KOMPAStekno

KOMPAStekno


Sleekbook 14, Notebook "Anti-Jatuh" untuk Mahasiswa

Posted: 20 Dec 2012 10:56 AM PST


JAKARTA, KOMPAS.com - Tren bodi tipis bukan hanya berlaku untuk laptop kelas atas seperti Ultrabook yang diusung Intel. Pasaran laptop low end pun telah diramaikan oleh sejumlah model tipis dari beberapa produsen, antara lain Pavillion Sleekbook 14 dari Hewlett Packard (HP), yang dirilis melalui kerjasama dengan AMD Indonesia.

"Produk ini kami tujukan untuk mahasiswa yang membutuhkan harga terjangkau, juga profesional yang memiliki mobilitas tinggi," ujar Market Development Manager Hewlett Packard Indonesia Cynthia Defjan dalam acara perkenalan di Jakarta, Kamis (20/12/2012) kemarin.

"Satu fitur untuk lainnya adalah HP ProtectSmart yang menggunakan accelerometer dalam notebook ini untuk mendeteksi apabila pengguna menjatuhkannya. Notebook kemudian 'memarkir' head pembaca harddisk pada posisi aman sehingga tidak mengakibatkan kehilangan data," tambah Cynthia.

Untuk notebook konvensional dengan bentang layar 14 inci, HP Pavillion Sleekbook 14 yang memiliki pilihan warna hitam dan merah ini memang memiliki dimensi fisik yang relatif tipis dan ringan. Ketebalannya 21 mm, dengan bobot mulai 1,8 kilogram. Harganya, lanjut Cynthia lagi, dipatok sebesar Rp 3.450.000 selama masa promosi hingga 31 Januari 2013. "Setelah itu harganya menjadi Rp 3.599.000."

Harga tersebut, menurut Cynthia, tidak termasuk sistem operasi Windows. Notebook ini datang dengan sistem operasi DOS karena pihaknya menilai pengguna laptop di segmen low-end lebih suka memasang sistem operasi yang dibeli sendiri.

Untuk mendukung aktivitas penggunanya, HP melengkapi Pavillion Sleekbook 14 dengan deretan konektor lengkap, mulai dari USB, ethernet port, HDMI, D-SUB (VGA), dan SD Card reader.

Di dalamnya, HP Pavillion Sleekbook 14  diperkuat prosesor AMD Seri E-1200 (1,4 GHz) dengan grafis terintegrasi Radeon HD 7310. Prosesor tersebut dipasangkan dengan RAM sebesar 2 GB dan harddisk 320 GB. Adapun layar 14 inci notebook ini memiliki resolusi 1366x768.

Orang Indonesia Getol Berbisnis dari Ponsel

Posted: 20 Dec 2012 10:29 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Indonesia makin erat dengan ponsel dan bergantung pada jaringan nirkabel. Hasil survei terbaru mencatat, banyak pebisnis dan pekerja Indonesia yang melakukan aktivitas dan menyelesaikan bisnis dari ponsel.

Majalah Time dan perusahaan teknologi Qualcomm asal Amerika Serikat, melakukan survei terhadap 5.000 responden dari berbagai usia, terkait penggunaan perangkat mobile nirkabel di Brazil, China, India, Indonesia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat.

Hasilnya, sebanyak 74% pebisnis dan kaum profesional di Indonesia banyak melakukan aktivitas bisnis dari ponsel. Persentase jumlah Indonesia adalah yang terbesar dibandingkan 8 negara lain yang disurvei.

China menempati peringkat dua dalam daftar negara yang pebisnisnya menggunakan ponsel untuk menyelesaikan pekerjaan, sebesar 68%. Posisi berikutnya ditempati oleh Korea Selatan 51%, Brazil 40%, dan Amerika Serikat hanya 28%.

"Kecanggihan teknologi telah mengubah kebiasaan orang Indonesia," kata Country Manager Qualcomm Indonesia Ben Siagian, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (20/12/2012).

