KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


\"Anies, Gita, dan Dino, Kandidat Terkuat Konvensi Demokrat\"

Posted: 19 Sep 2013 12:54 PM PDT

JAKARTA,KOMPAS.com – Tiga peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat dinilai sebagai kandidat terkuat proses seleksi tersebut. Penilaian berdasarkan paparan visi dan misi pada saat peluncuran konvensi, Minggu (15/9/2013).

"Menurut saya ada tiga calon kuat yang akan bertarung selama delapan bulan yaitu Anies Baswedan, Dino Patti Djalal, dan Gita Wirjawan," kata Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) Fadjroel Rahman, Kamis (19/9/2013). Menurut dia hanya ketiga kandidat ini yang memiliki gagasan baru dan punya potensi kuat untuk dicalonkan.

Ditemui usai penyerahan Penghargaan Soegeng Sarjadi Award on Good Governance, Fadjroel juga mengatakan ketiga kandidat tersebut mewakili generasi muda dengan gagasan brilian untuk Indonesia. "Mereka punya gagasan-gagasan, mereka punya kemampuan berkomunikasi, (bisa) menyampaikan idenya kepada publik," jelasnya.

Namun, Fadjroel mengungkapkan pula bahwa berdasarkan survei yang digelar lembaganya atas peserta konvensi ini, Dahlan Iskan diakui memiliki tingkat keterpilihan tersendiri. Meski demikian, dia berpendapat Menteri BUMN itu dapat ditinggalkan publik bila terlena dengan angka elektabilitas tersebut tanpa ada gagasan yang lebih baru. "Kalau Dahlan tak hati-hati, dia akan melorot dalam delapan bulan pertarungan ini," kata dia.

Setelah melalui tahap prakonvensi, Konvensi Partai Demokrat dimulai pada 15 September 2013 dan akan berlangsung hingga akhir Desember 2013. Di dalam rentang waktu tersebut, bakal dilakukan berbagai kegiatan, termasuk pengenalan kandidat, wawancara media, dan dilakukan satu kali survei untuk semua kandidat konvensi yang dilakukan oleh tiga lembaga survei.

Pada awal Januari sampai April 2014, konvensi akan memasuki tahap lanjutan. Kegiatan yang dilakukan adalah wawancara mendalam kepada para kandidat yang melibatkan komite dan tokoh lain sebagai pewawancaranya.

Dalam periode lanjutan itu juga akan digelar debat antarkandidat dan dilakukan lagi survei untuk menentukan hasil akhir. Peran masyarakat dalam menentukan pemenang konvensi akan nampak dalam survei akhir tersebut.

Sebelas peserta konvensi adalah Ali Masykur Musa, Anies Baswedan, Dahlan Iskan, Dino Patti Djalal, Endriartono Sutarto, dan Gita Wirjawan. Lalu, Irman Gusman, Hayono Isman, Marzuki Alie, Pramono Edhie Wibowo, dan Sinyo Harry Sarundajang.

Editor : Palupi Annisa Auliani

Ingin Jadi RI 1, Jokowi Harus Manfaatkan Panggung Jakarta

Posted: 19 Sep 2013 09:10 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Popularitas dan Elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi ternyata masih bisa disalip calon presiden (capres) hasil konvensi capres Partai Demokrat (PD). Agar tetap menjadi yang teratas, Jokowi disarankan tetap memanfaatkan Jakarta sebagai panggung politiknya.

"Saya ingatkan agar Jokowi berhati-hati dengan satu partai itu (PD). Manfaatkan habis-habisan panggung Jakarta untuk menjaga popularitas dan elektabilitasnya," ujar Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG), Fadjroel Rachman, usai penyerahan Soegeng Sarjadi Award on Good Governance, Kamis (19/9/2013) di Hotel Four Seasons, Jakarta Selatan.

