KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Cegah Pasar Bebas, Kandidat Ketum Demokrat di Tangan SBY

Posted: 13 Mar 2013 09:53 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah kader Partai Demokrat mendukung pemilihan aklamasi untuk mendapatkan ketua umum baru partai. Pemilihan akan dilakukan dalam Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang direncanakan berlangsung akhir bulan ini. Proses seleksi diserahkan kepada Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Supaya tak terjadi pasar bebas, money politics, dan hasilnya seperti sekarang. (Pemilihan) dengan aklamasi, tak apa-apa," ujar Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana di Gedung Kompleks Parlemen, Rabu (13/3/2013). Dia mengatakan, pemilihan secara aklamasi sah-sah saja dilakukan.

Namun, Sutan berharap kandidat yang diusung tetap berasal dari kader internal. "Jangan masukkan orang-orang nggak jelas," harap dia.

Dukungan terhadap mekanisme aklamasi juga diutarakan Ketua DPP Partai Demokrat Achsanul Qosasi. "Inginnya aklamasi saja supaya cepat keluar. Nanti Majelis Tinggi yang tampung calon dan menyodorkan ke peserta KLB," kata Achsanul.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok juga mengakui bahwa kandidat ketua umum yang akan bertarung dalam KLB hanya diketahui Ketua Majelis Tinggi. "Nama-nama itu (yang ada sekarang) hanya aspirasi. Jadi, nanti kira-kira nama akan disodorkan Pak SBY saat pemilihan. Sebelum itu, tidak akan ada nama yang bocor," ujar Mubarok saat dihubungi wartawan, Senin (11/3/2013).

Mubarok mengatakan, mekanisme penentuan kandidat oleh Ketua Majelis Tinggi ini dilakukan lantaran yang akan digelar adalah KLB, berbeda dengan kongres lima tahunan Partai Demokrat. Calon ketua umum, ujar Mubarok, akan diseleksi oleh SBY.

Menurut Mubarok, SBY diperkirakan bakal memilih dua atau tiga kandidat untuk selanjutnya dipilih dalam forum. "Rekrutmen dalam KLB dipegang oleh SBY, nanti forum tinggal memilih nama-nama yang disodorkan. Untuk menghindari manuver, nama-nama tidak akan dibicarakan sampai pemilihan nanti," ujar dia.

Seperti diberitakan, Anas Urbaningrum berhenti dari jabatan ketua umum Partai Demokrat setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. Posisi ketua umum Partai Demokrat kini masih kosong.

Rencananya, KLB akan dilakukan pada 30-31 Maret 2013 untuk menentukan ketua umum baru. Sejumlah nama beredar, mulai dari kader internal seperti Marzuki Alie, Hadi Utomo, Syarief Hasan, dan Toto Riyantom, hingga kalangan eksternal seperti Djoko Suyanto, Pramono Edhie, dan Gita Wirjawan. Marzuki Alie bahkan menyatakan kesiapannya maju menjadi ketua umum jika memang dihendaki kader Partai Demokrat.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Krisis Demokrat

Editor :

Palupi Annisa Auliani

Komisi X DPR Batalkan Kunker ke India

Posted: 13 Mar 2013 05:16 PM PDT

Komisi X DPR Batalkan Kunker ke India

Penulis : Sabrina Asril | Kamis, 14 Maret 2013 | 00:16 WIB

Kompas.com/SABRINA ASRIL

Ketua Komisi Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Agus Hermanto.

TERKAIT:

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat membatalkan studi banding ke India terkait penyusunan RUU Sistem Perbukuan Nasional. Keputusan ini menyusul pembatalan keberangkatan oleh banyak anggota komisi tersebut.

"Ke India kelihatannya akan ditinjau ulang karena banyak pimpinan yang mencabut (izin) anggotanya untuk berangkat. Jadi, ke India rasanya tidak dilakukan," ujar Ketua Komisi X Agus Hermanto di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/3/2013). Ia menyebutkan dua fraksi yang sudah memutuskan anggotanya tidak berangkat adalah Partai Demokrat dan Partai Gerindra.

"Jadi, untuk sementara, kami masih akan bahas lagi bagaimana kelanjutan pembahasan RUU Perbukuan," ucap Agus. Sebelumnya, Komisi X merencanakan studi banding ke tiga negara. Tujuan studi banding tersebut adalah ke India terkait RUU Sistem Perbukuan Nasional serta ke Turki dan Yunani terkait RUU Kebudayaan.