Adapun urusan bisnis yang dilakukan meliputi berbalas email, belanja online, e-banking, booking alat transportasi, dan sebagainya. Orang Indonesia cenderung memaksimalkan berbagai platfom untuk berjualan, tak terkecuali layanan pesan instan BlackBerry Messenger dan Facebook.

Ponsel telah menjadi bagian hidup oleh orang Indonesia. Bahkan sekarang, menurut Ben, semakin banyak orang yang memberi persetujuan urusan pekerjaan hanya lewat ponsel pintar.

Sejak jaringan 3G digelar di Indonesia pada 2006 silam, 2 tahun terakhir Indonesia sedang mengalami pertumbuhan pengguna 3G. Ben mengutip hasil survei yang dilakukan Informa WCIS, bahwa ada 47,6 juta pengguna jaringan 3G di Indonesia pada kuartal 3 tahun 2012.

Software Bajakan di DVD Bawa Pasukan Virus

Posted: 20 Dec 2012 09:41 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com - Kerap membeli DVD dengan software bajakan? Jika ya, berhati-hatilah karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Microsoft, kebanyakan DVD tersebut sudah terinfeksi malware dan virus.

Penelitian tersebut dilakukan oleh tim Security Forensics Microsoft pada 118 sampel yang dibeli dari penjual di Indonesia Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Lebih rinci, sampel-sampel tersebut terdiri dari 66 DVD bajakan dan 52 laptop yang sudah ter-install software bajakan.

Software bajakan yang termasuk di sini tidak hanya sistem operasi Windows saja, tetapi termasuk software dari pihak di luar Microsoft, seperti Adobe.

Hasil studi dari sampel tersebut menemukan bahwa 63 persen dari DVD perangkat lunak palsu dan laptop tersebut mengandung infeksi malware berisiko tinggi dan virus. Dari jumlah tersebut, 74 persennya berupa DVD bajakan, sedangkan hanya 48 persen laptop yang mengandung program jahat ini.

Lebih lanjut, diketahui ada sekitar 2.000 kasus infeksi malware yang terjadi dari sampel tersebut.

"Kebanyakan dari sampel tersebut ditemukan berbagai program berbahaya, seperti backdoors, hijackers, droppers, bots, cracker, pencurian password, dan trojan", kata Reza Topobroto, Director of Legal Affairs, Microsoft Indonesia, saat berbincang dengan KompasTekno di Jakarta, Kamis (20/12/2012).

Para kriminal tersebut menggunakan malware ini untuk berbagai kegiatan ilegal invasive yang menghasilkan keuntungan dari mencuri kegiatan perbankan konsumen dan informasi kartu kredit.

Untuk mencegah hal ini terus terjadi, Microsoft menyarankan para konsumen untuk selalu menggunakan software asli.

"Gunakan software asli dan belilah dari reseller terpercaya," tutup Reza.

Mengapa Aplikasi iOS Lebih Laku daripada Android?

Posted: 20 Dec 2012 08:46 AM PST

KOMPAS.com — Soal jumlah uang yang masuk, toko aplikasi App Store milik Apple memang bukan tandingan kompetitornya dari kubu Android, Google Play. November lalu, sebuah studi App Annie yang dikutip oleh Wired mengungkapkan bahwa App Store memiliki pendapatan bulanan 300 persen lebih besar dibandingkan dengan Google Play.

Padahal, jumlah pengguna Android sudah jauh melebihi angka pemakai iOS, dengan penguasaan pasar 75 persen menurut data kuartal ketiga dari IDC. Akan tetapi, kenapa kesenjangan jumlah pendapatan itu masih belum berubah?

Jawabannya, menurut para developer aplikasi, tak lain terletak pada kontrol kualitas super ketat yang diterapkan Apple terhadap aplikasi-aplikasi yang beredar di App Store. Berkat mekanisme pengawasan Apple, konsumen bisa mendapatkan aplikasi yang terjaga kualitasnya dan karena itu dengan senang hati membelanjakan uang.

"App Store memiliki proporsi jumlah aplikasi berkualitas yang lebih tinggi sebagai hasil dari proses approval yang ketat itu," ujar Zak Tanjeloff dari DLP Mobile. "Itu berarti developer bisa meminta bayaran lebih untuk aplikasi mereka."

