KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Pleidoi Kasus Master Steel: Saya Hanya Diperas Oknum Petugas Pajak

Posted: 17 Sep 2013 11:03 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Keuangan sekaligus pemilik PT The Master Steel, Diah Soemedi, dalam pleidoi yang dibacakannya, Selasa (17/9/2013), mengaku hanya sebagai korban pemerasan oleh oknum pegawai pajak. Diah adalah terdakwa dalam perkara dugaan suap pada pegawai pajak.

"Yang Mulia Majelis Hakim, saya memohon dengan sungguh-sungguh agar diperhatikan fakta-fakta persidangan ini bahwa saya adalah korban pemerasan oknum pajak," ujar Diah di pengadilan tindak pidana korupsi. Dia menyatakan bahwa dirinya adalah korban pemerasan yang dilakukan oleh pegawai pajak, Eko Darmayanto dan M Dian Irwan Nuqisra.

Diah dalam pembelaannya itu membantah semua dakwaan jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia juga merasa tak seharusnya dipidana karena korupsi. Adapun pleidoi Diah berjudul "Ironi Keadilan: Saya Korban Pemerasan, Mengapa Harus Dipidana?"

Dalam pembelaan dirinya tersebut, Diah memaparkan pula kronologi dari kasus yang sekarang menjeratnya. Dia menuturkan, kasus berawal ketika konsultan pajaknya bernama Ruben Hutabarat dihubungi Eko Darmayanto untuk bertemu Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) DJP Pajak Jakarta Timur.

"Pada saat itu Kakanwil Haryo Damar mengatakan bahwa PT The Master Steel harus membayar pajak sebesar Rp 1,5 triliun," kata Diah. Atas permintaan itu, Diah menjawab bahwa dia tak mampu membayar sebanyak itu. Dengan jawaban tersebut, Haryo menyerahkan proses selanjutnya kepada penyidik pajak.

Dalam prosesnya, kata Diah, Eko mengancam akan melaporkan perihal penyidikan ini kepada orangtua Diah di Hongkong. "Saya khawatir dengan orangtua saya bila mengetahui permasalahan hukum saya. Saat ini usia orangtua saya sudah lanjut, hampir 90 Tahun. Saya takut orangtua saya shock dan terjadi sesuatu dengan orangtua saya," papar Diah.

Menurut Diah, Eko lalu meminta Rp 150 juta kepadanya. Namun, Diah membantah uang itu diberikan agar penyidik menghentikan penyidikan kasus pajak Master Steel.

Dalam kasus ini, Diah telah dituntut dengan hukuman 5 tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara, terkait kasus dugaan suap pada petugas pajak. Dia dianggap terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan anak buahnya, yakni Effendy Komala dan Teddy Muliawan.

Ketiganya didakwa menyuap dua pegawai pajak senilai 600.000 dollar Singapura. Uang itu diduga diberikan kepada dua penyidik pajak, yakni Eko Darmayanto dan Mohammad Dian Irwan Nuqisra, agar mereka menghentikan penanganan perkara pajak PT The Master Steel.

Effendy dituntut hukuman pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 50 juta subsider kurungan selama 3 bulan. Sementara itu, Teddy dituntut hukuman penjara selama 3 tahun, ditambah denda Rp 50 juta subsider hukuman penjara selama 3 bulan.

Editor : Palupi Annisa Auliani

Hukuman Diperberat, Neneng Sri Wahyuni Ajukan Kasasi

Posted: 17 Sep 2013 09:10 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Kubu terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Neneng Sri Wahyuni, langsung mengajukan kasasi atas putusan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pengadilan Tinggi menambah hukuman uang pengganti Neneng dari Rp 800 juta menjadi Rp 2,604 miliar.

"Kayaknya kita sudah menyerahkan memori kasasi," ujar Kuasa Hukum Neneng, Elza Syarief, saat dihubungi, Selasa (17/9/2013).

