KOMPAStekno

KOMPAStekno


Paul Allen, "Idea Man" di Balik Sejarah Microsoft

Posted: 21 Feb 2013 09:35 AM PST

KOMPAS.com - Sebagai salah satu pendiri Microsoft, sosok Paul Gardner Allen memang tidak setenar Bill Gates. Tetapi kiprahnya di dunia bisnis tidak kalah dari rekannya itu. Miliarder cerdas ini tak hanya merambah industri teknologi, tetapi juga industri penerbangan, musik, dan olahraga. Dia pun aktif dalam kegiatan sosial.

Petualangan Allen bersama Bill Gates bermula di suatu musim dingin pada tahun 1974. Saat itu, Allen yang baru 21 tahun membeli edisi terbaru majalah teknologi, Popular Electronics. Isi majalah itu begitu menarik, sehingga Allen dengan semangat menunjukkannya kepada sahabatnya, Gates.

Majalah itu mengulas soal Altair 8800, PC (personal computer) pertama di dunia. Saat itu belum ada software apapun yang bisa dijalankan dengan Altair. Allen tahu bahwa dia dan Gates jago dalam hal pemrograman. Tanpa pernah menyentuh Altair secara langsung, mereka berdua menulis bahasa pemograman untuk Altair. Kolaborasi kedua jenius ini menghasilkan BASIC.

Singkat cerita, pada tahun 1975, Allen dan Gates mendapatkan kontrak untuk memasok BASIC sebagai software pengisi Altair. Lahirlah Microsoft. Sejarah kelahiran Microsoft ini dipaparkan secara lengkap oleh Allen sendiri lewat buku berjudul Idea Man.

Bagi banyak orang, sosok Bill Gates terlihat dominan di Microsoft. Tetapi, Allen pun memiliki peran yang tak kalah penting dalam sejarah Microsoft. Allen bahkan bisa dibilang sebagai 'otak' atau idea man di balik sejarah perusahaan software itu. Dengan pengetahuannya dalam soal infrastruktur pengembangan software, Allen telah menciptakan beragam perlengkapan yang mendukung bisnis Microsoft.

Pada tahun 1977, ketika Apple merilis komputer Apple II yang dilengkapi dengan prosesor yang belum kompatibel dengan software Microsoft, Allen mendapatkan ide untuk mengembangkan sebuah kartu plug-in.

Allen dan Gates, bersama rekan mereka, Tim Paterson dari Seattle Computer Products, lantas menciptakan Z-80 SoftCard alias Microsoft Softcard. Dengan kartu plug-in itu, software yang ditulis untuk perangkat non-Apple bisa dijalankan di komputer Apple.

Tak hanya itu. Peran Allen juga besar dalam menciptakan kerja sama antara Microsoft dengan IBM. Ketika IBM mencari sistem operasi untuk mengisi perangkat komputernya, Microsoft belum memiliki sistem operasi apapun. Saat itu, Allen dan Gates baru membuat coding dan mengembangkan bahasa pemrograman. Sementara di Seattle, ada sebuah perusahaan software kecil yang telah mengembangkan sistem operasi dasar, yakni QDOS, singkatan dari Quick and Dirty Operating System.

Allen yang memiliki kontak perusahaan itu, dengan sigap melakukan negosiasi untuk membeli hak cipta QDOS. Microsoft lalu mengembangkan QDOS menjadi MS-DOS (Microsoft Disk Operating System), untuk kemudian ditawarkan kepada IBM. Komputer IBM kemudian menjadi standar dalam industri komputer, sementara MS-DOS menjadi sistem operasinya. Microsoft semakin berkembang dan mendapatkan profit dari kerja sama ini.

Petualangan Allen bersama Gates di Microsoft hanya berlangsung selama 8 tahun. Pada tahun 1983, Allen mengundurkan diri dari perusahaan yang dia bangun karena 2 alasan. Pertama, dia mengidap penyakit sejenis kanker, yakni Hodgkin lymphoma. Kedua, dia dan Gates mulai mengalami ketidakcocokan sehingga tidak bisa bekerja sama lagi.

Selepas dari Microsoft, Allen melakukan banyak hal. Dia membangun perusahaan investasi Vulcan Inc., membeli tim basket Portland Trail Blazers dan tim football Seattle Seahawks. Allen pernah berinvestasi di America Online (AOL) dan studio film DreamWorks. Dia juga mendirikan Allen Institute for Brain Science, dan sebuah perusahaan penerbangan, yakni Stratolaunch Systems.

