KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Dino: Generasi Muda, Beranilah Ambil Risiko!

Posted: 18 Sep 2013 08:56 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Duta Besar Indonesia Untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal mengharapkan generasi muda di seluruh penjuru Indonesia berani mengikuti langkahnya. Dino mengacu kepada dirinya yang berani meninggalkan jabatannya sebagai duta besar untuk maju sebagai calon presiden dari Partai Demokrat.

"Saya ingin melihat anak muda idealis Indonesia maju, berani mengambil risiko," kata Dino saat berorasi di acara 1 Jam bersama Dr. Dino Patti Djalal: 6 Jurus Sakti Indonesia Unggul di Abad - 21, di Jakarta, Rabu (18/9/2013).

Bahkan Dino mengaku, salah satu motivasinya mencalonkan diri sebagai presiden adalah karena ingin menginspirasi generasi muda di Indonesia. "Saya sudah hidup mapan, gaji dollar. Tapi saya berani meninggalkannya untuk sebuah pengabdian. If hundred of young people follow what I do... saya sudah merasa hidup saya terpenuhi," lanjutnya.

Menurutnya, generasi muda jangan hanya berani berkomentar dan mengkritik. Jika ingin membuat Indonesia maju, generasi muda harus turun langsung untuk mengubahnya.

Seperti diberitakan, Dino mengaku sudah mengirim surat ke Kementerian Luar Negeri terkait keikutsertaannya dalam Konvensi Capres Partai Demokrat. Dia mengaku siap mundur dari jabatannya apabila diperlukan.

Editor : Hindra Liauw

Djodi: Uang Suap Akan Diserahkan ke Staf Hakim Agung

Posted: 18 Sep 2013 08:51 AM PDT

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rekonstruksi terkait kasus suap kepengurusan kasasi tindak pidana penipuan atas nama terdakwa HWO di Mahkamah Agung, oleh Mario C Bernardo kepada pegawai Mahkamah Agung, Djodi Supratman di di halaman Kantor Law Firm Hotma Sitompoel Amp Associates, Jalan Martapura, Jakarta, Rabu (18/9/2013). Rekonstruksi dilakukan di halaman dan di dalam kantor Hotman. Rekonstruksi yang dilakukan di dalam kantor Hotman berlangsung tertutup. | KOMPAS.com/Ariane Meida


JAKARTA, KOMPAS.com — Pegawai Mahkamah Agung, Djodi Supratman, mengungkapkan bahwa uang Rp 50 juta yang diterimanya dari pengacara Mario C Bernardo akan diserahkan kepada Suprapto. Menurut Djodi, Suprapto merupakan anak buah dari hakim agung Andi Abu Ayyub Saleh.

"Ya, Suprapto itu ya bosnya dia (Andi Ayub)," kata Djodi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kuningan, Jakarta, Rabu (18/9/2013).

Djodi yang ditetapkan KPK sebagai tersangka penerimaan suap tersebut selesai menjalani rekonstruksi atau reka ulang terkait kasusnya. Dia ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap dari pengacara Mario C Bernardo yang juga ditetapkan KPK sebagai tersangka.

Diduga, pemberian suap berkaitan dengan penanganan perkara kasasi dengan terdakwa Hutomo Wijaya Onggowarsito yang sedang bergulir di MA. Djodi mengungkapkan, uang Rp 50 juta yang diterimanya itu akan disatukan terlebih dahulu dengan uang lainnya sebelum diserahkan kepada Suprapto.

"Belum diserahkan (uangnya), baru mau satuin dulu, diserahkan ke S (Suprapto)," ujarnya.

Terkait penyidikan kasus dugaan suap ini, KPK pernah memeriksa hakim agung Andi Abu Ayyub Saleh dan Suprapto sebagai saksi. Seusai diperiksa beberapa waktu lalu, Andi mengakui sebagai majelis yang menangani perkara Ongowarsito di tingkat kasasi bersama dua hakim agung lainnya, yakni Gayus Lumbun dan Agung Zaharuddin Utama.

Menurut Andi, perkara kasasi Ongowarsito diputus bebas di tingkat kasasi pada 29 Agustus 2013. Dia mengatakan, majelis hakim kasasi sepakat dengan putusan majelis tingkat pertama yang menilai tidak ada unsur pidana dalam perkara tersebut.