Neneng menilai putusan tidak adil. Menurut Elza, tidak pernah ada penyerahan dana maupun menerima aliran dana dari PT Anugrah Nusantara. "Kita protes keras, ya karena pembuktiannya tidak demikian. Pembuktiannya satu perak pun tidak ada uang yang masuk ke rekeningnya Neneng," katanya.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menambah hukuman membayar uang pengganti Neneng menjadi Rp 2,604 miliar. Sementara dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, istri mantan Bendum Partai Demokrat Nazaruddin itu hanya diminta bayar uang pengganti Rp 800 juta.

"Amar putusan intinya memperbaiki putusan Pengadilan Tipikor Jakarta nomor 68/Pid.B/Tpk/2012/PN.Jkt.Pst tanggal 14 Maret 2013 tentang pembayaran uang pengganti dari Rp 800.000.000 menjadi Rp 2.604.973.128. Selebihnya sama dengan putusan Pengadilan sebelumnya," tulis Juru Bicara Pengadilan Tinggi DKI, Achmad Sobari melalui pesan singkat pada wartawan, Selasa (17/9/2013).

Adapun hukuman penjara untuk Neneng tetap 6 tahun kurungan. Putusan itu berdasarkan nomor 21/Pid/Tpk/2013/PT.DKI atas nama Neneng Sri Wahyuni tanggal 19 Juni 2013. Putusan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Achmad Sobari dan hakim anggota Hamuntal Pane, Mochammad Hatta, HM As'adi Al Ma'ruf, dan Amiek Sumindriyatmi.

Sobari menjelaskan, hukuman uang pengganti ditambah karena Neneng dianggap juga menikmati hasil korupsi melalui PT Anugerah Nusantara sebesat Rp. 1.804.973.128. Sehingga seluruhnya menjadi Rp. 2.604.973.128. Untuk diketahui, pada putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menjatuhkan vonis enam tahun penjara ditambah denda Rp Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan terhadap Neneng Sri Wahyuni.

Istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin ini pun dihukum membayarkan uang pengganti kerugian negara sekitar Rp 800 juta. Hakim menilai Neneng terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek PLTS. Atas putusan itu, Neneng mengajukan banding.

Editor : Hindra Liauw

Neneng Sri Wahyuni Nilai Putusan Banding Tak Adil

Posted: 17 Sep 2013 09:02 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Neneng Sri Wahyuni, menilai putusan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak adil. Neneng protes karena hukuman uang pengganti ditambah menjadi Rp 2,604 miliar.

"Kita protes keras ya karena pembuktiannya tidak demikian. Pembuktiannya satu perak pun tidak ada uang yang masuk ke rekeningnya Neneng," ujar kuasa hukum Neneng, Elza Syarief saat dihubungi, Selasa (17/9/2013).

Menurutnya tidak pernah ada penyerahan dana. Neneng juga tidak menerima aliran dana dari PT Anugerah Nusantara. "Tidak ada juga penyerahan dana. Maupun semua panitia. Semua saksi-saksi itu tidak pernah mengenal Neneng. Jadi ini benar-benar putusan tidak adil," katanya.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menambah hukuman membayar uang pengganti Neneng menjadi Rp 2,604 miliar. Sementara dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, istri Nazaruddin itu hanya diminta bayar uang pengganti Rp 800 juta.

"Amar putusan intinya memperbaiki putusan Pengadilan Tipikor Jakarta nomor 68/Pid.B/Tpk/2012/PN.Jkt.Pst tanggal 14 Maret 2013 tentang pembayaran uang pengganti dari Rp 800.000.000 menjadi Rp 2.604.973.128. Selebihnya sama dengan putusan Pengadilan sebelumnya," tulis Juru Bicara Pengadilan Tinggi DKI, Achmad Sobari melalui pesan singkat pada wartawan, Selasa.