Tanjeloff yang mengembangkan beberapa macam aplikasi—mulai dari penerjemah bahasa hingga transportasi publik—mengatakan bahwa aplikasi buatan dia biasanya lebih banyak terjual di iOS ketimbang Google Play.

"Saya percaya bahwa hal itu disebabkan oleh toko App Store yang aman dan dipercaya konsumen. Terlebih lagi para pengguna memang sudah familiar dengan metode pembayaran App Store dari memakai iTunes selama bertahun-tahun," ujarnya.

Standar kualitas Apple yang tinggi juga disebut Tanjeloff berhasil  meyakinkan konsumen bahwa aplikasi yang dijual di App Store memang aman dan tidak disusupi program mata-mata atau malware. "Sebaliknya, di toko aplikasi Android tak ada jaminan kualitas atau keamanan. Lalu ada banyak penipuan dan aplikasi-aplikasi yang memang kualitasnya tidak bagus."

Tak cocok untuk semua

Meskipun begitu, para developer berpendapat bahwa mekanisme yang diterapkan Apple di App Store kurang cocok untuk beberapa jenis aplikasi, salah satunya freemium yang bisa diperoleh gratis tetapi memiliki konten tambahan berbayar.

Joe Burger adalah pengembang aplikasi manajemen karyawan Labor Sync. Versi trial dari aplikasi freemium ini bisa dipakai secara gratis, tetapi pengguna harus membayar untuk bisa menggunakan fungsi penuhnya. Pada Android, hal tersebut sama sekali bukan masalah, tetapi Apple rupanya keberatan dengan model yang diterapkan Burger.

"Kami ditolak karena mencantumkan alamat situs web kami di dalam aplikasi, di mana kami menjalankan mode trial gratis aplikasi itu," ujarnya. "Kami juga ingin membuat mekanisme pembayaran kami sendiri dengan harga yang dinamis, tetapi Apple rupanya tidak setuju."

Agar aplikasinya bisa masuk App Store, Burger diharuskan menghapus hal-hal yang berkaitan dengan situs web-nya dari dalam aplikasi. Dia juga wajib menerapkan metode pembelian konten dalam Aplikasi dari Apple sehingga terpaksa menambahkan sejumlah kode programming lagi.

"Dengan Android, penjualan kami lebih komplit. Pengguna membeli aplikasi kami, mencoba versi trial, lalu sign-up dan membayar biaya langganan. Itu tak terjadi di App Strore," ujar Burger.

Hal lain yang menjadi momok developer yang menjual aplikasi di App Store adalah prosedur update yang memakan waktu lama. Monica Martino dan Greg Smith dari Privus Mobile mengatakan bahwa menerapkan update untuk aplikasi Android lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan update pada aplikasi iOS.

"Pada iOS, diperlukan waktu tiga bulan untuk mengerjakan update. Kemudian butuh waktu satu bulan lagi agar update tersebut bisa diperiksa oleh Apple, itu pun kalau tidak ditolak kemudian," keluh Martino. "Saat update tersebut akhirnya bisa keluar di App Store, jangka waktu yang sama bisa dipakai untuk meng-update sebuah aplikasi Android sebanyak tiga kali."

Ketatnya kontrol kualitas aplikasi yang diterapkan Apple bisa jadi mendorong pengembang aplikasi macam Martino dan Smith untuk berpindah ke Google Play. Bulan Oktober 2012, pendapatan toko aplikasi Android ini naik 17,9 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara pendapatan aplikasi iOS turun 0,7 persen dalam kurun waktu yang sama.

Google Play memang masih jauh di belakang App Store soal besarnya pendapatan yang dihasilkan aplikasi-aplikasi di dalamnya. Namun, apabila Apple tak melonggarkan kebijakan kontrol kualitas di App Store, bukan tak mungkin toko aplikasi Android saingannya itu bisa mengejar ketertinggalan.