Pada pengadilan tingkat pertama, Ongowarsito juga diputus bebas. Dia juga mengungkapkan bahwa perkara kasasi ini sempat dua bulan di tangan majelis hakim agung karena anggota majelis ada yang menjalankan ibadah umrah. Kendati demikian, Andi membantah keterlibatan dirinya dalam kasus dugaan suap terkait perkara Ongowarsito tersebut.

Andi mengaku tidak mengenal pegawai MA Djodi Supratman yang ditangkap KPK beberapa waktu lalu bersama dengan Mario di kantor pengacara Hotma Sitompoel di Jakarta.

Editor : Hindra Liauw

KPI Evaluasi Siaran Konvensi Demokrat oleh TVRI

Posted: 18 Sep 2013 08:33 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tengah mengevaluasi siaran tunda acara Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat oleh TVRI. KPI akan memutuskan ada atau tidaknya pelanggaran Undang-undang Penyiaran yang dilakukan stasiun televisi publik itu melalui rapat pleno.

Ketua KPI Yudhariksawan mengatakan, TVRI telah menjelaskan secara rinci proses hingga ditayangkan siaran Konvensi Partai Demokrat itu. "Sudah ditanyakan, sudah dijelaskan itu akan jadi bahan kami evaluasi kami," ujar Yudha di kantornya, Jakarta, Rabu (18/9/2013).

Yudha mengatakan, rapat pleno akan segera dilakukan dalam waktu dekat. KPI siap memberikan sanksi pada TVRI jika ditemukan adanya pelanggaran. Sanksi yang dapat diberikan KPI di antaranya berupa teguran, pembatasan durasi, denda administratif, penghentian sementara, hingga pencabutan izin siaran.

"Kita akan pelajari. Kalau misal ada pelanggaran, kita akan memberikan sanksi yang proporsional," kata Yudha.

Sementara itu, Direktur Utama TVRI Farhat Syukri mengklaim tidak ada pelanggaran yang dilakukan TVRI. Tayangan tersebut merupakan kebijakan redaksi karena dianggap memiliki nilai berita.

Farhat juga menegaskan tidak ada perintah dari istana, ikatan kerja sama dengan Partai Demokrat, maupun kepentingan komersial antara TVRI. Kebijakan siaran tersebut juga dilakukan setelah TVRI rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk menjadi media Pemilu.

Farhat menjelaskan bahwa nantinya partai politik lain juga akan mendapat porsi yang sama seperti Demokrat.

Seperti diberitakan, KPI memanggil pihak TVRI untuk klarifikasi siaran tunda Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat. Hal ini menyusul kritikan DPR atas penayangan acara Konvensi Demokrat di TVRI selama sekitar 3 jam pada Minggu (15/9/2013) malam.

Penayangan ini diduga melanggar Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Tayangan konvensi dinilai tidak dalam konteks berita publik melainkan kelompok tertentu. Tayangan selama itu di televisi milik negara dianggap telah merampas kepentingan rakyat.

Koalisi Masyarakat Peduli Netralitas Media juga melaporkan TVRI ke KPI. Mereka menilai siaran tunda Konvensi Partai Demokrat di TVRI telah merusak citra independensi TVRI dan memperlihatkan adanya intervensi kekuasaan terhadap media publik.

Editor : Hindra Liauw

BK DPR: Priyo Tak Langgar Kode Etik

Posted: 18 Sep 2013 08:18 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR Siswono Yudho Husodo menyampaikan bahwa Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dinyatakan tak melanggar kode etik. Hal itu disampaikan Siswono setelah BK DPR memeriksa Priyo pada Rabu (18/9/2013).

Siswono menjelaskan, pemanggilan itu menindaklanjuti dua aduan dari koalisi masyarakat sipil antikorupsi. Pertama adalah mengenai tindakan Priyo yang diduga membantu narapidana kasus korupsi mendapatkan remisi, dan kedua terkait kunjungannya ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Dari hasil kajian BK, kata Siswono, surat dari sembilan narapidana kasus korupsi yang diteruskan Priyo ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah sesuai dengan tata tertib dan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Dalam UU tersebut, DPR memiliki tugas untuk meneruskan surat aduan masyarakat ke pihak terkait. "Sehingga tidak ada pelanggaran kode etik yang dilakukan Saudara Priyo terkait meneruskan surat yang disampaikan masyarakat ke pihak terkait," kata Siswono.

Selanjutnya, mengenai kunjungan Priyo ke Lapas Sukamiskin, dalam kajian BK juga tak ditemukan pelanggaran kode etik.

