KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Endriarto: Kini Jadi Bupati Butuh Dana hingga Rp 30 Miliar

Posted: 22 Mar 2013 06:13 PM PDT

Endriarto: Kini Jadi Bupati Butuh Dana hingga Rp 30 Miliar

Penulis : Dani Prabowo | Sabtu, 23 Maret 2013 | 01:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menjadi seorang kepala daerah saat ini bukanlah hal yang murah. Bahkan, untuk menjadi seorang bupati saja, seorang calon bupati setidaknya perlu mengeluarkan dana antara Rp 20 hingga Rp 30 miliar agar dapat memenangkan proses pemilihan kepala daerah.

Hal itu disampaikan anggota Dewan Pakar Partai Nasional Demokrat, Endriartono Sutarto, saat memberikan materi dalam diskusi publik bertajuk Penegakan Hukum vs Kepentingan Politik, Islam dan Militer, di Rumah Kebangsaan, Jumat (22/3/2013). Menurutnya, kondisi politik dalam pelaksanaan pesta demokrasi sangat berbeda jauh jika dibandingkan kondisi beberapa tahun yang lalu.

"Dulu, sekitar 7-10 tahun yang lalu, seorang calon bupati mungkin hanya perlu uang Rp 3 - Rp 4 miliar saja untuk dapat jadi seorang bupati. Tetapi sekarang, minimal dana yang perlu dikeluarkan bisa antara Rp 20 - Rp 30 miliar untuk posisi bupati saja. Bagaimana gubernur dan presiden?" katanya.

Mantan jenderal bintang empat ini mengungkapkan, diperlukannya dana yang tidak sedikit dalam setiap pagelaran pesta demokrasi akan berdampak pada kepemimpinan seorang bupati terpilih saat menjabat. Hal itu dikarenakan, jabatan bupati merupakan jabatan investasi yang diharapkan akan memberikan keuntungan terhadap si pemangku jabatan.

"Akibatnya setelah terpilih mereka yang sejak awal berpikiran jika jabatan itu adalah sebuah investasi akan berpikiran untuk mencari cara bagaimana mengembalikan nilai investasi tersebut. Tidak hanya investasinya saja, kecenderungan lain yaitu mereka berharap bunga dari investasi itu," ujarnya.

Endriartono mengungkapkan, segala upaya akan dilakukan guna mengembalikan investasi tersebut. "Cara yang biasanya dipakai yaitu dengan jalan memainkan anggaran sehingga invesatsi dapat cepat kembali," ungkapnya.

Dimyati: Banggar Tak Mungkin Bisa Dibubarkan

Posted: 22 Mar 2013 05:32 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Dimyati Natakusumah mengatakan, rencana perombakan hingga pembubaran Badan Anggaran di parlemen tidak menjadi bahasan dalam revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) yang kini tengah dibahas di Baleg. Banggar diyakini masih diperlukan sehingga tak perlu dibubarkan.

"Tidak ada pembahasan rombak Banggar di UU MD3. Banggar tak mungkin bisa bubar karena memang dia melaksanakan tugas penganggaran. Lagi pula ini lembaga politis, jadi rasanya tak mungkin dihapus," ujar Dimyati di kompleks Parlemen, Jumat (22/3/2013).

Menurut Dimyati, kebocoran anggaran akibat tindak kongkalikong yang ada saat ini bukanlah kesalahan Banggar sebagai lembaga. Namun, Dimyati melihatnya disebabkan karena ada kelonggaran dalam sistem yang ada saat ini.

"Jadi bukan Banggarnya. Dari sekian banyak anggota banggar, paling hanya lima persen yang bermasalah. Sisanya saya yakin mereka baik," ucap politisi Partai Persatuan Pembangunan.

Persoalan sistem penganggaran, kata Dimyati, kini justru tengah dibahas dalam RUU Keuangan Negara dan bukannya di Undang-Undang MD3. Ia melihat sistem keuangan negara harus diperbaiki variabel dan indikator penganggarannya.