Untuk tim studi banding ke Yunani dan Turki, ujar Agus, akan tetap berangkat pada 17 Maret 2013 dan awal April 2013. "Kunjungan itu legal dan penting karena memang kunker diperlukan sebagai masukan dan hal pokok tentang UU Kebudayaan," kata dia. Menurut Agus, kunjungan tersebut diperlukan untuk melihat efektif atau tidaknya implementasi UU.

Agus menyadari banyak suara miring terhadap rencana studi banding ke luar negeri. Namun, Agus memastikan bahwa timnya akan terus memberikan informasi dari hasil kunjungan yang didapatnya. Dia menyebutkan ada alokasi Rp 1,5 miliar untuk membiaya studi banding ini. "Tapi, pada kenyataannya nanti, tidak semuanya habis karena kan banyak juga yang akhirnya tidak ikut," ucap politisi dari Partai Demokrat ini.

Editor :

Palupi Annisa Auliani

Pramono: Cegah Korupsi, Parpol Perlu Badan Usaha

Posted: 13 Mar 2013 05:08 PM PDT


While trying to retrieve the URL: http://nasional.kompas.com/read/2013/03/14/00084179/Pramono.Cegah.Korupsi..Parpol.Perlu.Badan.Usaha

The following error was encountered:

  • Zero Sized Reply

Squid did not receive any data for this request.

Your cache administrator is root.


Generated Wed, 13 Mar 2013 23:27:12 GMT by cyb2-wskcip-07 (squid/2.6.STABLE21)

Pramono: DPR 2014-2019 Didominasi Pengusaha

Posted: 13 Mar 2013 03:21 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Pramono Anung memperkirakan DPR periode 2014-2019 akan lebih banyak diisi oleh orang yang berlatar belakang pengusaha dan tokoh publik (public figure). Pasalnya, biaya kampanye Pemilu 2014 akan meningkat lantaran sistem pemilu proporsional terbuka.

"Saya tak bayangkan Pemilu 2014, yang akan menjadi anggota DPR adalah para pengusaha dan publik figur," kata Pramono ketika pidato seminar Membangun Akuntabilitas Partai Politik: Menaklukkan Korupsi yang digelar oleh KPK di Jakarta, Rabu (13/3/2013).

Dalam penjelasannya, Pramono kembali mengulangi hasil penelitian untuk disertasinya. Pada kampanye Pemilu 2009, kata dia, ada anggota yang mengeluarkan uang hingga Rp 20 miliar. Jika dirata-rata, pengeluaran untuk kampanye anggota antara Rp 1,5 miliar sampai Rp 2 miliar.

Ia merinci pengeluaran kampanye untuk pengurus partai atau aktivis antara Rp 500 juta-Rp 1,2 miliar, anggota TNI/Polri dan birokrat antara Rp 800 juta-Rp 2 miliar, dan pengusaha Rp 1,2-Rp 6 miliar. Angka itu, kata Pramono, naik 3,5 kali dibanding Pemilu 2004.

"Yang terkecil publik figur. Paling rendah Rp 200 juta, paling banyak Rp 800 juta. Kalau parpol sekarang rekrut publik figur enggak salah karena untuk mempermudah. Publik figur rata-rata tidak keluarkan biaya konsolidasi ketika datang ke konstituen. Rakyat yang datang," kata politisi PDI Perjuangan itu.

Pramono mempertanyakan dari mana mereka mendapatkan dana untuk mengembalikan modal kampanye. Jika mengandalkan gaji selama 5 tahun, kata dia, total hanya sekitar Rp 2 miliar. Jika ditambah dari perjalanan dinas dan tambahan legal lainnya, lanjut dia, tetap tidak bisa menutup modal.

Pramono lalu menyinggung hasil Pemilu 2009 dengan sistem proporsional terbuka. Sebanyak 72 persen merupakan wajah baru. Masalahnya, kata dia, mereka yang tampil kebanyakan politisi lama dalam menjalankan tugas-tugasnya. "Pimpinan dapatkan informasi hampir 200 orang belum pernah masuk ke media berbicara tugasnya," kata dia.