Sebagai Wakil Ketua DPR yang membidangi politik, hukum, dan keamanan, Priyo juga telah melakukan kunjungan serupa ke lapas-lapas lain di beberapa daerah. "Dari kajian itu BK menyimpulkan tidak ada pelanggaran etik yang dilakukan Priyo dan diingatkan agar lain kali lebiih hati-hati, agar waktu (berkunjungnya) tepat," ujar Siswono.

Pada Rabu (18/9/2013) siang, Priyo memenuhi panggilan BK DPR. Ia mengaku lega karena dapat memberi penjelasan pada terkait adanya aduan dari masyarakat yang menduga Priyo mengusulkan pemberian remisi untuk narapidana korupsi.

Priyo menuturkan, sebagai Wakil Ketua DPR bidang politik, hukum, dan keamanan, dirinya memiliki tugas untuk mendistribusikan semua aduan masyarakat. Termasuk merespons surat dari sejumlah narapidana kasus korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

"Janganlah kita mendiskriminasi pihak tertentu, siapapun, ia perlu didistribusikan suratnya, terserah pada pihak lain mau mendengar atau tidak. Kadang kira harus memilih cara tidak populer tapi membela akal sehat," ujarnya.

Editor : Hindra Liauw

Panggil Dia Maria Magdalena Rubinem

Posted: 18 Sep 2013 07:45 AM PDT

Catatan Kaki Jodhi Yudono

Ini kali saya hendak bercerita tentang seorang seniman tua. Dia seorang perempuan yang hanya pernah saya dengar namanya, namun tak pernah sekali pun berjumpa dengannya. Sekilas saya memang sempat mendengar suaranya saat saya masih kanak-kanak. Kini, saya hendak menjumpainya secara langsung. Siapa tahu, saya masih bisa menikmati sisa-sisa keindahhan suaranya.

Nama lengkapnya Maria magdalena Rubinem, karena dia terlahir sebagai seorang Katolik. Tapi sehari-hari dia cukup dipanggil Rubinem saja.

Rubinem, ya mbah Rubinem, sebab dia memang perempuan Jawa yang kini sudah 88 usianya. Rubinem, menurut KTPnya lahir di Yogyakarta pada tahun 1927. Namun menurut pengakuan perempuan sepuh itu, sebetulnya dia lahir pada tahun 1925.

Saya menemuinya pada malam hari, ketika warung yang sekaligus dijadikan sebagai tempat tinggalnya telah tutup. Mbah Rubinem hanya menyisakan pintu warungnya terbuka setengah untuk menunjukkan penghuninya belum berangkat tidur.

Malam itu saya memang bermaksud menemuinya, sekedar ingin "sowan" sebagai rasa hormat saya kepada beliau yang telah berjasa di dunia seni Indonesia. Setidaknya, dia pernah menghibur banyak orang melalui keindahan suaranya.

Rubinem. Ya, dialah pesinden yang cukup kondang di Yogyakarta dan sekitarnya antara tahun 1948 hingga awal 80an. Maklumlah, sebab antara tahun 1948 sampai tahun 1972 Rubinem menjadi pesinden Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta.

Ketika saya datang, Mbah Rubinem langsung menyalami saya dengan hangat. Lalu katanya, saya tak boleh melakukan apapun selain makan malam terlebih dahulu untuk mencicipi gudegnya. "Sampun kulo siapke, monggo dahar rumiyin," kata Rubinem dalam bahasa Jawa halus yang artinya, 'sudah saya siapkan, silakan makan dahulu.'

Saya pun dengan hikmat menikmati gudeg olahan Mbah Rubinem yang garing dan hitam kecoklatan. Di piring yang saya pegang, Rubinem menambahkan krecek, areh, daging ayam, dan semur telur ayam. Hmmm... rasanya nikmat, perpaduan antara manis dan pedas menimbulkan sensasi yang ramai di mulut.

"Kados pundi rasanipun?" Mbah Rubinem bertanya, bagaimana rasa gudegnya.

Saya pun mengacungkan ibu jari sebagai pertanda masakan Rubinem lezat.

Sehabis makan malam, saya pun mulai bertanya berbagai hal, terutama perjalanan dan pengalaman hidup Mbah Rubinem.

