KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


20 Anggota Fraksi Demokrat Belum Kembalikan Formulir Caleg

Posted: 19 Mar 2013 07:07 PM PDT

20 Anggota Fraksi Demokrat Belum Kembalikan Formulir Caleg

Penulis : Sabrina Asril | Rabu, 20 Maret 2013 | 02:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sebanyak 20 anggota Fraksi Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum mengembalikan formulir pencalonan sebagai anggota legislatif. Padahal, tenggat waktu penyusunan daftar calon anggota legislatif sementara (DCS) kurang dari satu bulan lagi.

"Ya, memang ada beberapa yang belum kembalikan formulir. Jumlahnya tidak banyak, paling hanya sekitar 20-an," ujar Ketua Satgas Penyeleksian Caleg DPR dari Partai Demokrat Agus Hermanto di kompleks Parlemen, Selasa (19/3/2013).

Agus menuturkan, dalam waktu kurang dari satu bulan ini diharapkan seluruh formulir sudah bisa dikumpulkan kepada Satgas hingga 9 April.

"Kalau ternyata pada tanggal 9 April dia tidak menyerahkan, tandanya tidak akan dicalonkan lagi," ucap Agus.

Ketua Komisi X DPR itu menyadari dari beberapa anggota dewan dari Fraksi Partai Demokrat memang ada yang berniat tidak mencalonkan diri lagi sebagai anggota dewan.

"Jumlahnya bisa sekitar 10 orang. Namun, untuk pastinya, kami harus menunggu sampai bulan depan. Semoga saja bisa terkumpul semua," ucap Agus.

Saat ini, Partai Demokrat tengah menyusun DCS yang wajib diberikan ke KPU pada tanggal 9 April 2013. Seluruh anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat diprioritaskan maju kembali dalam Pileg 2014.

Selain itu, Partai Demokrat juga membuka kesempatan bagi para calon eksternal yang ingin menjadi caleg dari Partai Demokrat. Agus mengaku optismistis DCS bisa selesai sebelum 9 April.

DCS itu, lanjutnya, juga sudah akan langsung ditandatangani ketua umum baru yang akan dipilih dalam Kongres Luar Biasa pada akhir Maret di Bali. Ketua umum baru, disebut Agus, tidak berwenang mengganti DCS yang sudah disusun.

Ketua Umum Demokrat Dilarang "Nyapres"

Posted: 19 Mar 2013 05:00 PM PDT

Ketua Umum Demokrat Dilarang 'Nyapres'

Penulis : Sandro Gatra | Rabu, 20 Maret 2013 | 00:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat terpilih nantinya dilarang untuk maju sebagai calon presiden atau wakil presiden di Pemilu 2014. Hal itu merupakan syarat untuk maju sebagai calon ketum DPP Demokrat.

"Calon ketum tidak boleh jadi calon capres," kata Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Jero Wacik, di Jakarta, Selasa (19/3/2013).

Jero mengatakan, larangan rangkap jabatan untuk ketum sudah dihapus. Pihaknya tak lagi melihat soal rangkap jabatan lantaran setiap kader saat ini pasti memiliki jabatan tertentu di luar partai.

Jero yakin calon ketum yang diusulkan Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono nantinya akan diterima oleh seluruh pemilik suara, yakni Dewan Pimpinan Daerah dan Dewan Pimpinan Cabang. Saat ini, kata dia, hanya 10 DPC yang bersikap menunggu siapa calon usulan SBY.

"Yang lain-lain, pokoknya siapa saja yang diputuskan Majelis Tinggi setuju. Yang 10 itu tergantung siapa (calonnya). Jadi, belum tentu melawan," kata Jero.

Seperti diberitakan, Demokrat akan menggelar kongres luar biasa (KLB) di Bali akhir Maret 2013 untuk memilih Ketum menggantikan Anas Urbaningrum. Agenda lain, rencananya akan dilakukan revisi anggaran dasar anggaran rumah tangga partai.

Hingga saat ini, jajaran Majelis Tinggi Partai mengaku belum membahas calon ketum. Mereka masih menunggu sikap SBY.

ICW: Penggeledahan Ruang Anggota DPR Bukan Pelecehan

Posted: 19 Mar 2013 03:11 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Penggeledahan ruangan di parlemen tidak bisa diartikan sebagai pelecehan. Justru, membiarkan rumah rakyat untuk melakukan korupsi adalah pelecehan yang sesungguhnya.

