KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Rp 16 T untuk Penyelenggaraan Pemilu 2014!

Posted: 15 Mar 2013 04:42 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah kembali mengalokasikan dana untuk Pemilu 2014 mulai dari sekarang dalam APBN 2014. Nilainya hampir dua kali lipat realisasi anggaran Pemilu 2009 yang tercatat sekitar Rp 8,5 triliun.

"Buat Pemilu (2014) kurang lebih Rp 16 triliun," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Jumat (15/3/2013). Dia mengatakan, jumlah itu akan digunakan untuk penyelenggaraan pemilu yang sehat, terencana, demokratis, dan menjaga stabilitas nasional.

Anggaran untuk Pemilu 2014 sudah dianggarkan mulai dalam APBN 2013. Untuk alokasi persiapan tahapan Pemilu 2014, APBN 2013 sudah mengalokasikan dana Rp 8,1 triliun. "Anggaran khusus (untuk penyelenggaraan Pemilu 2014) yang sudah disiapkan tentu akan dimasukkan ke nota keuangan, tapi tidak dimasukkan resource envelope untuk meyakinkan anggaran itu tersedia," tegas Agus.

Agus menambahkan, nilai anggaran tersebut akan disosialisasikan ke Kementerian dan Lembaga Negara sebagai anggaran khusus. "Karena biaya itu tak masuk dalam pagu belanja rutin," tambah Agus. Dalam penjelasan nota keuangan, pemerintah mengharapkan dengan alokasi dana tersebut partisipasi masyarakat pada Pemilu 2014 dapat mencapai 75 persen. 

Total angaran yang disiapkan untuk Pemilu 2014 melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan alokasi anggaran untuk Pemilu 2009. Pada 2008, pemerintah menganggarkan alokasi Rp 6,67 triliun untuk persiapan tahapan Pemilu 2009, tetapi hanya terealisasi Rp 1,9 triliun. Selanjutnya, dalam APBN 2009, pemerintah mengalokasikan dana Rp 13 triliun dan terealisasi Rp 8,5 triliun. (Ella Syafputri)

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Geliat PolitikJelang 2014

Editor :

Palupi Annisa Auliani

APPSI Minta Rp 33 Triliun untuk Naikkan Produktivitas Pertanian

Posted: 15 Mar 2013 02:01 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), meminta alokasi anggaran sebesar Rp 33 triliun untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Minimal, tiap provinsi mendapatkan Rp 1 triliun.

Dalam perbincangan Kompas melalui telepon Jumat (15/03/2013), petang, Ketua APPSI Syahrul Yasin Limpo -- yang juga Gubernur Sulsel --  menegaskan, sejumlah isu strategis pertanian yang harus dibicarakan secara konkret. Di antaranya, isu swasembada beras 10 juta ton, kemungkinan untuk menolak impor dan bagaimana kesiapan dari dalam negeri serta menghadapi open skyling tahun 2015.

Syahrul menggarisbawahi hasil pertemuan Round Table Nasional Optimalisasi Pertanian dan Perikanan Menuju Asean Economic Community (AEC) 2015, di Kantor Gubernur Sulsel, Makassar, Jumat (15/03/2013). Pertemuan itu dihadiri Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan dan Ketua Komite Ekonomi Nasional Chaerul Tanjung.

"Tiap provinsi minimal membutuhkan Rp 1 triliun, khusus untuk mengatasi masalah pertanian. Artinya, Rp 33 triliun untuk semua provinsi di Indonesia," kata Syahrul.

Khusus untuk Sulsel, preverensi petani terhadap komoditas lima tahun terakhir, di antaranya, padi masih menjadi komoditas primadona. Jagung dan rumput laut juga sangat diminati petani. Kakao dan udang mulai bangkit. Adapun ternak sapi berkembang pesat.

"Sayangnya, hampir 12 tahun, irigasi kami tidak pernah diperbaiki dan jika terjadi lowsis, akan sangat berbahaya. Saya yakin, kondisi seperti ini, terjadi hampir di seluruh Indonesia," ujarnya.