***
Rubinem belajar nyinden dari para seniman di Keraton Yogyakarta, di antaranya eyangnya seniman Djadug, diakui rubinem sebagai gurunya. Setelah itu, ia terjun langsung manggung sejak 1942. Meski tak sekolah, ia bisa membaca dan menulis. Akhirnya, ia bekerja di RRI Yogyakarta pada 1948, seusai agresi kedua Belanda. "Saya menjadi pemain apa pun pada acara yang berbau budaya Jawa, entah dagelan, ketoprak, uyon-uyon, dan wayang," tutur Rubinem.

Sejak menjadi pesinden tetap di RRI Yogyakarta itulah, nama dan suara Rubinem mulai dikenal luas. Lantunan suaranya kian mantap. Akhirnya, sebulan sekali, ia dipercaya pentas di RRI Jakarta. Rubinem pun manggung berkali-kali di Istana Negara, sejak 1951, di hadapan Presiden Soekarno.

Karena kepopulerannya itulah, Rubinem pun melanglang ke berbagai kota di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, hingga Banyuwangi. Bagi Rubinem, tahun 1960-an merupakan zaman keemasannya. Sebulan ia bisa mendapatkan tanggapan sampai 40 kali.

"Kulo nate angsal honor Rp 500 ribu. Meniko honor ingkang inggil wekdal samanten," tutur Rubinem yang artinya, dirinya pernah mendapat honor Rp 500 ribu, dan itu merupakan honor yang sangat tinggi untuk sinden pada saat itu.

Dari hasil manggung, ia memiliki dua rumah, beberapa petak tanah, mobil, emas-berlian, dan seperangkat gamelan. Tak ada waktu untuk diam. Malam manggung, siang hari ia masih mempunyai kesibukan untuk menjadi pedagang emas-berlian di Pasar Beringharjo, Yogyakarta.

Setelah mengalami banyak kesulitan dalam perkawinan, akhirnya ia menikah dengan Agustinus Subardi, duda berputera satu. Rupanya bahtera rumah tangga Rubinem menjumpai banyak gelombang. Berbagai persoalan melanda kehidupan pribadinya. Akhirnya, ia memilih menjanda. Karena tidak punya keturunan, Rubinem mengangkat tiga anak yang semua dididiknya sampai mandiri dalam berumah tangga.

Jika kini Rubinem membuka warung nasi gudeg di kompleks Terminal Jombor, Sleman, awalnya hanyalah sekadar untuk pengisi kesibukan. Hartanya sebagai mantan sinden kondang masih cukup untuk menghidupi diri, yakni berupa dua rumah dan sepetak tanah yang dikontrakkan, serta satu mobil untuk disewakan.

Sayangnya, perjalanan dan perjuangan hidup Rubinem harus mulai dari awal lagi. Pada 2008, meski atas persetujuannya, anak menantunya menjual seluruh harta-bendanya dan laku Rp 270 juta, untuk investasi di sebuah perusahaan. Ternyata, investasi itu tipu-muslihat belaka.

"Saya bisa stres jika memikirkan itu kembali. Justru dari peristiwa itu, saya semakin mendekatkan diri pada Tuhan, untuk merenungkan perjalanan hidup saya. Akhirnya, saya mendapatkan kepasrahan. Harta saya habis, karena itu bukan rezeki saya. Saya menumpuk harta, selain hasil manggung, juga menjadi rentenir saat menjadi pedagang emas dulu," akunya.

Baginya, tahun 2008 merupakan tahun petaka sekaligus penghiburan. Tahun itu hartanya habis, namun imbalannya, ia mendapatkan penghargaan dari Persatuan Dalang  Indonesia (Pepadi) Pusat Jakarta. Ia menerima penghargaan Anindya Karya Waranggana. Pepadi bekerjasama
dengan Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian Jakarta memberikan penghargaan kepada Rubinem atas pengabdian dan kesetiaannya melestarikan kesenian tradisi.

Di kios berukuran 21 m2, Rubinem menjalani kehidupannya dalam keikhlasan. Di tempat itu, dia hidup bersama salah seorang anaknya dan seorang cucunya.

"Cucu saya itu sudah besar, dan syukurlah, suka bantu-bantu di warung di sela-sela kesibukan kuliahnya.

Sebisa mungkin, saya akan membiayai kuliahnya," tekad Rubinem.

Hari-harinya kini banya diisi dengan memasak gudeg untuk para pelanggannya yang sudah ketagihan masakan gudegnya yang kering dan gurih. Bicara soal pelanggan, Rubinem punya pengalaman buruk dengan salah satu pelanggannya.