Adapun hukuman penjara untuk Neneng tetap 6 tahun kurungan. Putusan itu berdasarkan nomor 21/Pid/Tpk/2013/PT.DKI atas nama Neneng Sri Wahyuni tanggal 19 Juni 2013. Putusan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Achmad Sobari dan hakim anggota Hamuntal Pane, Mochammad Hatta, HM As'adi Al Ma'ruf, dan Amiek Sumindriyatmi.

Sobari menjelaskan, hukuman uang pengganti ditambah karena Neneng dianggap juga menikmati hasil korupsi melalui PT Anugerah Nusantara sebesat Rp. 1.804.973.128. Sehingga seluruhnya menjadi Rp. 2.604.973.128.

Untuk diketahui, pada putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menjatuhkan vonis enam tahun penjara ditambah denda Rp Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan terhadap Neneng Sri Wahyuni. Istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin ini pun dihukum membayarkan uang pengganti kerugian negara sekitar Rp 800 juta.

Hakim menilai Neneng terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek PLTS. Atas putusan itu, Neneng mengajukan banding.

Editor : Hindra Liauw

Nuh Minta Semua Museum Waspada

Posted: 17 Sep 2013 08:55 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh mengaku sudah meminta agar pengamanan di semua museum di Indonesia ditingkatkan. Hal itu diminta Nuh dalam pertemuan dengan semua kepala museum pada Senin (16/9/2013) malam.

"Saya katakan kita harus lebih waspada terhadap aset kita. Ini kan aset yang tidak bisa dirupiahkan. Kita harus jaga dengan baik," kata Nuh di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/9/2013).

Nuh mengakui tetap masih ada pengelola museum yang nakal. Untuk itu, menurut dia, perlu juga ada perubahan manajemen museum. Ia berjanji akan ada perbaikan ke depan.

Terkait pencurian di Museum Nasional atau dikenal dengan Museum Gajah, Nuh meminta publik menunggu hasil penyelidikan kepolisian. "Nanti kalau kami sendiri yang selidiki, kamu enggak percaya," seloroh dia.

Seperti diberitakan, Museum Nasional kembali kebobolan. Empat artefak yang terbuat dari emas peninggalan Kerajaan Mataram Kuno pada abad ke-10 Masehi dicuri. Keempat artefak itu terletak di dalam satu lemari kaca yang berada di Ruang Kasana lantai dua.

Catatan Masyarakat Advokasi Warisan Budaya, Museum Gajah sudah lima kali dibobol maling. Kali pertama terjadi pada tahun 1960-an oleh kelompok yang dipimpin oleh Kusni Kasdut.

Editor : Heru Margianto

JK-Akbar Tandjung Dukung Wacana Evaluasi Ical

Posted: 17 Sep 2013 08:50 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Pencalonan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal "Ical" Bakrie sebagai calon presiden pada tahun depan terus menemui hadangan. Politisi senior Partai Golkar, Jusuf Kalla dan Akbar Tandjung, mendukung rencana evaluasi pencapresan tersebut.

Kalla menuturkan, evaluasi perlu dilakukan untuk mencari formula terbaik dalam mendongkrak elektabilitas Ical. Meski begitu, Kalla tak yakin Golkar akan mengusung calon presiden baru mengingat waktu pemilihan umum presiden (pilpres) telah semakin dekat.

"Ya, (evaluasi) tentu juga alasan yang baik. Tapi apakah waktunya masih sempat? Saya tidak tahu, kan perlu persiapan yang banyak," kata Kalla di sela-sela acara hari ulang tahun KAHMI di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (17/9/2013) malam.

Saat ditanya lebih jauh, mantan Wakil Presiden Republik Indonesia ini enggan memberi komentar. Menurutnya, pencapresan Ical merupakan wewenang Golkar dan dirinya merasa tak berhak berkomentar lantaran sudah tidak termasuk pengurus partai tersebut. "Itu urusan Golkar. Saya bukan pengurus Golkar lagi," tandasnya.