Untuk meningkatkan produktivitas pertanian, khusus untuk di Sulsel, dibutuhkan 24 unit silo dryer dengan kapasitas 3000 ton, revitalisasi pengairan, pembangunan 2 gudang pupuk, modernisasi perikanan tangkap, revitalisasi pabrik gula, dan optimalisasi kakao.

Sementara, Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN), Chairul Tanjung menilai, sektor pertanian sangat penting dalam membangun sebuah daerah. Apabila dikelola baik, sektor pertanian mampu mengatasi persoalan kemiskinan. "Sekitar 34 persen angka kemiskinan diserap sektor pertanian dan kontribusinya ke PDRB hanya 14 persen," ungkap Chaerul.

Pertanian jika mampu diindustrialisasi, akan berdampak pada terjadinya peningkatan yang signifikan. Karena itu, masalah pertanian bukan hanya sebatas petaninya saja, tapi juga industrinya. "Usaha tani dan agroindustri bisa menyerap tenaga kerja dengan signifikan. Sekarang, masalah kita adalah kemiskinan dan kesenjangan serta pengangguran. Sudah saatnya kita lakukan revitalisasi di bidang pertanian," terangnya.

Chaerul menjelaskan, ada tiga hal yang saat ini sedang dikaji KEN bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pertama, subsidi yang begitu besar mencapai Rp300 triliun untuk energi, BBM dan listrik. Angka tersebut harus dikurangi tanpa menimbulkan efek.

Kedua, adalah persoalan pangan. Terjadinya fluktuasi harga pangan beberapa hari terakhir, seperti sapi dan bawang putih menjadi perhatian serius semua kalangan. 

Ketiga, kemiskinan dan kesenjangan.  "Hasil diskusi pada round table ini akan disampaikan ke Presiden dalam waktu dekat," tuturnya. Dia menyatakan, saat ini anggaran pemerintah pusat untuk sektor pertanian tidak kurang dari Rp 60 triliun. Tapi, arahnya belum pas sehingga subsidi input belum dirasakan oleh para petani kita.

Turut hadir, Gubernur Banten Ratu Atut Choisyiah, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Gubernur Maluku Utara Thayib Armaiyn, Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi, dan Gubernur Sulawesi Barat l Anwar Adnan Saleh. Juga hadir Wagub Gorontalo Idris Rahim, Wagub Kalimantan Tengah Achmad Diran, Wagub Sulawesi Tengah Sudarto, Wagub Kalimantan Selatan Rudy Resnawan, dan Wagub Sulawesi Tenggara Saleh Lasata.

Eksekusi Susno, Kejaksaan Koordinasi dengan MK, MA, dan Pakar Hukum

Posted: 15 Mar 2013 01:28 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Basrief Arief memastikan pihaknya tetap akan mengeksekusi hukuman penjara terhadap mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duajdi. Basrief mengaku sudah berkoordinasi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua Mahkamah Agung, serta para pakar hukum dan memutuskan bahwa Susno tetap harus dieksekusi.

"Sudah koordinasi dengan Ketua MK, Ketua MA dan pakar lainnya itu, saya kira harus eksekusi, masalah waktu saja," terang Basrief di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Jumat (15/3/2013).

Menurutnya, saat ini yang diperdebatkan adalah masalah pencantuman Pasal 197 KUHAP pada putusan. Padahal dalam putusan Pengadilan Negeri Susno telah divonis 3 tahun 6 bulan penjara hingga putusan MA menolak kasasi Susno. "Saya pikir ini masalah eksekusi masalahnya diramaikan Pasal 197 itu, kan apalagi sudah macam-macam," katanya.

Sebelumnya, Susno mengaku tidak bisa menjalani hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan, sebab dalam putusan MA tidak tertulis masalah penahanan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 197 KUHAP. Putusan MA hanya berisi menolak kasasi dan membebankan biaya perkara Rp 2500.

"Kalau ada panggilan untuk melaksanakan eksekusi, ya, eksekusinya membayar biaya perkara Rp 2.500," kata Susno saat menghadiri diskusi 'Ketika Hukum Menghadapi Kekuasaan Penguasa' di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2013).