"Misalnya, luas wilayah, jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, dan perekonomian. Jadi tolak ukurnya jelas, karena selama ini dana-dana itu mengalir ke daerah yang terbanyak," ucap Dimyati.

Di dalam RUU Keuangan Negara, lanjutnya, dibahas terkait perencanaan, proses pelaksanaan, hingga pemeriksaan dari suatu alokasi anggaran yang dibuat pemerintah. Dimyati menjelaskan, untuk proses persetujuan anggaran di DPR, tetap diperlukan penelaahan hingga satuan 3 yang menyangkut proyek dan program kementerian dan lembaga.

"Satuan 3 memang dibahas di DPR karena pengajuannya dari rakyat. Ini kan anggaran rakyat, kalau pemerintah yang lakukan (penelahaan) satuan 3 itu bisa jadi abuse of power. Jadi, DPR perlu sebagai check and balances," katanya.

Sebelumnya, sejumlah elemen masyarakat seperti YLBHI, ICW, FITRA, dan TII mengajukan judicial review atas Pasal 157 Ayat (1) dan Pasal 159 Ayat (5) Huruf c Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Pemusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MPD3) serta Pasal 15 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Pasal-pasal itu dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Pasal-pasal tersebut diyakini memberikan peluang pencurian uang negara lantaran fungsi Badan Anggaran DPR yang terlalu luas di dalam aturan itu. Beberapa kasus korupsi pun sudah terungkap ke publik seperti proyek Wisma Atlet, proyek Al Quran, dan kasus Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) yang menyeret para anggota Banggar.

PPP: Kekhawatiran SBY atas Kudeta Berlebihan

Posted: 22 Mar 2013 05:22 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Syafiuddin menilai aksi unjuk rasa besar yang akan dilakukan pada tanggal 25 Maret tak akan berpotensi pada kudeta. Kekhawatiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan kudeta dinilai Lukman sangat berlebihan.

"Terlalu berlebihan kalau ada kekhawatiran. Saya pikir di era demokrasi, itu suatu hal yang biasa unjuk rasa sejauh demonstrasi dilakukan dengan tertib tidak pakai kekerasan hingga merusak fasilitas umum," ujar Lukman di kompleks Parlemen, Jumat (22/3/2013).

Ia menuturkan, aksi unjuk rasa adalah hak setiap kelompok masyarakat untuk memperjuangkan dan mengekspresikan aspirasinya. Wakil Ketua Majelis Pemusyawaratan itu juga yakin sebesar apapun unjuk rasa yang terjadi tidak akan berimplikasi pada kudeta.

"Kudeta itu hanya dua saja, pertama people power mengerakkan masyarakat dengan masif atau gerakan bersenjata. Dan keduanya saya pikir tidak akan terjadi," kata Lukman.

Oleh karena itu, ia mengimbau agar aksi unjuk rasa 25 Maret mendatang tak ditanggapi secara berlebihan oleh aparat penegak hukum. Lukman meminta agar esensi dari aksi unjuk rasa itu ditangkap pemerintah dengan baik.

"Saya sarankan aparat penegak hukum jangan terpancing pihak-pihak ketiga yang mau pancing kerusuhan itu," tuturnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letnan Jenderal Marciano Norman mengatakan akan ada aksi unjuk rasa yang akan dilakukan di Jakarta pada Senin (25/3/2013). Aksi unjuk rasa itu, kata Marciano, akan menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun dari jabatannya.

Pekan lalu, Presiden SBY juga mengundang mantan Komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Prabowo Subianto dan tujuh jenderal TNI lainnya. Seluruh tamu SBY itu sepakat mengatakan akan mendukung pemerintahan hingga akhir masa pemerintahannya tanpa ada gonjang-ganjing politik.