Menurutnya, Jokowi harus memaksimalkan kinerja pemerintahannya di Jakarta hingga masa kampanye capres Pemilu Presiden 2014 nanti. Ia mengatakan, berbeda dengan calon yang diusung PD, Jokowi tidak punya waktu untuk menyiapkan program pemenangannya dan konsep yang akan diusungnya jika menjadi presiden.

Apalagi, lanjut Fadjroel, hingga kini, baik Jokowi atau pun partai yang mengusungnya, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan belum juga mengumumkan rencana pencalonan mantan Wali Kota Surakarta iru sebagai capres.

"Jokowi tidak punya banyak waktu, sedangkan capres (hasil) konvensi (PD) punya waktu sampai delapan bulan untuk merumuskan gagasannya," ujar Fadjroel.

Berdasarkan survei yang dilakukan SSSG, Jokowi dinilai sebagai tokoh negara terbaik. Jokowi memperoleh suara 55,2 persen dari 1.250 responden yang disurvei. Dia mengalahkan perolehan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang hanya memperoleh 11,4 persen suara.

"(Hasil survei) ini mengejutkan, karena tahun lalu Jokowi masih kalah oleh Dahlan Iskan (Menteri Negara BUMN). Tahun ini malah Jokowi mengungguli SBY," tutur Fadjroel.

Dia mengatakan, melesatnya keterpilihan Jokowi karena politisi itu menunjukkan kerja nyata melalui programnya di Jakarta.

Editor : Hindra Liauw

Luthfi Hasan dan Fathanah Tunggak Cicilan Kredit Mobil

Posted: 19 Sep 2013 09:03 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Dua terdakwa kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi dan pencucian uang yaitu mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq dan orang dekatnya, Ahmad Fathanah disebut belum membayar kredit mobil. Mobil mewah itu dibeli keduanya di William Mobil menggunakan kredit dari Mitsui Leasing Capital Indonesia.

"Terdakwa (Fathanah) mengambil mobil Mercy hitam di William Mobil. Uang mukanya 30 persen dan masa cicilan dua tahun. Tetapi, dia sama sekali belum bayar cicilan sebanyak 23 kali," ujar pihak kredit pemasaran Andika Santoso saat bersaksi untuk Fathanah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (19/9/2013).

Andika mengaku merugi karena mobil Mercy seri C 200 itu belum dibayar Fathanah dan setelah itu ditangkap tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mobil itu pun telah disita KPK.

"Kerugiannya, 23 dikali angsuran per bulan Rp 26,104 juta," katanya.

Sementara Luthfi, mengambil FJ Cruiser dari William Mobil dan juga kredit dari Mitsui. Menurut Andika, Luthfi baru membayar kredit sebanyak dua kali dari masa cicilan selama 3 tahun. Luthfi telah membayar uang muka sebesar 40 persen dari harga mobil itu. Andika kembali merugi karena Luthfi ditangkap KPK dan mobil tersebut disita.

"Harga mobil Rp 608 juta dengan cicilan per bulan Rp 19,825 juta. Jadi masih ada 33 kali cicilan yang belum dibayar," terang Andika.

Seperti diketahui, KPK menyita sederet mobil mewah yang diindikasi TPPU terkait Luthfi. Artinya, mobil tersebut bisa diperoleh dari Luthfi, pemberian, ataupun milik Luthfi yang disamarkan kepemilikannya.

Mobil yang disita KPK diantaranya FJ Cruiser bernomor polisi B 1340 TJE dan FJ Cruiser bernomor polisi B 1330 SZZ dari Fathanah. Cruiser ini disita bersamaan dengan tiga mobil lainnya, yakni Toyota Land Cruiser Prado dengan nomor polisi B 1739 WFN, Toyota Alphard B 53 FTI, dan Mercedes Benz C200 B 8749 BS.

Kemudian VW Caravelle B 948 RFS, Mazda CX9 B 2 MDF, Pajero Sport, dan Nissan Navara. Dalam kasus ini, Fathanah didakwa bersama-sama Luthfi melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima uang Rp 1,3 miliar dari PT Indoguna Utama terkait kepengurusan kuota impor daging sapi. Keduanya juga didakwa tindak pidana pencucian uang.