"Lucu juga kalau memeriksa anggota DPR dan fraksi yang terindikasi korupsi dikatakan melecehkan. Lah yang melecehkan rakyat kan para koruptor itu karena korupsi dan yang dilecehkan adalah rakyat Indonesia. Kalau koruptor dilecehkan juga memang sudah seharusnya sebagai sanksi sosial," ujar Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko, Selasa (19/3/2013). Apalagi, tambah dia, para koruptor juga sudah melacurkan jabatannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Nudirman Munir, menyatakan keberatan dengan langkah penyidik KPK menggeledah ruang Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto yang dinilai bisa mempermalukan DPR. Kendati demikian, dia mengatakan penggeledahan tersebut sah saja selama mempunyai dasar yang kuat.

"Menurut saya di mana-mana di dunia, parlemen adalah rumah rakyat, terlindung dari hal-hal yang melecehkan. (Penggeledahan) itu sah-sah saja. Namun, nama baik parlemen harus tetap dijaga baik. Kalau kondisi berlanjut terus, sama saja dilecehkan," kata Nudirman, Selasa (19/3/2013) siang.

Danang tak sependapat dengan keberatan Nudirman. Menurut Danang, langkah KPK justru bagus untuk mendukung pembersihan DPR dari praktik korupsi. "Seharusnya mereka mendukung karena harkat martabat dan wibawa DPR bisa dikembalikan kalau dibersihkan. Jadi penggeledahan itu harusnya didukung," tegas dia.

Danang menduga para anggota FPG yang keberatan hanya khawatir bahwa kasus ini bisa menyeret-nyeret anggota lainnya termasuk dirinya. Menurut dia, Nudirman sebagai anggota DPR dari Komisi III yang membidangi hukum seharusnya paham bahwa ini adalah negara hukum dan setiap orang sama kedudukannya di muka hukum.

"Tidak ada imunitas bagi siapapun warga negara yang melakukan korupsi. Orang yang mengerti hukum dan bertugas mengawasi hukum kok bicara seperti merendahkan logika berpikir masyarakat," kecam Danang. Apalagi, tambah dia, dalam penegakan hukum tidak ada istilah merendahkan.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Dugaan Korupsi PON Riau

Editor :

Palupi Annisa Auliani

KPK Gembok Rumah Rusli Zainal

Posted: 19 Mar 2013 02:51 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggembok sementara rumah Rusli Zaini di Jalan Pulau Panjang lV-13/40, Kembangan Utara, Jakarta Barat, Selasa (19/3/2013). Penggembokan ini dilakukan terkait kasus dugaan suap Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau.

"Kami melakukan penggembokan sementara. Untuk lebih lengkapnya bisa tanyakan langsung ke juru bicara KPK, Pak Johan Budi," kata salah satu penyidik KPK di Kembangan Utara pada Selasa (19/3/2013). Penyidik tersebut mengungkapkan, penggembokan ini hanya untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Walaupun begitu, penyidik juga belum mengetahui waktu pastinya pemeriksaan dilanjutkan. "Sekarang belum ada penyitaan. Kami baru pemeriksaan ke sini saja," kata penyidik itu.

Ketua RW 09, Kembangan Utara, Kurniawan, mengungkapkan bahwa rumah tersebut dihuni oleh Syarifah Damiati Aida. Penghuni itu jarang menempati rumah seluas 200 meter tersebut. Setiap harinya, hanya terlihat ajudan.

Kurniawan mengungkapkan penghuni sudah menempati rumah di Jalan Pulau Panjang ini mulai 2009. Rusli Zainal maupun istrinya jarang mendatangi rumah tersebut.

Pantauan Kompas.com, rumah berlantai tiga itu terlihat gelap dan tak berpenghuni. KPK melakukan penggembokan sekitar pukul 20.45 WIB. CCTV dalam rumah juga masih aktif dan berfungsi.

Dari surat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) rumah, tertera nama Denny Muliaman sebagai pemilik rumah sedangkan informasi dari kelurahan, rumah tersebut dihuni oleh Syarifah Damiati Aida.