Pramono lalu mengaitkan dengan kekuatan parlemen yang bisa menahan kebijakan Presiden. Padahal, katanya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapat dukungan lebih dari 60 persen dari rakyat. Untuk itu, Pramono berharap agar jangka panjang sistem pemilu perlu diubah, jangan lagi menggunakan proporsional terbuka.

MK: Pemilih Dapat Salurkan Suara dengan KTP

Posted: 13 Mar 2013 03:05 PM PDT


While trying to retrieve the URL: http://nasional.kompas.com/read/2013/03/13/22054614/MK.Pemilih.Dapat.Salurkan.Suara.dengan.KTP

The following error was encountered:

  • Zero Sized Reply

Squid did not receive any data for this request.

Your cache administrator is root.


Generated Wed, 13 Mar 2013 23:27:12 GMT by cyb2-wskcip-07 (squid/2.6.STABLE21)

Petahana Dilarang Buat Kebijakan Strategis

Posted: 13 Mar 2013 02:59 PM PDT

Petahana Dilarang Buat Kebijakan Strategis

Penulis : Nina Susilo | Rabu, 13 Maret 2013 | 21:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembatasan terkait petahana (incumbent) yang maju kembali dalam Pemilihan Kepala Daerah perlu diatur rinci dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pilkada. Ini akan menghasilkan kompetisi yang lebih adil.

Hal ini disampaikan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya Prof Ramlan Surbakti dan Anggota Panitia Kerja DPR untuk RUU Pilkada Malik Haramain dalam diskusi bertema "RUU Pilkada: Rekayasa Setengah Hati?" di Jakarta, Rabu (13/3).

Hadir pula sebagai narasumber lainnya Peneliti LIPI Siti Zuhro. Ramlan mengatakan, kekuasaan yang dimiliki petahana sebagai kepala daerah tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi dan golongan. Kekuasaan tersebut adalah untuk kepentingan publik.

Karenanya, Ramlan mencontohkan, pemberian uang sebesar Rp 100 juta kepada setiap desa seperti terjadi di Jawa Barat bisa saja dianggap untuk kepentingan rakyat.

"Ketika pencairannya dilakukan beberapa hari menjelang pilkada, sedangkan pencairan anggaran lain memerlukan waktu 6-7 bulan, tidak perlu ahli politik untuk menafsirkan itu untuk tujuan kampanye pilkada," kata Ramlan.

Malik juga menyepakati, perlu pengaturan tegas terkait petahana. Kendati demikian, petahana tidak diwajibkan mengundurkan diri enam bulan sebelum pilkada. Sebab, Mahkamah Konstitusi pernah memutuskan pengurangan masa jabatan kepala daerah melanggar konstitusi. Karenanya, pembatasan petahana terkait larangan pembuatan kebijakan strategis setahun menjelang pilkada seperti merotasi pegawai negeri sipil serta pemberian bantuan sosial (bansos).

"Pengaturan untuk petahana sedang kami pikirkan di Panja," kata Malik. Pembatasan untuk petahana yang maju kembali dalam pilkada, tambah Ramlan, harus diatur sedetail mungkin.

Pengaturan ini cukup dimuat dalam UU Pilkada dan tidak memerlukan Peraturan Pemerintah. Sebab, aturan ini terkait pemilu, sedangkan pemerintah juga peserta pemilu. Siti Zuhro menambahkan, kewajiban petahana untuk cuti enam bulan menjelang pilkada juga mengantisipasi penyalahgunaan kewenangan.

Hindari Korupsi, Perketat Aturan Dana Kampanye Parpol!

Posted: 13 Mar 2013 02:39 PM PDT

Hindari Korupsi, Perketat Aturan Dana Kampanye Parpol!

Penulis : Dian Maharani | Rabu, 13 Maret 2013 | 21:39 WIB

Kasus Korupsi Batu Sandungan Parpol

TERKAIT:

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Saldi Isra berpendapat, praktik korupsi menjelang Pemilihan Umum 2014 dapat terjadi melalui dana kampanye. Untuk itu, seharusnya ada pengaturan yang lebih ketat terhadap keuangan parpol, termasuk dana kampanye. Ia menilai selama ini belum ada peraturan yang kuat.