Susno mengatakan, letak kesalahan ada pada putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Putusan itu bukan putusan untuk dirinya. Dalam putusan itu ditulis nomor yang berbeda dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Seperti diberitakan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Susno bersalah dalam dua perkara korupsi, yakni kasus penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan kasus dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Dalam kasus PT SAL, Susno terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangannya saat menjabat Kepala Bareskrim Polri dengan menerima hadiah sebesar Rp 500 juta untuk mempercepat penyidikan kasus tersebut.

Adapun dalam kasus Pilkada Jabar, Susno yang saat itu menjabat Kepala Polda Jabar dinyatakan bersalah memotong dana pengamanan sebesar Rp 4,2 miliar untuk kepentingan pribadi. Susno yang telah pensiun dari Polri Juli 2012 itu, mengajukan banding, tetapi ditolak oleh Pengadilan Tinggi Jakarta sehingga dia tetap dihukum 3 tahun 6 bulan penjara.

Setelah dikeluarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 9 November 2011 lalu, Susno kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kasasinya ditolak.

Teddy Mengaku Pernah Dikonfirmasi KPK soal Pertemuan di King Crab

Posted: 15 Mar 2013 01:22 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua panitia lelang proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) Ajun Komisaris Besar Polisi Teddy Rusmawan mengaku pernah dikonfirmasi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai pertemuan di Restoran King Crab dan Dharmawangsa.  Hal ini diungkapkan Teddy seusai diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM, Jumat (15/3/2013).

Menurut Teddy, penyidik KPK mengonfirmasi pertemuan itu kepadanya saat pemeriksaan sebelum ini. "Sebelumnya sudah (dikonfirmasi)," kata Teddy saat meninggalkan Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

Mengenai jawabannya kepada penyidik KPK, Teddy enggan mengungkapkan. Dia menyerahkan pertanyaan itu kepada pengacaranya, Dwi Ria Latifa. "Jawabannya tanya ke dalam (KPK), sama jelasnya ke Bu Ria deh, sudah saya kasih ke Bu Ria semua," ungkapnya.

Kendati demikian, selama pemeriksaan hari ini, Teddy mengaku tidak lagi dikonfirmasi penyidik soal pertemuan tersebut. Dia mengaku hari ini hanya melengkapi berkas kasus simulator SIM yang menjerat atasannya, mantan Kepala Korlantas Polri Inspetur Jenderal Polisi Djoko Susilo itu.

Sementara Ria saat mendampingi kliennya diperiksa tadi sore tidak membenarkan atau membantah ihwal pertemuan di Restoran King Crab yang diduga membicarakan uang jasa pengurusan anggaran kepolisian tersebut. Ria juga enggan berkomentar soal indikasi aliran dana ke anggota DPR terkait anggaran kepolisian ini.

"Wah kalau saya jawabnya no comment gimana, no comment saja. Kalau saya jawab apa pun secara detail, itu kan sebaiknya itu tanya penyidik KPK nanti di pengadilan saja," ujar Ria.

Pertemuan di Restoran King Crab

Menurut pemberitaan Tempo, ada pertemuan di Restoran King Crab dan Dharmawangsa yang membicarakan uang jasa pengurusan anggaran kepolisian. Pertemuan di Restoran King Crab terjadi pada 2010.

Hadir dalam pertemuan itu mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa, dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Mereka bertemu dengan Teddy yang diutus oleh Djoko. Saat itu, Teddy ditemani beberapa pengusaha, di antaranya Budi Susanto.

Dalam pertemuan di restoran itu, Nazaruddin meminta uang jasa pengurusan anggaran kepolisian, besarnya sekitar 12 persen dari anggaran yang disetujui.

Selain di King Crab, Tempo juga memberitakan kalau Anas mengikuti pertemuan di Hotel Dharmawangsa pada akhir Maret 2011. Hadir pula Saan, Nazaruddin, Benny Kabur Harman, I Gede Pasek Suardika, dan Dasrul Djabbar. Dari Korlantas hadir Djoko Susilo dengan ditemani Teddy Rusmawan.