Presiden juga sempat meminta kepada para elite politik dan kelompok-kelompok tertentu agar jangan keluar jalur demokrasi. Presiden juga meminta kepada mereka agar jangan ada upaya untuk membuat pemerintahan terguncang.

"Saya hanya berharap kepada para elite politik dan kelompok-kelompok tertentu tetaplah berada dalam koridor demokrasi. Itu sah. Tetapi kalau lebih dari itu, apalagi kalau lebih dari sebuah rencana untuk membuat gonjang-ganjingnya negara kita, untuk membuat pemerintah tidak bisa bekerja, saya khawatir ini justru akan menyusahkan rakyat kita," kata Presiden.

Endriarto: Saya Tidak Percaya Ada Kudeta 25 Maret

Posted: 22 Mar 2013 04:44 PM PDT

Endriarto: Saya Tidak Percaya Ada Kudeta 25 Maret

Penulis : Dani Prabowo | Jumat, 22 Maret 2013 | 23:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Endriartono Sutarto tidak percaya jika aksi demo 25 Maret mendatang dikatakan sebagai aksi kudeta. Pasalnya, selain Indonesia tidak memiliki budaya kudeta layaknya negara-negara lain, dirinya tidak melihat adanya keinginan dari pihak militer untuk melakukan kudeta.

"Saya tidak melihat adanya upaya-upaya yang dilakukan TNI untuk melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional," kata Endriartono saat ditemui seusai diskusi publik bertajuk Penegakan Hukum vs Kepentingan Politik, Islam dan Militer, di Rumah Kebangsaan, Jumat (22/3/2013).

Akan tetapi, kalaupun terjadi kudeta, maka pemerintahan baru hasil kudeta itu tidak akan berlangsung lama. "Yang terjadi adalah justru timbul counter kudeta berulang-ulang terhadap pemerintahan baru sehingga stabilitas keamanan nasional pun akan terganggu," ujarnya.

Pria yang akrab disapa Endriarto ini menambahkan, kudeta militer bukanlah jalan terbaik untuk menggulingkan suatu pemerintahan. "Akan lebih baik jika kudeta dilakukan secara halus, dengan cara masuk lewat partai politik, dan kemudian mengelola partai politik itu secara baik sehingga masyarakat akan memilih partai politik itu saat pemilihan umum. Cara seperti itu menurut saya akan mendorong negara menuju stabilitas yang baik," jelasnya.

Pekan lalu, Presiden SBY juga mengundang mantan Komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Prabowo Subianto dan tujuh jenderal TNI lainnya. Seluruh tamu SBY itu sepakat mengatakan akan mendukung pemerintahan hingga akhir masa pemerintahannya tanpa ada gonjang-ganjing politik.

Presiden juga sempat meminta kepada para elite politik dan kelompok-kelompok tertentu agar jangan keluar jalur demokrasi. Presiden juga meminta kepada mereka agar jangan ada upaya untuk membuat pemerintahan terguncang.

"Saya hanya berharap kepada para elite politik dan kelompok-kelompok tertentu tetaplah berada dalam koridor demokrasi. Itu sah. Tetapi kalau lebih dari itu, apalagi kalau lebih dari sebuah rencana untuk membuat gonjang-ganjingnya negara kita, untuk membuat pemerintah tidak bisa bekerja, saya khawatir ini justru akan menyusahkan rakyat kita," kata Presiden.

Ini Kronologi Tangkap Tangan Hakim Setyabudi di Bandung

Posted: 22 Mar 2013 03:09 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan empat orang yang diduga terlibat pemberian uang terkait kepengurusan perkara korupsi bantuan sosial di Pemerintah Kota Bandung, Jumat (22/3/2013). Satu dari empat yang tertangkap adalah Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung, Setyabudi Tejocahyono.

Selain Setyabudi, tiga orang yang tertangkap tangan adalah pria bernama Asep yang diduga sebagai perantara pemberian uang serta pelaksana tugas Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung Herry Nurhayat dan Bendahara Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung Pupung. Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan, keempat orang itu ditangkap secara terpisah oleh tim penyidik yang berbeda.