Allen, dengan kekayaannya sebesar 15 miliar dollar AS, menempati peringkat ke-20 dalam Forbes 400 yang dirilis oleh Majalah Forbes pada bulan September 2012. Forbes 400 adalah daftar yang berisi 400 orang terkaya di Amerika Serikat.

Nikon D7100, Kamera DLSR "Bebas Buram"

Posted: 21 Feb 2013 08:46 AM PST

KOMPAS.com - Lebih dari dua tahun setelah kemunculan kamera DSLR enthusiast populer Nikon D7000, pembuatnya kini telah menelurkan penerus berupa kamera Nikon D7100.

Dibalik nama yang mirip dengan pendahulunya itu, D7100 membawa sejumlah perubahan besar.

Salah satunya yang paling mendapat penekanan, kamera ini dilengkapi sensor 24 megapixel tanpa filter low-pass (anti-aliasing), seperti pada kamera full-frame Nikon D800E.

Filter low-pass pada sensor digunakan untuk menekan efek Moire dengan cara sedikit "memburamkan" gambar digital yang ditangkap.

Efek visual yang tidak dikehendaki ini biasanya muncul ketika sensor menangkap obyek dengan detail halus berjumlah banyak dan merata, misalnya pola jahitan benang pada baju.

Nah, dengan membuang filter Low-pass, Nikon mengklaim D7100 sanggup menghasilkan foto yang terlihat lebih tajam, tanpa efek "buram halus" dari filter tersebut.

Fitur baru yang tak kalah menarik adalah mode Crop 1,3x di mana Nikon D7100 hanya akan menggunakan sebagian area sensor bagian tengah untuk mengambil gambar (cropping) sehingga seolah-olah tampak seperti menambah Focal Length lensa sebesar 1,3x aslinya. Efek yang sama seperti memasang lensa full-frame pada body APS-C.

Pada mode Crop 1,3x ini, cakupan titik-titik AF yang jumlahnya mencapai 51 buah pada D7100 (15 cross-type, titik tengah mampu bekerja hingga F8) menjadi lebih memenuhi frame sehingga diklaim ideal untuk fotografer olahraga.

Adapun resolusi pada mode Crop 1,3x dipertahankan pada angka 15,4 megapixel, sementara Burst Rate naik dari angka default sebesar 6 FPS menjadi 7 FPS.

Perubahan-perubahan lainnya termasyk layer LCD yang lebih bear (3,2 inci), viewfinder dengan lampu OLED, mikrofon stereo, dan spot white balance lewat live view.

Nikon D7100 dijadwalkan mulai tersedia bulan Maret mendatang dengan harga 1599 dollar AS untuk versi dengan lensa AF-S DX Nikkor 18-105 dan 1199 untuk versi body-only.

Aplikasi Keyboard Android "SwiftKey" Paham Jawa dan Sunda

Posted: 21 Feb 2013 08:03 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com - Aplikasi papan ketik virtual SwiftKey kini tersedia dalam versi keempat di toko aplikasi Google Play, sejak Rabu (20/2/2013). SwiftKey 4 makin memberi sensasi mengetik yang mengasyikan di perangkat Android.

Di SwiftKey 4 versi berbayar, selain mendukung bahasa Indonesia, ia juga mendukung bahasa Jawa dan Sunda. Menarik, bukan?

SwiftKey dapat mengoreksi dan memprediksi kata yang Anda ketik. Ia mengumpulkan data tentang kata yang Anda ketik. Kata-kata itu dikumpulkan dalam data SwiftKey secara anonim dengan algoritma khusus. Sehingga, SwiftKey bisa memprediksi kata apa yang akan Anda ketik selanjutnya, berdasarkan apa yang pernah Anda ketik di masa lalu.

SwiftKey Flow, adalah sebuah fitur baru yang ditawarkan di SwiftKey 4. Fitur ini memungkinkan pengguna mengetik cepat dengan metode gestur tanpa harus mengangkat jari. Jadi, satu jari Anda cukup digeser dari satu huruf ke huruf lain. SwiftKey akan memprediksi kata selanjutnya berdasarkan konteks kalimat. Selain itu, Anda juga tak perlu mengangkat jari untuk menambah spasi.

"Itu sebabnya kami membangun SwiftKey untuk memahami konteks kata-kata, bukan hanya ejaan. Ia bekerja untuk kata selanjutnya dan menyesuaikan diri dengan Anda," kata Ben Medlock, pendiri sekaligus CTO SwiftKey dalam siaran persnya.