Membantah

Sementara Anas yang juga diperiksa KPK sebagai saksi hari ini membantah informasi mengenai pertemuan tersebut. Anas mengatakan, pemberitaan itu tergolong sadisme opini atau kejahatan opini.

Senada dengan Anas, Saan juga membantah pertemuan itu. Dia bahkan siap dikonfirmasi dengan pihak manapun mengenai pemberitaan tersebut.

Terkait penyidikan kasus simulator SIM ini, KPK sudah memeriksa Dasrul, Benny, dan Nazaruddin. Seusai diperiksa beberapa waktu lalu, Dasrul mengaku ditanya penyidik KPK apakah ada aliran dana ke Komisi III DPR terkait pengurusan anggaran kepolisian.

Istana yang Minta Bertemu Prabowo

Posted: 15 Mar 2013 01:10 PM PDT

Fadli Zon Bantah Heru Lelono

Istana yang Minta Bertemu Prabowo

Penulis : Edna C Pattisina | Jumat, 15 Maret 2013 | 20:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah pernyataan Staf Khusus Presiden, Heru Lelono, yang mengatakan pertemuan antara Prabowo Subianto dan Presiden SBY sebagai inisiatif Prabowo.

Pak Sudi menelepon saya Sabtu malam, 9 Maret. Ia mengundang Pak Prabowo untuk bertemu Presiden.

-- Fadli Zon

"Pernyataan itu tidak benar," kata Fadli, Jumat (15/3/2013). Ia mengatakan, undangan datang dari Presiden SBY melalui Mensesneg Sudi Silalahi. "Pak Sudi menelepon saya Sabtu malam, 9 Maret. Ia mengundang Pak Prabowo untuk bertemu Presiden," kata Fadli.

"Saya telpon Pak Prabowo dan menanyakan kapan waktunya. Prabowo waktu itu sudah terjadwal kampanye di NTT pada Senin dan Selasa, 11-12 Maret. Namun, Prabowo menyampaikan jika Presiden menentukan waktunya, maka akan menyesuaikan," jelas Fadli lagi.

Pada hari Minggu, Pak Sudi menelepon Fadli kembali, menyampaikan bahwa Presiden mengagendakan Senin, 11 Maret jam 15.30. Hal ini disampaikan kepada Prabowo dan akhirnya membatalkan acara Senin ke Kupang.

"Saya tak tahu motif Heru Lelono mengatakan itu di berbagai media," kata Fadli. Ia mengatakan, sangat disayangkan untuk hal kecil dan teknis saja Heru Lelono bisa salah dan memutar fakta. Bagaimana untuk masalah yang lebih besar.

Ia menegaskan, wajar kalau Presiden membuka diri kepada semua kelompok masyarakat, termasuk dari kalangan ormas Islam, purnawirawan, atau kelompok politik lain. "Jangan hanya dapat masukan dari staf yang ABS (asal bapak senang)," kata Fadli. 

Pemeriksaan Anas Dinilai Bermuatan Politis

Posted: 15 Mar 2013 12:48 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Anas Urbaningrum, Firman Wijaya menduga ada motif politik dibalik pemeriksaan kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada Jumat (15/3/2013), KPK memeriksa Anas sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) di Korps Lalu Lintas Kepolisian RI.

Menurut Firman, motif politik nampak dari surat pemanggilan pemeriksaan KPK yang ditujukan kepada kliennya. Dalam surat itu, katanya, KPK memanggil Anas dalam kapasitasnya sebagai ketua umum Partai Demokrat. "Apa urusannya Pak Anas ini sebagai ketua umum Partai Demokrat diperiksa dalam kasus ini? Saya melihat ada persolan lain, tentu bukan persoalan hukum," kata Firman di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta saat mendampingi kliennya diperiksa.

Saat ditanya apakah mungkin kasus simulator SIM ini memang berkaitan dengan Partai Demokrat, Firman mengaku tidak tahu. Dia mengatakan hal itu merupakan kewajiban KPK untuk menelusurinya.