Sebelumnya, Rusli ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK pada 8 Februari 2013 terkait kasus dugaan suap Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau. KPK menjerat Rusli dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam kasus PON, Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Taufan Andoso Yakin sudah divonis 4 tahun penjara di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Vonis yang sama juga dijatuhkan pada Faisal Aswan dan Muhammad Dunir. Adapun mantan Kepala Dinas Penuda dan Olahraga Riau Lukman Abbas masih dalam proses akhir di persidangan di Pengadilan Tipikor Riau.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Dugaan Korupsi PON Riau

Editor :

Palupi Annisa Auliani

Institusi Kotor Sulitkan Keadilan Tercapai

Posted: 19 Mar 2013 02:39 PM PDT

MEDAN, KOMPAS.com — Penegakan keadilan masih jauh dari harapan karena institusi penegak hukum tidak bersih. Akibatnya, memungkinkan terjadi praktik suap, sogok, dan jual-beli perkara.

"Di sini berlaku prinsip, siapa yang punya uang dan kuasa dapat mengatur keputusan pengadilan," kata Ketua DPD RI, Irman Gusman, saat menghadiri hari ulang tahun ke-2 Monumen Keadilan di Medan, Selasa (19/3/2013).

Irman menjelaskan, kondisi itu memprihatinkan di tengah-tengah upaya demokratisasi. Demokrasi di Indonesia baru sebatas level prosedur.

"Namun, saya ingin menegaskan bahwa demokrasi bukan sekadar prosuder. Apalagi sekadar pemilihan langsung, melainkan yang lebih penting adalah bagaimana negara memberikan perlindungan hukum, mewujudkan hak-hak masyarakat, dan membuka akses yang seluas-luasnya di berbagai bidang kehidupan, sosial, budaya, politik, hukum, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan," ujarnya.

Untuk itu, Irman mengingatkan kembali pentingnya tiga prinsiap. Pertama, prinsip kebebasan yang sama (equal liberty of principle). Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan-kebabasan yang luas, seperti kebebasan memiliki kekayaan, kebebasan dari tindakan sewenang-wenang, kebebasan berusaha, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan menyatakan pendapat.

Kedua, prinsip perbedaan (differences principle). Perbedaan strata sosial dan ekonomi tidak bisa dihapuskan, tetapi harus diatur dan ditata sedemikian rupa sehingga tidak muncul gejolak, konflik, dan kekerasan dalam masyarakat.

Ketiga, prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle). Setiap orang memiliki kesempatan untuk mendapatkan posisi, jabatan, dan kekuasaan secara adil dan demokratis.

"Ketiga prinsip di atas harus dijalankan dengan sungguh-sungguh karena keadilan akan menciptakan keharmonisan, kedamaian, dan kesejahteraan dalam masyarakat," katanya.

Pemerintah Belum Punya Langkah Antisipasi yang Baik

Posted: 19 Mar 2013 02:29 PM PDT

MEDAN, KOMPAS.com — Para pengambil kebijakan belum mempunyai langkah antisipasi yang baik terhadap potensi bencana. Mereka cenderung mengabaikan bencana.

Demikian dikatakan Ketua DPD RI Irman Gusman saat membuka seminar international bertajuk Fire and Flood Fighting di Medan, Sumatera Utara, Selasa (19/3/2013). Seminar ini merupakan kerja sama antara DPD RI, Pemerintah Kota Medan, Forum Relawan Pemadan Kebakaran dan Bencana Kota Medan, serta JICA.

Menurut Irman, baik secara geografis maupun secara sosiologis, Indonesia sangat rawan terhadap bencana kebakaran dan banjir.

"Secara sosiologis, masyarakat Indonesia juga belum punya safety awareness yang baik. Perilaku yang membudaya saat ini adalah cenderung mengabaikan potensi timbulnya bencana yang punya karakter sering datang secara tiba-tiba, seperti banjir, tanah longsor, dan kebakaran," ujar Irman Gusman.

Kondisi geografis dan sosiologis tersebut sayangnya belum diantisipasi dengan baik oleh para pengambil dan pelaksana kebijakan. Sebagian kebijakan justru makin memperbesar potensi timbulnya bencana, atau paling tidak membiarkan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keamanan pribadi, masyarakat, dan ekologis.

Itu dilihat Irman dari kebijakan penataan ruang dan wilayah yang tidak baik. Selain itu, kurangnya penegakan hukum dalam lingkungan seperti dalam hal pemberlakuan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Selain itu, pembukaan lahan hutan untuk dikonversi menjadi perkebunan tambang. Faktor lain, pembangunan hunian liar serta hunian di daerah aliran sungai tanpa memperhatikan karakter alam.