Ini bermula seusai dirinya mendapat penghargaan seni dari Persatuan Dalang Indonesia (Pepadi) Pusat Jakarta

pada tahun 2008. Ia beroleh hadiah berupa uang senilai Rp 10 juta. Namun setelah dikurangi pajak dan lain-lain, ia membawa pulang uang Rp 8 juta. Sebagian uang yang diperoleh dari penghargaan tersebut dibelikan sepasang giwang berlian. Rubinem dengan senang mengenakan giwang tersebut di warung. Namun diam-diam, seorang perempuan yang juga pelanggannya tertarik untuk memiliki giwang yang dikenakan Rubinem.

Pada suatu hari, saat warung sepi, perempuan jahat itu pun masuk ke warung Rubinem. Begitu dilihatnya sang pesinden sedang sendiri, ditubruknya perempuan itu seraya memaksanya untuk menyerahkan giwang yang pernah dilihatnya. Rubinem yang segera menyadari dirinya hendak dirampok, segera berteriak minta tolong. Perempuan perampok yang sudah berhasil menelikung dan memukuli Rubinem itu pun segera lari.

Rubinem ya Maria Magdalena Rubinem. Kontras benar kehidupannya antara dahulu dan kini. dulu nama Rubinem terkenal tak terkira di sekitar Yogyakarta. Dia bukan saja sinden yang memiliki suara dan cengkok yang menarik, tapi juga memiliki tubuh dan wajah yang aduhai. itulah sebabnya, tak heran jika dirinya dipuja oleh para lelaki yang menggemari sosoknya.

"Tapi saya bukan perempuan gampangan. Saya susah ditemui oleh penggemar saya, sebab saya nggak pernah mau dijemput oleh pengundang. lebih baik saya datang dan pulang sendiri untuk menghindari fitnah," ujar Rubinem.

Rubinem tidak pernah menyesali apa yang sudah terjadi. Termasuk harta benda yang pernah dikumpulkan di kala muda dan kini telah habis.  Dia juga tak menyesali bahwa kini dirinya tak lagi popular, dan bahkan tak dikenal.

Jika ada yang dia sayangkan, adalah karena RRI, institusi tempatnya pernah bekerja juga ikut-ikutan melupakan dirinya. Padahal, Rubinem ingin benar datang kembali ke RRI, sekedar untuk mengenang bahwa dirinya pernah menjadi saksi perjalanan radio milik pemerintah itu.

"Saya berharap mereka masih ingat saya, saya ingin kalau RRI ulang tahun saya diundang. Tapi, sejak saya keluar di tahun 1972 sampai sekarang, saya belum pernah diundang. Saya suka sedih kalau mengingat ini."

@JodhiY

Editor : Jodhi Yudono

Diperiksa 9 Jam, Mantan Rektor UI Acungkan Jempol

Posted: 18 Sep 2013 07:43 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Rektor Universitas Indonesia, Gumilar Rusliwa Somantri diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi selama sekitar sembilan jam, Rabu (18/9/2013). Dia diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan dan instalasi informasi teknologi gedung perpustakaan pusat UI tahun anggaran 2010-2011.

Seusai diperiksa, Gumilar kembali dicecar sejumlah pertanyaan oleh wartawan. Namun, dia tak banyak komentar. "Semuanya sudah disampaikan (KPK). Kita tunggu hasil penyidikan di KPK. Kita sangat menghormati, mendukung KPK agar semuanya berjalan dengan profesional," kata Gumilar.

Setelah itu, Gumilar langsung memasuki taksi yang sudah berada di depan Gedung KPK. Awak media masih terus menggali keterangan dari Gumilar. Namun, dia hanya tersenyum dan mengacungkan jempol.

Gumilar diperiksa KPK sebagai saksi untuk Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia, Keuangan, dan Administrasi Umum Universitas Indonesia Tafsir Nurchamid yang ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

KPK memeriksa Gumilar sebagai saksi karena dianggap tahu seputar proyek pengadaan dan instalasi TI perpustakaan UI. Pengadaan TI perpustakaan UI yang menelan biaya sekitar Rp 21 miliar itu dilakukan saat Gumilar menjabat rektor.