Cara Cepat "Install Ulang" Windows 8

Posted: 20 Dec 2012 07:31 AM PST

KOMPAS.com - Windows 8 hadir dengan tampilan yang benar-benar baru. Tampilan awalnya yang disebut Start Screen pun terlihat segar. Namun, banyak pengguna Windows versi sebelumnya yang belum familiar dengan tampilan baru ini.

Untuk pengguna yang baru pun diperlukan waktu beberapa lama untuk membiasakan diri dengan cara kerja sistem operasi teranyar Microsoft tersebut.

Berikut ini lima tips yang bisa membantu mengenali sistem operasi Microsoft ini.

1. Instalasi Ulang Windows

Inilah fitur yang akan terasa berguna apabila ada yang salah dengan sistem. Windows 8 memiliki dua rutin install ulang baru. Tools ini bisa diakses dari halaman "Change PC Settings", klik tombol " Windows + C" lalu klik "Settings").

Dari halaman "PC settings", arahkan ke menu "General". Di sana terdapat pilihan "Remove everything and reinstall Windows".

Fitur ini berbeda dari sebelumnya, untuk melakukan instalasi ulang Windows 8, pengguna tak perlu repot-repot mencari disc driver atau serial code karena semua hal yang diperlukan sudah tersedia, tersembunyi dalam hard disk.

Mengembalikan komputer seperti keadaan awalnya pun dibuat sangat mudah dengan hanya beberapa kali klik.

Sebagai pilihan lain, pengguna bisa memilih opsi "Refresh your PC without affecting your files" yang akan mengembalikan konfigurasi sistem operasi ke setting awal dengan tetap mempertahankan dokumen, pengaturan, program pre-installed, serta aplikasi yang dipasang pengguna.

2. Shortcut Keyboard

Tampilan baru Windows 8 sangat sesuai untuk perangkat baru yang memiliki touchscreen, namun bagaimana dengan laptop atau desktop lawas yang tak dibekali kemampuan itu? 


Shortcut
keyboard bisa membantu meminimalisir jumlah klik dan dragging yang diperlukan dalam bernavigasi di Windows 8. Kombinasi tombol [Windows+C], misalnya, akan menampilkan Charms bar. Tombol Windows sendiri apabila ditekan akan menampilkan Start Screen.

Ingin mencari program? Kombinasi [Alt+Tab] akan menampilkan menu "All Apps".

3. Docking Aplikasi

Pada Windows 7, window aplikasi bisa diatur agar "menempel" (snap) di salah satu sisi layar dengan cara meng-klik dan menggeser title bar ke sisi layar yang bersangkutan.

Windows 8 mengambil langkah lebih jauh dengan memungkinkan pengguna menjalankan aplikasi Start page (misalnya Weather atau Bing) di salah satu sisi layar sementara desktop tetap bisa diakses.

Alhasil, pengguna bisa terus memantau feed Twitter sambil mengedit gambar di Photoshop, atau melihat keadaan cuaca sambil mengerjakan spreadsheet di Excel.

Untuk melakukan ini, klik dan geser sebuah aplikasi Start page dari sisi atas ke sisi samping layar. Lebih dari satu aplikasi bisa dijalankan dengan cara seperti ini.

4. File History

Fitur "mesin waktu" Windows 8 ini memantau dokumen-dokumen penting dan bisa mengembalikannya apabila terhapus secara  tidak sengaja atau menjadi corrupt.

Fitur berguna ini tidak diaktifkan secara default, jadi pengguna harus menyalakannya terlebih dahulu adengan cara mengakses Control Panel dan membuka panel sekuriti.

Akan tetapi, untuk bisa bekerja, File History memerlukan hard disk kedua, baik internal, eksternal, ataupun berada di dalam jaringan.

5. Dukungan ISO

Windows 7 datang dengan ISO burner terintegrasi. Selain membakar file ISO ke CD atau DVD, Windows 8 bisa bertindak lebih jauh dengan dapat membuka file ISO (dan VHD) secara native.

Untuk melihat apa yang ada di dalamnya, cukup klik dua kali sebuah file ISO. Untuk menjalankannya, klik kanan dan pilih "Mount".

No comments:

Post a Comment