Saat dikonfirmasi, Juru Bicara KPK Johan Budi menegaskan, Anas diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan anggota DPR. Menurut Johan, tidak ada motif politik di balik pemanggilan Anas tersebut. KPK memanggil Anas karena keterangannya memang dibutuhkan penyidik. Mengenai surat panggilan yang ditujukan kepada Anas sebagai ketua umum Partai Demokrat, Johan mengatakan, penyebutan status Anas sebagai ketua umum itu hanyalah predikat semata. "Itu sebagai predikat saja, dalam konteks pemeriksaan itu kita ingin dengar kaitan dengan kasus simulator di mana dulu dia anggota DPR," ujar Johan.

Adapun Anas diperiksa KPK selama kurang lebih lima jam sebagai saksi kasus dugaan korupsi simulator SIM. Tersangka kasus dugaan korupsi Hambalang ini mengaku diajukan banyak pertanyaan, di antaranya mengenai pertemuan di Restoran King Crab. Pertemuan itu diduga membahas uang jasa pengurusan anggaran Kepolisian. Anas juga mengaku diajukan pertanyaan penyidik apakah dia mengenal tersangka kasus simulator SIM, Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo atau tidak.

Seusai pemeriksaan Anas, ada hal tidak biasa yang terjadi. Saat Anas akan meninggalkan Gedung KPK, tiba-tiba mantan ketua Himpunan Mahasiswa Islam itu dipanggil untuk kembali masuk ke dalam Gedung. Menurut informasi dari KPK, ada selembar berkas yang belum ditandatangani Anas.

Dengan didampingi Firman, Anas pun langsung masuk kembali ke dalam gedung KPK dan menunggu penyidik di lobi. Anas sempat menunggu beberapa menit di lobi gedung KPK. Namun lantaran berkas yang harus ditandatangani tak kunjung datang, Anas kembali berjalan menuju mobilnya. Setengah perjalanan, Anas kembali dipanggil dan dia langsung bergegas masuk kembali ke lobi KPK.

Dia menandatangani berkas yang kurang itu di lobi Gedung KPK. Seusai tanda tangan, Anas kembali keluar Gedung KPK. Kepada wartawan, Anas mengatakan "Tandatangan jatah beras," seraya menuju mobil yang telah menunggunya.

PKS: Sejak Dulu Prabowo Incar Kursi Mentan

Posted: 15 Mar 2013 12:38 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Refrizal menilai pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Prabowo Subianto bisa saja membahas posisi menteri pertanian (mentan) yang kini menjadi pos PKS. Refrizal mengakui, sudah sejak lama Prabowo memang mengincar kursi menteri itu.

"Memang kursi mentan ini sudah lama diperebutkan, banyak yang mau termasuk Prabowo itu dari dulu ingin jadi mentan," ujar Refrizal saat dihubungi, Jumat (15/3/2013).

Anggota Komisi VI DPR itu mengatakan kursi mentan juga kerap diperebutkan partai-partai lainnya. Pasalnya, Kementerian Pertanian, katanya, bisa menjadi lahan basah untuk keperluan modal politik Pemilu 2014. Oleh karena itu, Refrizal mengaku tak kaget jika Prabowo menginginkan posisi mentan. Namun, ia mengaku belum mendengar kabar pergeseran kursi Menteri Pertanian Suswono menyusul kasus suap daging impor yang menjerat mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, sebagai tersangka.

Suswono juga saat ini sudah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi. Menurut Refrizal, partainya tidak gentar jika kursi mentan kembali diambil dari PKS. "Kami tidak peduli kursi kami diambil, dulu kursi menristek juga sudah diambil karena dianggap bandel mengajukan hak angket mafia pajak. Tapi toh, kami tidak peduli karena yang penting masyarakat," ucapnya.

Ia mengatakan, posisi mentan bisa saja diambil dari PKS karena banyak yang tidak suka akan kedekatan partainya dengan kalangan petani. "Di dalam kontrak politik koalisi, PKS memang dapat jatah kursi mentan. Tapi buat kami, mau di luar atau di dalam pemerintahan sama saja. Jabatan buat kami bukan segalanya," kata Refrizal.

