepankan isu kudeta dan masalah Partai Demokrat yang sifatnya lebih personal dan kelompok.

"Karena itu kami sangat mengecam sikap saat ini. Seharusnya presiden segera menyatakan sikap," kecam Al Araf.

Ia juga menilai dalih bahwa serangan dilakukan kelompok teroris atau kelompok preman khusus dinilainya terlalu mengada-ada. Sangat kecil korelasi antara lapas, empat korban penyerangan dengan terorisme atau preman dalam penilaian Al Araf. Ia justru menilai korelasi yang lebih dekat adalah kasus yang mengantar keempat korban ke lapas, yakni pembunuhan seorang anggota TNI di Hugo's Cafe, Yogyakarta.

"Harus ada motivasi yang terkait dengan peristiwa teroris, kecil sekali kemungkinan itu, hampir tidak ada korelasi antara korban dengan teroris atau preman," kata Al Araf.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, empat orang tewas dalam peristiwa penyerangan di Lapas Cebongan pada Sabtu (23/3/2013) dini hari. Mereka adalah Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait. Mereka diketahui sebagai tahanan Polda DIY dalam kasus pembunuhan anggota TNI di Hugo's Cafe Maguwoharjo, Sleman, pada Selasa (19/3/2013) malam.

Berita terkait, baca :

PENYERANGAN LAPAS DI SLEMAN

Editor :

Hertanto Soebijoto

No comments:

Post a Comment