Setyabudi dan Asep ditangkap di ruangan sang hakim di PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung. Sementara Herry dan Pupung diamankan di ruang kerja mereka masing-masing di kantor Pemkot Bandung.

Kamis (21/3/2013), tim KPK meluncur ke Bandung setelah menerima informasi awal soal rencana penyerahan uang kepada hakim PN Bandung. KPK menurunkan tim tambahan pada Jumat (22/3/2013) pagi. Sekitar 20 penyidik dikerahkan untuk operasi tangkap tangan ini. Para penyidik dibagi dalam beberapa tim yang bergerak terpisah. Sebagian tim menuju PN Bandung, mengikuti gerak-gerik Asep.

Siang harinya, seusai shalat Jumat, Asep tiba di PN Bandung dengan mengendarai Avanza biru. Mobil tersebut pun diparkir Asep di luar lingkungan PN. Setibanya di PN Bandung, Asep tidak langsung masuk ke ruangan hakim Setyabudi.

Pria yang mengenakan kemeja putih kotak-kotak saat tertangkap tangan itu tampak berputar-putar terlebih dahulu. Beberapa lama kemudian, Asep pun meluncur ke ruangan hakim. Dia tampak menenteng tas kertas hijau yang diduga berisi uang.

Setelah itu, penyidik KPK langsung meringkus Asep begitu dia keluar dari ruangan hakim Setyabudi. Tim pun membawa Asep kembali ke ruangan sang hakim. Di dalam ruangan, tim menanyakan apa yang baru dilakukan oleh Asep, kemudian kepada tim penyidik, Asep mengaku baru menyerahkan uang.

Tampak di meja Setyabudi segepok uang yang dibungkus koran. Uang itu belum sempat dibuka bungkusnya. Langsung saja tim KPK mengamankan Asep, Setyabudi, dan uang di meja yang belakangan diketahui nilainya Rp 150 juta.

Sekitar satu jam kemudian, tim penyidik KPK yang lain mulai bergerak ke kantor Pemkot Bandung. Tim pun meringkus Herry dan Pupung di ruang kerja masing-masing. Keempat orang itu kemudian digelandang ke Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

KPK juga membawa seorang petugas keamanan PN Bandung untuk dimintai keterangan lebih jauh. Setyabudi dan Asep tiba di Gedung KPK sekitar pukul 17.56 WIB, sedangkan Herry dan Pupung tiba satu jam setelahnya, sekitar pukul 19.00 WIB.

Selain uang Rp 150 juta di ruangan Setyabudi, tim penyidik mengamankan juga uang sekitar Rp 100 juta dari mobil Avanza Asep. Penyidik pun menyita mobil Avanza tersebut. Meski sudah melakukan tangkap tangan, Johan mengatakan kalau KPK belum berhenti bergerak. Sebagian tim masih berada di Bandung. Diduga, masih ada pihak lain yang terlibat dan belum tertangkap.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: KPK Tangkap Tangan Hakim Bandung

Editor :

Palupi Annisa Auliani

MA Berhentikan Sementara Hakim Setyabudi

Posted: 22 Mar 2013 02:57 PM PDT

MA Berhentikan Sementara Hakim Setyabudi

Jumat, 22 Maret 2013 | 21:57 WIB

JAKARTA,KOMPAS.com — Mahkamah Agung (MA) akan mengeluarkan surat pemberhentian sementara untuk hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Setyabudi Tejocahyono. Pemberhentian ini terkait dengan tertangkap tangannya Setyabudi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (22/3/2013).