Editor : Hindra Liauw

10 Calon Dirjen Pemasyarakatan Lolos Tes Tertulis

Posted: 19 Sep 2013 08:04 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia seleksi meloloskan 10 calon Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhuk dan HAM). Sepuluh orang tersebut selanjutnya akan mengikuti tahapan tes profile assessment.

"Setelah dua hari bekerja mengoreksi hasil ujian, Pansel menetapkan 10 kandidat yang dinyatakan lulus tes tertulis," ujar Wamenhuk dan HAM sekaligus Ketua Pansel Denny Indrayana melalui rilis yang diterima wartawan, Kamis (19/9/2013).

Calon Dirjen Pas tersebut akan menjalani tes profile assessment oleh konsultan independen di BPSDM Kemenkumham pada Jumat (20/9/2013) dan Sabtu (21/9/2013).

Denny mengatakan, masyarakat dapat ikut berpartisipasi menyampaikan rekam jejak sepuluh kandidat Dirjen Pas. Masyarakat dapat mengirim pesan singkat ke nomor 081392003339 atau mengirim email ke alamat pansel.dirjenpas@kemenkumham.go.id.

Selain itu, Denny mengingatkan agar mewaspadai adanya penipuan yang mencatut namanya dan Pansel Dirjenpas. "Dalam setiap proses seleksi semacam ini, selalu ada saja jebakan penipuan yang dilakukan. Jangan percaya dan laporkan saja. Kalau bisa kita tangkap sama-sama," terang Denny.

Berikut 10 kandidat Dirjen Pas:
1. Adrianus E. Meliala (Anggota Kompolnas dan Guru Besar Kriminologi FISIP Universitas Indonesia)
2. F. Haru Tamtomo (Kepala Kanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan)
3. Gunarso (Inspektur Wilayah I Kemenkumham)
4. Handoyo Sudradjat (Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK)
5. I Wayan Sukerta (Kepala Kanwil Kemenkumham Sumatera Utara)
6. Ma'mun (Kepala Kanwil Kemenkumham Kalimantan Selatan)
7. Mohammad Ghazalie (Staf Ahli Bidang Hukum Dewan Ketahanan Nasional)
8. Rusdianto (Kepala Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta)
9.  Yon Suharyono (Kepala Kanwil Kemenkumham Bengkulu)
10. Y. Ambeg Paramarta (Kepala BPSDM Kemenkumham)

Editor : Hindra Liauw

Rekonstruksi Penyerahan Memori Kasasi Berlangsung di KPK

Posted: 19 Sep 2013 06:47 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - KPK kembali menggelar rekonstruksi atau reka ulang kasus dugaan suap terkait penanganan kasus dengan terdakwa Hutomo Wijaya Onggowarsito yang sedang bergulir di Mahkamah Agung (MA), Kamis (19/9/2013). Rekonstruksi kali ini berlangsung di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

"Iya, ada rekonstruksi di dalam (Gedung KPK)," kata Juru Bicara KPK Johan Budi.

Menurutnya, rekonstruksi kali ini mereka ulang adegan penyerahan salinan memori kasasi dari tersangka Djodi Supratman kepada staf kepaniteraan MA yang bernama Suprapto. Diduga, salinan memori kasasi ini nantinya akan diberikan kepada hakim agung Andi Abu Ayyub Saleh untuk dipelajari. Penyerahan salinan memori kasasi tersebut, berlangsung di lift kantor MA.

"Penyerahan memori kasasi di lift MA," ujar Johan.

Namun, menurut Johan, untuk mempersingkat waktu, rekonstruksi tidak dilakukan di Gedung MA, melainkan di Gedung KPK.