Sebelumnya, Gumilar mengaku tidak terlibat langsung dalam proyek pengadaan TI di perpustakaan UI tersebut. Dia mengaku menyetujui kebijakan pengadaan TI, tetapi tidak terlibat langsung dalam proses pengadaan.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia, Keuangan, dan Administrasi Umum Universitas Indonesia Tafsir Nurchamid sebagai tersangka. Tafsir diduga melakukan penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama terkait proyek pengadaan TI perpustakaan UI.

Diduga, ada penggelembungan harga dari proyek pengadaan proyek TI senilai Rp 21 miliar tersebut. Tafsir diketahui pernah menjabat wakil dekan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik pada 2003-2007. Saat itu, dekan dijabat Gumilar.

Selain memeriksa Gumilar, KPK hari ini memanggil saksi lainnya, yakni Sales PT Datascrip Fansuri Tumanggor, Agus Sutanto, dan Duenma Aliando Hutagaol, Dirut PT Ikonexi Dharma Alfred Alprino Ambarita, Direktur PT Derwi Perdana Internasional, Irwan Widjaja, serta mantan karyawan SRU Komputer dan Suplai PT Makara Mas, Subhan Abdul Mukti

Editor : Hindra Liauw

Calon Hakim Agung Sudrajad Bantah Kenali Bahruddin

Posted: 18 Sep 2013 07:39 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Calon hakim agung Sudrajad Dimyati membantah memberikan sesuatu pada salah satu anggota Komisi III DPR, Bahruddin Nashori. Tak hanya itu, Sudrajad juga mengaku tak mengenali Bahruddin meski keduanya bertemu dan melakukan interaksi di dalam sebuah toilet di Gedung DPR.

Sudrajad menjelaskan, pertemuannya dengan Bahruddin terjadi begitu saja tanpa pernah direncanakan sebelumnya. Ia menegaskan, secara kebetulan dirinya berpapasan dengan politisi Partai Keadilan Bangsa (PKB) tersebut.

"Di toilet, ada orang datang, saya tidak kenal. Berdiri di sebelah saya, usianya lebih tua, dan memakai baju batik. Dia menanyakan sesuatu, saya jawab," kata Sudrajad saat memberi keterangan pers di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (18/9/2013) malam.

Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Pontianak (Kamar Perdata) ini melanjutkan, di dalam toilet itu, Bahruddin mengeluarkan secarik kertas dan menanyakan mengenai calon hakim agung perempuan yang nonkarier. Sudrajad menjawab dengan menunjuk dan tanpa menyentuh kertas tersebut.

"Peserta nonkarier hanya 1, ibu-ibu. Lalu saya jawab, yang di bawah, sudah sampai situ," ujarnya.

Sebelumnya, Bahruddin telah lebih dulu memberi keterangan pers. Dalam kesempatan itu dirinya membantah menerima sesuatu dari calon hakim agung Sudrajad Dimyati. Ia menegaskan, pertemuannya dengan Sudrajad di toilet Gedung DPR hanyalah sebuah kebetulan dan tak ada perbincangan khusus di dalamnya.

Di tempat yang sama, Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika menyatakan pihaknya perlu memberi keterangan pers karena kabar mengenai pertemuan salah seorang anggotanya dengan salah satu calon hakim agung berpotensi menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.

Atas dasar itu, setelah menggelar rapat internal, akhirnya Komisi III sepakat memberi keterangan resmi dan menunda uji kelayakan serta uji kepatutan calon hakim agung yang telah dijadwalkan pada malam hari ini.

"Ini hal serius, karena terkait marwah Komisi III. Bisa saja nanti kita dianggap melakukan hal sama. Sekarang kita panggil untuk memberikan penjelasan," tandasnya.

Uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung di Komisi III DPR, Jakarta, diwarnai sejumlah pertanyaan, Rabu (18/9/2013). Selain pertemuan di ruang rapat Komisi III, diduga ada pertemuan khusus di toilet antara salah satu calon hakim agung dan salah seorang anggota Komisi III DPR.

Pertemuan misterius itu diduga melibatkan calon hakim agung Sudrajad Dimyati dan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Bahruddin Nashori.

Editor : Hindra Liauw

Hakim MA Disebut Sanggupi Urus Kasasi Hutomo Onggowarsito

Posted: 18 Sep 2013 06:44 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak tersangka penerima suap, pegawai Mahkamah Agung Djodi Supratman mengungkapkan adanya kesanggupan yang disampaikan hakim MA Andi Abu Ayyub Saleh melalui staf panitera MA Suprapto untuk mengurus perkara kasasi dengan terdakwa Hutomo Wijaya Onggowarsito yang sedang bergulir di MA.