Untuk diketahui, dalam sejumlah kesempatan, Akbar sering menyampaikan adanya wacana mengevaluasi kepemimpinan Ical dalam Rapimnas Golkar yang akan digelar pada Oktober nanti. Menurut Akbar, hasil evaluasi itu akan dijadikan bahan pemikiran dan diskusi di internal Golkar.

Akbar menuturkan, kader Golkar di daerah banyak yang mengeluhkan kepemimpinan Ical. Pasalnya, ada sejumlah janji yang tidak dipenuhi dan kemudian sering dikeluhkan oleh kader-kader tersebut. Di antara janji tersebut, kata Akbar, Ical pernah berjanji bahwa Dewan Pimpinan Pusat akan memberikan bantuan berupa dana abadi kepada kader di daerah, tetapi realisasinya masih jauh dari harapan.

Semua keluhan itu didengar Akbar saat dirinya bertemu dengan para kader di berbagai daerah. Keluhan-keluhan dari kader Golkar di daerah ini, kata Akbar, akhirnya menjadi sandungan dari internal partai saat Ical maju sebagai calon presiden pada periode 2014-2019.

Semua menjadi semakin runyam karena Ical juga tersandung kasus semburan lumpur Lapindo yang membuat elektabilitasnya stagnan. Di luar itu, Akbar juga mengkritisi hasil rapimnas sebelumnya yang memutuskan Ical sebagai calon presiden Golkar pada tahun depan.

Keputusan itu, kata Akbar, dapat dievaluasi karena diambil tanpa melibatkan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II tingkat kabupaten dan kota.

Editor : Hindra Liauw

Akbar Tandjung: Ingin Evaluasi Ical, Sampaikan di Rapimnas

Posted: 17 Sep 2013 08:36 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar Akbar Tandjung menyampaikan bahwa wacana mengevaluasi Aburizal "Ical" Bakrie sebagai calon presiden dapat disampaikan dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar (Rapimnas Golkar) pada Oktober 2013.

Menurutnya, usulan itu sah asalkan diimbangi dengan alasan yang relevan. Akbar menjelaskan, dalam rapimnas, semua kader yang hadir dapat menyampaikan gagasan serta masukannya untuk kepentingan bersama. Pasalnya, rapimnas merupakan forum tertinggi setelah musyawarah nasional. Kader diberikan keleluasaan untuk ikut terlibat dalam pembahasan penting yang menjadi fokus Partai Golkar.

"Kalau ada yang ingin menyampaikan (evaluasi) ya silakan, sejauh itu relevan," kata Akbar di sela-sela acara peringatan HUT KAHMI di Jakarta, Selasa (17/9/2013) malam.

Meski begitu, Akbar menegaskan bahwa evaluasi Ical sebagai calon presiden sudah menjadi keputusan Partai Golkar dan hampir pasti tak dapat diubah. Menurutnya, hasil evaluasi itu akan berguna untuk mendongkrak elektabilitas Ical yang stagnan.

"Saya kira tidak ada keinginan untuk melakukan konvensi lagi, calon presiden kan Aburizal Bakrie. Sekarang ini kita masih tahap cermati (elektabilitas) itu, tapi tidak ada pikiran untuk perubahan capres," tandasnya.

Untuk diketahui, di sejumlah kesempatan, Akbar sering menyampaikan adanya wacana mengevaluasi kepemimpinan Ical dalam Rapimnas Golkar yang akan digelar pada Oktober nanti. Menurut Akbar, hasil evaluasi itu akan dijadikan bahan pemikiran dan diskusi oleh pihak internal Partai Golkar.

Editor : Hindra Liauw

Akbar Tandjung: Golkar Jangan Berasumsi Bisa Ajukan Capres

Posted: 17 Sep 2013 08:31 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung tak ingin pengalaman pahit Pemilu 2009 terulang pada Pemilu 2014. Saat itu, Golkar tak mampu mengusung calon presiden sendiri.

"Selama ini yang jadi asumsi kami, Golkar bisa langsung mencalonkan. Padahal, kami harus lihat dinamika politik dan mencermati parpol, baik yang sudah eksis maupun partai baru," ujar Akbar di kediamannya, Selasa (17/9/2013).