Secara terpisah, pengacara Djodi, Jusuf Siletty mengungkapkan, setelah penyerahan memori kasasi ini, terjadi kesepakatan nilai fee atau komisi antara Djodi dengan Suprapto. Adapun Djodi, mengaku hanya sebagai penghubung antara pengacara Mario C Bernardo dengan Suprapto. Mario kini berstatus sebagai tersangka KPK. Sementara Suprapto, menurut Jusuf, merupakan staf dari hakim Andi Ayyub.

"Rekontruksinya adalah penyerahan kopian memori kasasi dari DS (Djodi Supratman) kepada S (Suprapto). Artinya bahwa awal itu yang tolak ukur kenapa ada negosiasi tentang angka, dia musti membaca berkas itu dulu dari memori kasasi itu dulu, setelah baca memori, baru ditelepon Djodi, yang lalu disanggupi oleh Djodi," tutur Jusuf.

Selanjutnya, ungkap Jusuf, kliennya menyampaikan kepada Mario mengenai nilai fee yang diminta. Terjadilah penyerahan uang dari Mario kepada Suprapto melalui Djodi dalam tiga tahap.

"Tanggal 8 (Juli) itu penyerahan di Artha Graha di Menteng sebesar Rp 50 juta, lalu diberikan lagi di Martapura 24 (Juli) dan 25 (Juli) ditangkap," ujarnya.

Menurut Jusuf, total fee yang dijanjikan adalah Rp 300 juta. Hingga Djodi tertangkap KPK, menurutnya, fee yang diberikan baru Rp 150 juta. "Baru sampe Pak Djodi, setelah terkumpul baru DS (Djodi Supratman) akan memberikan kepada S (Suprapto)," katanya.

Penyerahan uang tersebut, menurut Jusuf, dilakukan agar Onggowarsito kalah dalam tingkat kasasi dan dipidana. KPK baru menetapkan Djodi dan Mario sebagai tersangka dalam kasus ini. Keduanya tertangkap tangan beberapa waktu lalu. Menurut Johan, terbuka kemungkinan ada tersangka baru jika memang ditemukan dua alat bukti yang cukup.

Editor : Hindra Liauw

Ditolak Jadi Ketua Komisi, Ruhut Sitompul Pun Tertawa...

Posted: 19 Sep 2013 06:27 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul tertawa saat dimintai tanggapannya tentang penolakan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas penetapan dirinya sebagai ketua di komisi hukum tersebut. Ruhut menilai penolakan tersebut lantaran mereka takut tak leluasa bergerak melakukan tindak korupsi.

"Kami tertawa saja termehek-mehek, ini kan lucu. Orang ini hak Partai Demokrat. Ini kan orang-orang yang kepengin maunya ditugaskan orang yang lemas. Biar saja mereka suka-suka kan DPR lembaga terkorup kedua setelah polisi," ujar Ruhut saat dihubungi, Kamis (19/9/2013).

Ruhut mengatakan, setelah dilantik menjadi Ketua Komisi III, dia tidak akan membiarkan praktik korupsi terjadi. "Kalau Ruhut yang pimpin, gawat. Aku sikat semua," ucapnya.

Saat ditanyakan soal adanya permintaan voting atau pemungutan suara dilakukan dalam penetapan Ketua Komisi III DPR, Ruhut yakin hal itu tidak akan dilakukan meski memang diperbolehkan menurut Tatat Tertib DPR. Namun, ia kembali menegaskan bahwa penetapan Ketua Komisi III adalah hak dari Partai Demokrat. Ia meminta partai lain sebaiknya tidak ikut campur.

"Ini semua ada udang di balik batu. Saat pimpin rapat pertama kali, aku akan bilang ternyata yang dikatakan KPK itu tidak salah bahwa DPR itu korup. Buktinya mereka ketakutan," tukas Ruhut.