"Kalau menurut S (Suprapto), menyanggupi," kata pengacara Djodi, Jusuf Siletti di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (18/9/2013).

Menurut Jusuf, kliennya menerima uang dari pengacara Mario C Bernardo untuk diberikan kepada Suprapto yang merupakan anak buah dari hakim agung Andi Abu Ayyub. Pemberian uang tersebut, menurut Jusuf, dilakukan agar Onggowarsito diputus bersalah di MA dan dihukum pidana.

Adapun Mario merupakan pengacara dari pihak yang bersebrangan dengan Onggowarsito. Jusuf juga mengungkapkan bahwa dalam kasus ini, Suprapto bertindak sebagai perantara antara Djodi dengan hakim Andi Abu Ayyub.

"Jadi untuk menemui AA (Andi Abu), harus melalui S (Suprapto)," katanya.

Lebih jauh Jusuf mengungkapkan, kliennya tidak pernah berhubungan langsung dengan hakim Andi melainkan lewat Suprapto. Djodi mengaku pernah menanyakan kesanggupan Suprapto untuk membantu Mario mengurus perkara Onggowarsito kemudian Suprapto menyanggupinya.

"DS (Djodi) tanya ke S (Suprapto), you (kamu) bisa bantu enggak? Terus S (Suprapto) jawab, oke," ungkapnya.

Kepada Djodi, katanya, Suprapto mengatakan bahwa memori kasasi sudah diberikan hakim Andi. "Berdasarkan informasi dari S (Suprapto), memori kasasi yang pernah diterima DS (Djodi) dr MCB (Mario) sudah diserahkan ke dalam, kepada AA (Andi)," tutur Jusuf.

Dia juga mengungkapkan, total uang yang dijanjikan Mario untuk mengurus perkara Onggowarsito senilai Rp 300 juta. Uang tersebut, menurutnya, diberikan dalam tiga tahap. "Ada tiga kali. 8 Juli, 24 dan 25. Tanggal 8 (Juli) ambil di Artha Graha, 24 (Juli) dan 25 (Juli) di kantornya di Martapura. DS (Djodi) ngambil kasasi ke MCB (Mario) tanggal 1," ungkap Jusuf.

Sebelum diserahkan kepada S, menurutnya, uang tersebut dikumpulkan di Djodi. Namun Djodi keburu tertangkap tangan KPK setelah menerima uang Rp 50 juta di kantor Mario sekitar Juli 2013. "Baru mau diserahkan, tapi sudah tertangkap," tambahnya.

Terkait penyidikan kasus dugaan suap ini, KPK pernah memeriksa hakim agung Andi Abu Ayyub Saleh dan Suprapto sebagai saksi. Seusai diperiksa beberapa waktu lalu, Andi mengakui sebagai majelis yang menangani perkara Ongowarsito di tingkat kasasi bersama dua hakim agung lainnya, yakni Gayus Lumbun dan Agung Zaharuddin Utama.

Menurut Andi, perkara kasasi Ongowarsito diputus bebas di tingkat kasasi pada 29 Agustus 2013. Dia mengatakan, majelis hakim kasasi sepakat dengan putusan majelis tingkat pertama yang menilai tidak ada unsur pidana dalam perkara tersebut.

Pada pengadilan tingkat pertama, Ongowarsito juga diputus bebas. Dia juga mengungkapkan bahwa perkara kasasi ini sempat dua bulan di tangan majelis hakim agung karena anggota majelis ada yang menjalankan ibadah umroh.

Kendati demikian, Andi membantah keterlibatan dirinya dalam kasus dugaan suap terkait perkara Ongowarsito tersebut. Andi mengaku tidak mengenal pegawai MA Djodi Supratman yang ditangkap KPK beberapa waktu lalu bersama dengan Mario di kantor pengacara Hotma Sitompoel di Jakarta.

KPK menangkap tangan Djodi Supratman, staf Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, dan Mario karena diduga melakukan praktek suap di kantor pengacara Hotma Sitompoel di Jakarta pada 25 Juli 2013.

KPK menduga transaksi suap itu berkaitan perkara kasasi dengan terdakwa Hutomo Wijaya Onggowarsito yang sedang bergulir di Mahkamah Agung.

Editor : Hindra Liauw

No comments:

Post a Comment