"Ketua MA akan segera menerbitkan surat pemberhentian sementara terhadap hakim SET setelah penangkapan yang diikuti penahanan," kata Kabiro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, di Jakarta, Jumat (22/3/2013). Dia mengatakan, tertangkapnya Setyabudi ini sangat disesalkan. Sebab, ujar dia, saat ini MA sedang membangun integritas dengan meningkatkan kesejahteraan, tetapi ternyata masih saja ada oknum yang tergoda korupsi.

"Kadang-kadang sangat sulit, menjaga integritas itu bukanlah hal mudah. Ada saja manusia yang kadang kala masih tergoda dan tidak berpegang teguh pada prinsip-prinsip ," kata Ridwan. Namun, dia berharap masyarakat tidak memukul rata semua hakim semua jelek karena kejadian ini. Ridwan menyebutkan, ada 8.300 hakim di Indonesia, tidak bisa disamaratakan hanya karena kasus ini.

Ridwan mengatakan, setiap kali kegiatan bimbingan teknis dan pelatihan, MA selalu mengingatkan para hakim bahwa kode etik harus selalu dijaga. Ketua MA pun, tambah dia, berulang kali menegaskan bahwa MA berkomitmen melakukan pembersihan dari oknum yang melakukan korupsi untuk menjaga integritas.

"Ini merupakan komitmen MA untuk melakukan pembersihan oknum dari korupsi dan menjaga integritas sehingga bekerja sama dengan KPK. Karena ketika Bawas mencurigai (Setyabudi), tidak ditemukan bukti sehingga meminta KPK melakukan tindak lanjut," katanya. (Ella Syafputri)

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: KPK Tangkap Tangan Hakim Bandung

Editor :

Palupi Annisa Auliani

KPK Masih Kejar Pihak Lain

Posted: 22 Mar 2013 02:01 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan pengembangan atas peristiwa tangkap tangan hakim Setyabudi Tejocahyono di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Jumat (22/3/2013) siang. KPK masih mengejar orang yang diduga sebagai pemberi uang dan juga orang lain yang kemungkinan ikut menerima uang.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, sebagian tim penyidik KPK masih berada di Bandung. "Sebagian tim masih berada di Bandung," ujarnya, saat ditanya apakah ada kemungkinan penangkapan lain malam ini.

Sejauh ini KPK telah meringkus empat orang yang diduga terlibat tindak pidana korupsi dan seorang petugas keamanan untuk dimintai keterangan. Selain Setyabudi, tiga orang lain yang diringkus KPK adalah seorang pria bernama Asep, yang diduga sebagai perantara, serta pelaksana tugas Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung Herry Nurhayat dan Bendahara Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung Pupung. KPK juga mengamankan seorang petugas keamanan PN Bandung untuk dimintai keterangan.

Keempat orang yang diduga terlibat ini ditangkap di dua lokasi terpisah oleh tim penyidik yang berbeda. Hakim Setyabudi ditangkap bersama Asep di ruangannya di PN Bandung, sedangkan Herry dan Pupung ditangkap di kantor Pemkot Bandung. Bersamaan dengan penangkapan di ruangan Setyabudi, KPK menyita barang bukti uang senilai Rp 150 juta. Selain itu, KPK mengamankan sejumlah uang pecahan Rp 100.000 dari mobil Asep yang diparkir di luar lingkungan PN Bandung.

Uang pecahan Rp 100.000 yang belum diketahui jumlahnya itu diduga akan diberikan kepada pihak-pihak lain. Johan belum dapat memastikan peran Herry dan Pupung dalam tangkap tangan ini. "Keduanya dianggap tahu," ujar Johan.

Kini, keempat orang dan seorang petugas keamanan itu sudah diamankan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, untuk pemeriksaan lebih jauh. Dugaan sementara, uang Rp 150 juta diberikan oleh Asep kepada Setyabudi terkait dengan penanganan perkara korupsi bantuan sosial (bantuan sosial) di Pemkot Bandung.