Penunjukan Ruhut tuai penolakan

Keputusan Fraksi Partai Demokrat memilih Ruhut sebagai Ketua Komisi III berbuah respons negatif dari sejumlah anggota komisi. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Ahmad Yani, mengatakan, banyak anggota komisi yang menolak Ruhut Sitompul menjadi ketua. Ia menilai, kapasitas Ruhut belum teruji dan minim pengalaman memimpin rapat resmi di DPR.

"Banyak daya tolak dari kawan-kawan," kata Yani, Kamis (19/9/2013).

Senada dengan Yani, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura Syarifudin Sudding menilai, Ruhut tak layak memimpin Komisi III karena dianggapnya tak memiliki kompetensi memadai. Selain itu, menurut Sudding, penunjukan Ruhut tak didasari dengan kriteria yang jelas.

"Dari awal saya katakan, perlu banyak pertimbangan. Kalau bagi saya pribadi tidak layak, saya tidak layak dipimpin Saudara Ruhut Sitompul," kata Sudding.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil, mengungkapkan keraguannya dengan kepemimpinan Ruhut. Nasir mengaku belum pernah menyaksikan Ruhut memimpin rapat, apalagi menjadi pimpinan dalam panitia khusus di DPR.

"Makanya, saya meragukan kepemimpinan Ruhut," kata Nasir.

Meski demikian, Nasir mengaku akan menghormati keputusan Fraksi Demokrat yang menunjuk Ruhut menggantikan Pasek. Menurutnya, hal itu merupakan kewenangan penuh Fraksi Demokrat untuk menunjuk siapa pun menjadi Ketua Komisi III saat ini.

Editor : Hindra Liauw

Diperiksa KPK 7 Jam, Politikus Golkar Irit Komentar

Posted: 19 Sep 2013 06:12 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi X DPR Rully Chairul Azwar diperiksa KPK selama kurang lebih tujuh jam sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembahasan revisi Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2010 tentang pembangunan venue lapangan tembak PON XVII, Kamis (19/8/2013).

Seusai diperiksa, Rully irit berkomentar. Politikus Partai Golkar ini hanya mengaku diajukan pertanyaan oleh penyidik KPK seputar PON Riau 2013. "Soal PON, soal PON, tidak ada yang baru," ucap Rully seraya berjalan meninggalkan Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

Saat kembali didesak apakah dia dicecar pertanyaan seputar pembahasan tambahan anggaran PON, Rully membantahnya. "Bukan, bukan. Soal PON, soal PON ya," ucap Rully.

KPK memeriksa Rully karena dia dianggap tahu seputar pelaksanaan maupun penganggaran PON Riau 2013. Selaku Wakil Ketua Komisi X DPR, Rully bermitra kerja dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Terkait kasus ini, KPK pernah memeriksa Rully pada 23 Agustus 2013. Seusai diperiksa, politikus Partai Golkar ini mengaku diajukan pertanyaan oleh penyidik KPK seputar penganggaran PON Riau.

Menurut dia, penganggaran PON Riau sudah sesuai mekanisme. Ada usulan dari Pemerintah yang kemudian melalui proses optimalisasi di Badan Anggaran DPR. Rully juga mengaku tidak tahu persis mengenai tambahan anggaran untuk PON Riau dengan alasan ketika itu dia sudah ditempatkan di bidang legislasi.

Saat ditanya mengenai peran anggota DPR Setya Novanto terkait tambahan anggaran PON Riau ini, Rully enggan menjawab. Dia juga membantah adanya pertemuan antara sejumlah politikus Partai Golkar dengan Rusli Zainal dalam memuluskan tambahan anggaran PON Riau. Terkait penyidikan kasus ini, KPK telah memeriksa anggota DPR selain Rully.

Sebelumnya KPK memeriksa Setya Novanto (Partai Golkar), Kahar Muzakir (Partai Golkar), Utut Adianto (Partai Golkar), serta Angelina Sondakh (mantan anggota DPR asal fraksi Partai Demokrat).

Berdasarkan fakta persidangan tersangka kasus dugaan suap PON Riau sebelum Rusli Zainal, terungkap adanya keterlibatan Setya, Kahar, serta anggota DPR lainnya.

Mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, Lukman Abbas, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau, beberapa waktu lalu mengaku menyerahkan uang 1.050.000 dollar AS (sekitar Rp 9 miliar) kepada Kahar. Penyerahan uang merupakan langkah permintaan bantuan PON dari dana APBN Rp 290 miliar.

Sebelum penyerahan uang tersebut, menurut Lukman, Rusli menemui Setya dan menyerahkan proposal usulan tambahan dana. Lukman juga menyebutkan ada 12 anggota Komisi X DPR yang menerima sarung serta uang 5000 Dollar AS dalam amplop tertutup saat melakukan kunjungan ke lokasi Venue PON Pekanbaru.

Editor : Hindra Liauw

Ruhut: Yang Tolak Aku, Anak Kemarin Sore!

Posted: 19 Sep 2013 05:42 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan, tidak ada satu pun pihak yang berhak mengukur kapasitas dirinya memimpin Komisi III. Ruhut mengaku para anggota Komisi III dari partai lain hanyalah "anak kemarin sore". Mereka tak bisa dibandingkan dengan dirinya.

"Sekarang aku tanya, eh itu siapa kok mereka yang ukur orang? Siapa dia? Jam terbangnya juga masih anak kemarin sore. Ruhut ini jam terbangnya tinggi," ujar Ruhut saat dihubungi, Kamis (19/9/2013).

Dengan pengalaman yang masih kalah jauh itu, Ruhut pun menilai anggota Komisi III lainnya tidak berwenang melarang dia menjadi Ketua Komisi III. "Lagi pula mereka juga anggota, enggak pernah pimpin rapat," ungkap Ruhut.

Dia menyebutkan, serah terima jabatan akan dilakukan pekan depan setelah Komisi III menyelesaikan proses seleksi calon hakim agung. Meski sudah diputuskan menjadi Ketua Komisi III menggeser Pasek, Ruhut tidak hadir dalam seleksi calon hakim agung hari ini.

Di mana Ruhut hari ini?

"Tadi itu bos, aku ada sidang di MK. Itu kalau Ruhut enggak datang, siapa yang mewakili Komisi III?" ucap Ruhut.

Penunjukan Ruhut tuai penolakan

Keputusan Fraksi Partai Demokrat memilih Ruhut sebagai Ketua Komisi III berbuah respons negatif dari sejumlah anggota komisi. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Ahmad Yani, mengatakan, banyak anggota komisi yang menolak Ruhut Sitompul menjadi ketua. Ia menilai, kapasitas Ruhut belum teruji dan minim pengalaman memimpin rapat resmi di DPR.

"Banyak daya tolak dari kawan-kawan," kata Yani, Kamis (19/9/2013).

Senada dengan Yani, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura Syarifudin Sudding menilai, Ruhut tak layak memimpin Komisi III karena dianggapnya tak memiliki kompetensi memadai. Selain itu, menurut Sudding, penunjukan Ruhut tak didasari dengan kriteria yang jelas.

"Dari awal saya katakan, perlu banyak pertimbangan. Kalau bagi saya pribadi tidak layak, saya tidak layak dipimpin Saudara Ruhut Sitompul," kata Sudding.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil, mengungkapkan keraguannya dengan kepemimpinan Ruhut. Nasir mengaku belum pernah menyaksikan Ruhut memimpin rapat, apalagi menjadi pimpinan dalam panitia khusus di DPR.

"Makanya, saya meragukan kepemimpinan Ruhut," kata Nasir.

Meski demikian, Nasir mengaku akan menghormati keputusan Fraksi Demokrat yang menunjuk Ruhut menggantikan Pasek. Menurutnya, hal itu merupakan kewenangan penuh Fraksi Demokrat untuk menunjuk siapa pun menjadi Ketua Komisi III saat ini.

Editor : Hindra Liauw

No comments:

Post a Comment