Kebijakan yang salah atau tidak tepat, berdampak sangat besar terhadap kehidupan seperti kebakaran dan banjir. Kebakaran hutan Indonesia mengakibatkan kerugian Rp 3,6 triliun per tahun. Selain itu, negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, kegiatan bisnisnya terganggu karena kabut asap.

Jumlah kasus kebakaran di Indonesia sangat tinggi. Di Jakarta saja, pada tahun 2012 jumlahnya mencapai 1.008 kali. Di Medan jumlahnya lebih sedikit yaitu mencapai 33 kasus pada tahun 2012.

Sementara itu, data kebakaran di Indonesia menurut data Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2011 terjadi sebanyak 16.500 kebakaran di 498 kota dan kabupaten. Di Medan kebakaran terjadi sebanyak 163 kali, Surabaya 187 kejadian, Bandung 163 kali, Bekasi 127 kali, Depok 124 kali, dan Kota Tangerang 167 kali.

Data kerugian tersebut belum termasuk data kerugian jiwa yang nilainya tentu tidak terkirakan. Data kasus bencana banjir juga tidak kalah memprihatinkan. Data seluruh bencana pada tahun 2012 yang diumumkan BNPB di Kantor BNPB berjumlah 730 bencana alam dengan korban jiwa sebanyak 487 orang.

Bencana alam sepanjang 2012 didominasi oleh bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, kekeringan, dan puting beliung.

Irman berharap, pencegahan maupun penanggulangan bencana banjir dan kebakaran dilakukan dengan lebih komprehensif dengan memadukan sinergi kebijakan antarsektor. Pertama, kebijakan yang dihasilkan benar-benar punya kesadaran terhadap social safety awareness. Kedua, harus ada peningkatan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bencana banjir dan kebakaran.

Susno Duadji Kumpulkan Kuasa Hukum dan Pakar

Posted: 19 Mar 2013 02:17 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Mendapatkan surat penggilan ketiga untuk menjalani eksekusi hukuman, Selasa (19/3/2013), mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji mengumpulkan tim kuasa hukum dan pakar untuk mempersiapkan langkah-langkah yang akan diambil. Pertemuan merupakan konsultasi hukum membahas substansi vonis Susno.

 "Konsultasi dengan kuasa hukum untuk lebih serius dan mendalam. Sampai sekarang masih menjalani diskusinya, jadi begitu sudah dapat kepastian langkah yang akan diambil pasti akan diberitahukan," ujar Juru Bicara Susno Duadji, Avian Tumengkol, di kediaman Susno, di Cinere, Depok, Selasa (19/3/2013) malam. Dia mengatakan, keputusan tentang langkah yang akan diambil terkait proses hukum Susno akan segera diambil.

Terlebih lagi, kata Avian, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sudah mengirimkan panggilan ketiga kepada Susno untuk segera menjalani eksekusi vonisnya, Selasa (19/3/2013). "Tentu sesegera mungkin (ada langkah yang diambil), apalagi dengan adanya surat panggilan ini, akan segera kami putuskan langkah apa yang akan kami ambil. Tapi, itu tadi, agar tidak salah, dibicarakannya mendetail," ujar dia.

Sebelumnya, Susno berencana akan memberikan keterangan pers di kediamannya siang tadi. Namun, Susno memilih untuk bertemu dengan tim kuasa hukumnya untuk memutuskan langkah-langkah yang perlu diambil setelah dilayangkan surat panggilan ketiga dari Kejari Jakarta Selatan.

Panggilan ketiga

Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan kembali mengirimkan surat panggilan eksekusi untuk mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji. Surat panggilan ini merupakan yang ketiga untuk terpidana kasus korupsi tersebut.

"Ada surat panggilan untuk beliau. Panggilan yang ketiga kami sampaikan," terang Staf Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Saptoni N, yang mendatangi kediaman Susno di Jalan Cibodas 1/7, perumahan Puri Cinere, Depok, Jawa Barat, Selasa (19/3/2013) sore. Susno telah dua kali mangkir dari panggilan eksekusi tim jaksa eksekutor.