Ia mengingatkan para kader untuk fokus pada pemilihan legislatif (pileg) dan tidak terlalu dini meributkan soal pemilihan presiden (pilpres). Jika hasil pileg Golkar mendapat 20 persen, barulah Golkar menyiapkan calon presidennya.

Menurut Akbar, partai yang patut dicermati adalah partai yang memiliki haluan nasionalis mirip dengan Golkar. Beberapa partai itu, antara lain, Partai Demokrat, Partai Nasdem, Partai Hanura, dan Partai Gerindra.

"Bisa saja pemilih dari partai-partai itu pindah ke partai nasional lain. Makanya, kami harus tetap memberikan perhatian terhadap pileg," imbuhnya.

Akbar mengaku tak ingin pil pahit kekalahan Golkar kembali terjadi pada Pemilu 2014. "Awalnya hitung-hitungan Pak JK dapatlah itu 20 persen, tapi ternyata Golkar hanya dapat 14,6 persen. Sungguh kecewa sekali kalau bisa dikatakan. Makanya, jangan sampai peristiwa itu terulang lagi," ungkap Akbar.

Seperti diketahui, Partai Golkar dalam pemilu kali ini menetapkan target yang tinggi, yakni memperoleh suara nasional sebanyak 30 persen. Target ini lebih tinggi dibandingkan Partai Demokrat dan PDI Perjuangan. Golkar menetapkan target tinggi untuk bisa mengusung Aburizal "Ical" Bakrie sebagai calon presiden.

Editor : Hindra Liauw

Jokowi-MS Hidayat Tak Sepakat Mobil Murah, Ini Sikap Hatta Rajasa

Posted: 17 Sep 2013 08:20 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com
— Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, semua pandangan terkait produksi low cost green car (LCGC) atau mobil murah ramah lingkungan tentu ada sisi baiknya. Untuk itu, Hatta meminta semua pihak tidak langsung mempertentangkan pandangan tersebut.

Seperti penolakan dari Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi. Tentu, kata dia, pandangan Jokowi memiliki sisi baik sehingga perlu didengarkan. "Sebagai gubernur, dia (Jokowi) capek ngurusin jalan yang macet luar biasa seperti ini," kata Hatta di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/9/2013).

Di sisi lain, Hatta meminta masyarakat memahami pandangan Menteri Perindustrian MS Hidayat bahwa LCGC tak hanya diperuntukkan warga Jakarta, tetapi kelas menengah ke bawah di seluruh Indonesia.

"Dia (Hidayat) berpikir, orang Papua juga ingin punya mobil, orang dari Kalimantan juga ingin punya mobil. Jalannya ada, mobilnya cuma satu dua yang lewat. Jadi jangan dipertentangkan, semua baik," ucap dia.

LCGC dikatakan sebagai strategi pemerintah untuk mengurangi konsumsi bahan bakar minyak. Kedua, kata dia, untuk mewujudkan komitmen pemerintah mengurangi 26 persen efek gas rumah kaca pada 2020. Ketiga, untuk memperkuat industri otomotif Indonesia.

"Jangan hanya sekadar merakit saja, tapi akhirnya menjadi mobil nasional, memproduksi sendiri. Bahwa kemudian dikhawatirkan akan menghambat jalan, bisa terjadi hal itu," pungkas Hatta.

Seperti diberitakan, kontroversi mobil murah berawal dari adanya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) bagi Produksi Mobil Ramah Lingkungan. Dengan peraturan itu, mobil dengan kapasitas di bawah 1.200 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per liter dapat dipasarkan tanpa PPnBM.

Dikhawatirkan, kebijakan pemerintah pusat itu membuat kemacetan di Ibu Kota semakin parah. Saat ini, kemacetan sudah menjadi pemandangan biasa di Jakarta.

Editor : Hindra Liauw

No comments:

Post a Comment