Aplikasi keyboard virtual yang mendukung 60 bahasa ini dijual dengan harga 2,14 dollar AS di Google Play. Bagi Anda yang telah menggunakan SwiftKey versi berbayar generasi sebelumnya, dapat melakukan upgrade dengan harga khusus.

Selain berbayar, SwiftKey juga menyediakan versi gratis. Namun, fitur yang diberikan pada versi gratis tentu berbeda dengan versi berbayar.

PlayStation Bakal Sambangi Android dan iOS

Posted: 21 Feb 2013 07:18 AM PST

KOMPAS.com - Sony berencana memperluas bisnis game di layar kedua, yakni layar perangkat mobile yang akan menjadi "pendamping" untuk PlayStation 4. Perusahaan Jepang ini berjanji membuat aplikasi baru bernama PlayStation App untuk perangkat bersistem operasi Android dan iOS.

Ya, perangkat mobile yang dimaksud Sony bukan hanya konsol game portabel PlayStation Vita atau PSP. Perangkat mobile layar kedua itu juga meliputi iPhone, iPad, serta ponsel pintar dan tablet Android.

Dalam siaran pers, Sony memberi contoh implementasi bisnis game pada layar kedua. Jika pengguna meng-install PlayStation App di iOS dan Android, mereka dapat melihat peta di layar perangkat tersebut saat memainkan game petualangan.

Atau, pengguna yang sedang berada jauh dari rumah, bisa membeli game PlayStation 4 dari perangkat iOS dan Android di mana file unduhannya akan masuk ke konsol PlayStation 4 di rumah. Selain itu, dengan PlayStation App di iOS dan Android, pengguna bisa menonton video streaming orang lain yang sedang bermain game PlayStation 4. Semua itu bisa dilakukan selama pengguna Android dan iOS terkoneksi dengan internet.

Dari penjelasan yang diberikan Sony, mereka tak sungguh-sungguh memindahkan pengalaman bermain game PlayStation ke perangkat iOS dan Android. Ponsel pintar dan tablet hanya dijadikan perangkat pendamping bagi PlayStation 4. Tentu saja, Sony tak akan membunuh bisnis konsol game mereka.

Pada saat bersamaan, Rabu malam (20/2/2013) waktu New York, AS, Sony memperkenalkan alat pengontrol PlayStation 4 yang diberi nama DualShock 4. Namun, mereka belum memperlihatkan bentuk perangkat PlayStation 4 itu sendiri. Sony menjanjikan PlayStation 4 akan dirilis secara global pada musim liburan atau akhir tahun 2013.

Kisah Pintu Kaca dan Perampok Apple Store

Posted: 21 Feb 2013 06:50 AM PST

KOMPAS.com - Toko retail Apple yang terletak di Boulder, Colorado, Amerika Serikat, dilaporkan telah menjadi korban perampokan pada Sabtu (16/2/2013) pagi waktu setempat. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, tetapi toko Apple ini diberitakan mengalami kerugian cukup besar.

Dikutip dari Cult of Mac, Kamis (21/2/2013), total terdapat tiga perampok yang beraksi pada saat itu.

Untuk masuk ke toko ini, ketiga perampok bertopeng ini membuat jalan dengan cara melempar batu ke arah pintu kaca toko yang ditaksir seharga 100.000 dollar AS (sekitar Rp 960 juta).

Setelah berhasil masuk, para perampok ini lalu menggondol sejumlah produk-produk Apple, seperti MacBook, iPad, dan iPhone. Beberapa dari laptop yang dicuri tersebut dikatakan memiliki harga lebih dari 2000 dollar AS.

Nah, uniknya barang-barang yang digasak ini nilainya yang lebih kecil ketimbang harga kaca yang mereka hancurkan, 64.000 dollar AS (sekitar Rp 620 juta).

Belakangan ini, Apple memang seperti menjadi sasaran empuk para perampok. Hal tersebut disebabkan mudahnya penjualan perangkat-perangkat berbasis iOS dan Mac di pasaran gelap (black market).

"Apple seperti emas. Produk Apple mudah untuk dijual," kata Rick Levitt, President Macintosh Computer iTech, sebuah toko perbaikan produk Apple di AS.

Pada awal Januari lalu, perampokan juga terjadi di Apple Store yang terletak di Paris. Dalam kejadian tersebut, para perampok berhasil menggasak produk-produk Apple senilai 1,3 juta dollar AS.

Beberapa saat sebelumnya, sebanyak 3.600 unit komputer tablet iPad Mini dicuri oleh sekelompok pencuri di bandara John F. Kennedy, New York, AS.

No comments:

Post a Comment