Surat panggilan ketiga ini langsung diterima oleh Juru Bicara Susno, Avian Tumengkol. Pada surat bernomor B-1098/O.1.14.4/FT/03/2013, tercantum panggilan tersebut adalah untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung tertanggal 22 November 2012. Susno diminta menghadap Kepala Seksi Pidana Khusus Arief Zahrulyani maksimal Senin, 25 Maret 2013, pukul 10.00 WIB.

"Kalau surat sudah disampaikan nanti waktunya seminggu. Yang kita tahu alamatnya rumah ini," ujar Saptoni. Jika dalam waktu sepekan Susno kembali tidak memenuhi panggilan eksekusi, tim jaksa eksekutor dapat melakukan upaya paksa. Hari ini, Selasa (19/3/2013), untuk kedua kalinya Susno tidak memenuhi panggilan Kejari Jaksel.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Susno bersalah dalam dua perkara korupsi, yakni kasus penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan kasus dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Dalam kasus PT SAL, Susno terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangannya saat menjabat Kepala Bareskrim Polri dengan menerima hadiah sebesar Rp 500 juta untuk mempercepat penyidikan kasus tersebut.

Adapun dalam kasus Pilkada Jabar, Susno yang saat itu menjabat Kepala Polda Jabar, dinyatakan bersalah memotong dana pengamanan sebesar Rp 4,2 miliar untuk kepentingan pribadi. Atas kedua perkara itu, Susno divonis hukuman penjara 3 tahun dan 6 bulan.

Susno, yang telah pensiun dari Polri pada Juli 2012, mengajukan banding, tetapi ditolak oleh Pengadilan Tinggi Jakarta. Karenanya, Susno tetap dihukum 3 tahun 6 bulan penjara. Atas putusan banding yang dibacakan pada 9 November 2011 tersebut, Susno juga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kasasi itu pun ditolak pada 22 November 2012.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Kasasi Susno Ditolak

Editor :

Palupi Annisa Auliani

DPP Demokrat Rapat Bahas KLB

Posted: 19 Mar 2013 01:48 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat menggelar rapat membahas persiapan kongres luar biasa (KLB) di kantor DPP Demokrat di Jakarta, Selasa (19/3/2013 ) malam. Rapat itu disebut membahas masalah teknis KLB yang rencananya digelar di Bali akhir Maret 2013.

"Malam ini rapat persiapan KLB di kantor DPP," kata Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Jero Wacik di Istana Negara, Jakarta, Selasa (19/3/2013). Dia mengatakan, rapat diikuti empat petinggi DPP yang ditunjuk Majelis Tinggi untuk menjalankan tugas ketua umum pasca-berhentinya Anas Urbaningrum. Mereka adalah dua Wakil Ketua Umum Max Sopacua dan Jhonny Allen Marbun, Sekretaris Jenderal Edhie Baskoro Yudhoyono, dan Direktur Eksekutif Toto Riyanto.

Ketika ditanya apakah rapat juga membahas calon ketum, menurut Jero, tidak ada pembahasan soal nama calon. Pasalnya, kata dia, calon ketum diserahkan kepada Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono. "Ini membahas lebih detail acaranya, susunan acara, jam-jamnya. Ketua panitia diputuskan nanti malam," pungkas Jero.

Sementara itu, anggota Dewan Pembina Demokrat Amir Syamsuddin mengatakan, dalam waktu dekat, Majelis Tinggi Partai akan menjelaskan kepada publik perihal KLB.

Menyusul berhentinya Anas Urbaningrum dari posisi ketua umum Partai Demokrat, jabatan tersebut masih kosong hingga kini. Sementara pendaftaran calon sementara (DCS) untuk Pemilu 2014, khususnya untuk DPR, mengharuskan kehadiran ketua umum. Partai Demokrat merencanakan menggelar KLB untuk mencari pengganti Anas dijadwalkan berlangsung di Bali pada 30-31 Maret 2013.

Beberapa nama yang diperkirakan bakal meramaikan bursa calon ketua umum Partai Demokrat adalah Ani Yudhiyono, Marzuki Alie, Saan Mustopa, Syarief Hassan, Hadi Utomo, Soekarwo, dan Toto Riyanto. Dari eksternal partai, muncul juga nama seperti Djoko Suyanto, Gita Wirjawan, dan Pramono Edhie Wibowo.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Krisis Demokrat

Editor :

Palupi Annisa Auliani

No comments:

Post a Comment