Setyabudi merupakan Ketua Majelis Hakim yang memutuskan perkara korupsi bansos Pemkot Bandung pada pertengahan Desember tahun lalu. Tujuh terdakwa dalam perkara korupsi bansos tersebut hanya dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun ditambah denda masing-masing Rp 50 juta subsider satu bulan penjara. Terdakwa juga diharuskan membayarkan uang pengganti Rp 9,4 miliar yang ditanggung bersama. Adapun kerugian negaranya mencapai Rp 66 miliar.

Ketujuh terdakwa itu adalah mantan Bendahara Pengeluaran Sekretariat Daerah Kota Bandung Rochman, Kepala Bagian Tata Usaha Uus R, ajudan Wali Kota Bandung Dada Rosada bernama Yanos Septadi, ajudan Sekretaris Daerah Bandung Luthfan Barkah, staf keuangan Pemkot Bandung Firman Himawan, serta kuasa Bendahara Umum Havid Kurnia, dan Ahmad Mulyana.

Vonis majelis hakim tersebut jauh lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta keenam terdakwa dihukum dengan hukuman 3 tahun penjara sementara Rochman 4 tahun penjara. Adapun denda yang dituntut pada ketujuh terdakwa sebesar Rp 100 juta.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: KPK Tangkap Tangan Hakim Bandung

KPK Juga Temukan Uang di Mobil Asep

Posted: 22 Mar 2013 01:51 PM PDT

KPK Juga Temukan Uang di Mobil Asep

Penulis : Icha Rastika | Jumat, 22 Maret 2013 | 20:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah barang bukti dalam operasi tangkap tangan di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Jumat (22/3/2013) siang. Selain menyita uang Rp 150 juta dari ruangan Wakil Ketua PN Bandung Setyabudi Tejocahyono, penyidik KPK juga mengamankan sejumlah uang pecahan Rp 100.000 dari dalam mobil milik Asep, pria yang diringkus bersama Setyohadi.

"Nilai uang yang ditemukan di mobil Avanza biru milik A (Asep) tersebut sedang dihitung," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat (22/3/2013) malam. KPK menahan mobil Avanza biru milik Asep yang digunakannya ke PN Bandung. Mobil tersebut diparkir di luar kantor PN Bandung saat penangkapan terjadi sekitar pukul 14.15 WIB.

"Setelah kami periksa, juga kami temukan sejumlah uang di mobil yang diduga dipakai A, mobilnya diparkir di luar PN ya," ujar Johan. Diduga, uang di mobil Asep ini nilainya sekitar Rp 100 juta. Dugaan sementara, uang itu ada kaitannya dengan pihak lain yang kemungkinan terlibat. KPK masih menelusuri lebih jauh melalui pemeriksaan empat orang yang tertangkap tangan hari ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, selain menangkap hakim Setyabudi dan Asep, KPK meringkus dua pejabat Pemkot Bandung, yakni pelaksana tugas Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung Herry Nurhayat dan Bendahara Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung Pupung. Kedua anak buah Wali Kota Bandung Dada Rosada ini dianggap tahu seputar transaksi serah terima uang tersebut.

Penyidik KPK mengamankan Herry dan Pupung di kantor Pemkot Bandung. Tim juga mengamankan seorang petugas keamanan PN Bandung untuk dimintai keterangan. Johan mengatakan, operasi tangkap tangan yang berlangsung di PN Bandung dan di kantor Pemkot Bandung tersebut diduga berkaitan dengan penanganan perkara korupsi bantuan sosial di Pemkot Bandung.

Perkara korupsi bansos ditangani majelis hakim PN Bandung dan tujuh terdakwanya telah divonis. Kini, keempat orang dan petugas keamanan PN Bandung tersebut tengah menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Kuningan Jakarta. Dalam waktu 1 x 24 jam, KPK akan menentukan status hukum mereka, apakah ditetapkan sebagai tersangka atau tidak.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: KPK Tangkap Tangan Hakim Bandung

Editor :

Palupi Annisa Auliani

No comments:

Post a Comment