"Sama seperti Undang-undang Partai Politik, soal dana kampanye adalah sesuatu yang sangat dihindari untuk diatur lebih ketat. Meskipun UU Pemilu telah berkali-kali diganti, namun soal dana kampanye tidak berubah," kata Saldi di Jakarta, Rabu (13/3/2013).

Dalam hal keuangan parpol, menurutnya juga tidak ada pembatasan yang ketat dalam undang-undang. Penelitian Perludem, lanjut Saldi, Undang-undang Parpol yang berkali-kali mengalami perubahan, tapi tidak mengalami kemajuan untuk pengaturan keuangan parpol. Dana kampanye, dikhawatirkan membuka celah tindak pidana korupsi.

"Dana seperti sebuah lorong gelap yang membuka ruang untuk melakukan kampaye dengan uang haram," katanya.

Menurutnya bantuan dana kepada parpol seharusnya diperbesar. Namun, para parpol tersebut wajib menyerahkan pertanggungjawaban atau audit keuangan dalam setiap pengelolaan dana tersebut. Jika tidak, banyak parpol yang akan mengumpulkan dana dengan berbagai cara.

Lemahnya pengaturan dan adanya fakta proses politik berbiaya tinggi, menurut Saldi, akan membuat para politisi di tingkat legislatif maupun eksekutif berbah menjadi mesin uang untuk kepentingan parpol maupun pribadi. "Jangan malah memperkecilnya, itu bisa menjadi celah parpol untuk melakukan tindak pidana korupsi," terangnya.

Mendagri Minta Buruh Abaikan Surat Pembatalan Perda

Posted: 13 Mar 2013 02:17 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi meminta para buruh mengabaikan surat berisi klarifikasi pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan nomor 22 tahun 2012 tentang Sistem Penyelenggaraan Ketenagakerjaan. Sebab, surat tersebut tidak bernomor maupun ditandatangani Mendagri.

Kalau tanpa nomor dan tanda tangan, abaikan saja. Tapi saya akan cek, sebab sampai saat ini belum melihat suratnya. Bisa saja orang main-main, fotokopi kop surat mendagri lalu isinya diketik lagi.

-- Gamawan Fauzi

"Kalau tanpa nomor dan tanda tangan, abaikan saja. Tapi saya akan cek, sebab sampai saat ini belum melihat suratnya. Bisa saja orang main-main, fotokopi kop surat mendagri lalu isinya diketik lagi," kata Gamawan, Rabu (13/3/2013) sore.

Sebelumnya, Rabu siang, ratusan buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia Jawa Timur berunjuk rasa di kantor Kementerian Dalam Negeri. Mereka memprotes rencana Kementerian Dalam Negeri membatalkan Perda tentang Sistem Penyelenggaraan Ketenagakerjaan. Sebab, Perda tersebut dinilai cukup melindungi dan merupakan langkah awal penyejahteraan buruh.

Beberapa klausul yang diatur adalah upah untuk buruh yang sudah berkeluarga minimal 5 persen di atas upah minimum kabupaten/kota (UMK). Sistem kontrak dan alih daya (outsourcing) dilarang pada pekerjaan pokok dan utama. Selain itu, 1 Mei adalah hari libur buruh dan upah tetap dibayar. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dikenakan sanksi pidana 6 bulan dan denda 50 juta.

Namun, beberapa waktu lalu, muncul draft surat dari Kementerian Dalam Negeri yang belum ditandatangani Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Dalam surat tersebut, Perda diminta direvisi karena dianggap aturan-aturan tersebut berlebihan sehingga bertentangan dengan Undang-Undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Secara terpisah, Kepala Biro Hukum Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan, Mendagri tidak berwenang membatalkan perda, tetapi hanya mengklarifikasi bila ada pertentangan dengan perundang-undangan. Karenanya, perda dikaji dengan tolok ukur perundang-undangan.

Selain itu, evaluasi perda kabupaten/kota dilakukan di pemerintah provinsi. Bila klarifikasi tidak dijalankan, barulah Presiden bisa membatalkan perda tersebut. Bila pengusaha menggugat perda tersebut, bisa dilakukan uji materi ke Mahkamah Agung. "Belum ada surat resmi dari Mendagri dan tidak ada pembatalan, silakan jalankan (perda tersebut)," katanya.

No comments:

Post a Comment