Sebelumnya, bertempat di Kantor Presiden, Senin (11/3/2013), Presiden SBY dan Prabowo bertemu hampir dua jam. Banyak persoalan nasional, ekonomi, yang dibahas kedua tokoh politik bangsa ini. Namun, wacana Prabowo menjadi mentan mengemuka lantaran Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu juga merupakan Ketua HKTI. Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat, membantah bahwa pertemuan itu SBY meminta Prabowo menggantikan Suswono sebagai menteri pertanian.

"Prabowo calon presiden terkuat sekarang. Kok jadi menteri?" tepis dia.

Menurut Martin, apabila hanya membicarakan persoalan kursi menteri, maka spektrumnya terlalu kecil untuk dua tokoh besar yang berlatar belakang militer tersebut. Terlebih lagi, tambah dia, pertemuan dilakukan di Istana Negara. "Terlalu kecil hal seperti itu. Mereka bicara kan di Istana Negara. Lagi pula kasus korupsi Kementerian Pertanian adalah urusan KPK," ujar dia.

Polisi Bantah Kriminalisasi Kasus Pendeta HKBP Filadelfia

Posted: 15 Mar 2013 12:10 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kabupaten Bekasi, Komisaris Polisi Dedy Murti Haryadi membantah pihaknya lakukan kriminalisasi terhadap penetapan tersangka Pendeta HKBP Filadelfia, Bekasi, Palti Hatuguan Panjaitan. Palti ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan pada malam Natal, Desember 2012. Palti kemudian dijerat dengan pasal 352 dan 335 KUHP tentang penganiayaan dan perbuatan tidak menyenangkan.

"Tidak ada itu kriminalisasi. Kami tidak ada tendensi apa-apa. Itu (penetapan tersangka) bukan pakai kacamata kuda karena kami juga hati-hati sekali. Ini murni rangkaian penyidikan," ujar Dedy saat dihubungi, Jumat (15/3/2013).

Dedy menjelaskan, kepolisian awalnya melakukan pemeriksaan berdasarkan laporan yang dibuat Abdul Azis dengan tuduhan penganiayaan. Dari laporan tersebut, polisi melakukan penyelidikan dan telah memeriksa 12 saksi yang saat itu berada di lokasi kejadian. "Sudah minta keterangan warga, teman-teman jemaat, dan petugas di TKP. Total 12 saksi sudah kita mintai keterangan," katanya.

Menurut Dedy, penyidikan dilakukan sama seperti kasus dugaan penganiayaan lainnya. Sementara penetapan tersangka yang baru dilakukan awal Maret ini dikarenakan, kepolisian tidak mau gegabah. Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya dan melakukan gelar perkara. "Kita sangat hati-hati sekali. Tidak mau gegabah. Kita juga gelar perkara, baru menyimpulkan kita dapat menaikan status tersangka. Kita ada saksi dan visum," terangnya.

Sebelumnya, Rumadi Ahmad Koordinator Program the Wahid Institute menilai polisi telah melakukan kriminialisasi terhadap korban intoleransi dengan menetapkan Palti sebagai tersangka. Menurutnya, Palti justru menjadi korban saat ingin merayakan malam natal dengan para jemaatnya. "Padahal Pendeta Palti justru yang menjadi korban kekerasan," kata Rumadi.

Rumadi mengatakan, pola kriminalisasi terhadap korban intoleransi dari kelompok minoritas bukan kali ini saja terjadi. Hal sama juga terjadi kepada jemaat GKI Yasmin Jayadi Damanik, anggota Ahmadiyah Cikeusik Deden Sudjana, Pendeta Gereja GPDI Mekargalih di Sumedang Bernard. Sikap Kepolisian itu, kata Rumadi, menunjukkan kemalasan dan tidak beraninya aparat Kepolisian dalam menindak para pelaku kekerasan dari kelompok yang mengatasnamakan agama.

No comments:

Post a Comment