KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Akil Pernah Terima Tamu Bernama Chairun Nisa?

Posted: 07 Oct 2013 08:52 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif Akil Mochtar, Yuanna Sisilia, mengakui bahwa atasannya pernah menerima tamu yang sepertinya anggota DPR Chairun Nisa. Hal tersebut diungkapkan Yuanna dalam pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan MK, di Gedung MK, Jakarta, Senin (7/10/2013).

Mulanya, salah satu anggota Majelis Kehormatan, Abbas Said, menanyakan mengenai tamu legislator perempuan yang pernah berkunjung ke ruang kerja Akil. Mendengar pertanyaan tersebut, Yuanna sempat terdiam sesaat sebelum akhirnya menjawab.

"Kebetulan tamu tidak hanya diterima oleh saya. Jadi saya tidak pernah bertemu tamu wanita, Pak," jawab Yuanna.

Mendengar jawaban tersebut, Abbas terlihat tidak puas. Abbas kemudian mengajukan pertanyaan lanjutan. "Tapi, apakah tidak melihat atau mendengar cerita dari rekan yang bilang ada wanita pernah bertamu?" lanjut Abbas.

Kali ini Yuanna memiliki jawaban yang berbeda. Dia mengaku pernah mendengar ada tamu perempuan yang pernah menemui Akil. Namun, tamu tersebut bukanlah anggota DPR, melainkan desainer interior.

Abbas pun melanjutkan pertanyaan ke hal yang lebih rinci. Abbas menanyakan, apakah Yuanna pernah mendengar nama Chairun Nisa sebelum operasi tangkap tangan KPK terhadap Akil. Sempat terdiam agak lama, Yuanna kemudian menjawab tidak pernah. Lalu Abbas bertanya kembali, apakah setelah kejadian itu pernah mendengar nama Chairun Nisa. Kali ini Yuanna menjawab pernah mendengar nama itu.

"Apakah pernah dengar cerita tersebut dan mendengar cerita dari kawan-kawan, ada mirip nama tersebut dengan yang pernah datang?" lanjut Abbas. Yuanna pun mengiyakan pertanyaan Abbas tersebut.

Chairun Nisa adalah Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK bersama dengan Akil pada Rabu (2/10/2013) malam. Ia diduga akan menyerahkan sejumlah uang bersama pengusaha Cornelius untuk memenangkan Bupati Gunung Mas Hambit Bintih yang didukung PDI Perjuangan.

Editor : Hindra Liauw

Luthfi Bantah Minta Rp 2 Miliar untuk THR PKS

Posted: 07 Oct 2013 08:12 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi Luthfi Hasan Ishaaq membantah meminta uang Rp 2 miliar dari pengusaha Yudi Setiawan untuk tunjangan hari raya (THR) kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Menurut Luthfi, untuk urusan THR telah ditangani oleh bendahara partai.

"Soal THR PKS, tidak ada THR begitu. Itu sudah di-handle bendahara partai untuk diberikan pada karyawan tetap," terang Luthfi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (7/10/2013).

Mantan Presiden PKS itu menyangkal kesaksian Yudi sebelumnya. Dalam kesaksiannya, Yudi mengaku memberikan uang tunai Rp 2 miliar yang diminta Luthfi untuk THR kader PKS. Namun, uang itu diserahkan kepada teman dekat Luthfi, yaitu Ahmad Fathanah.

"Saya serahkan (uang) kepada Fathanah. Sebelumnya sudah berkoordinasi sama Luthfi Hasan tanggal 24 Agustus," terang Yudi.

Selain itu, Luthfi juga membantah meminta dana Rp 1,9 miliar untuk kunjungan kerja rombongan anggota DPR RI Fraksi PKS ke Istanbul, Turki. Pada persidangan ini Yudi membeberkan uang yang diberikannya kepada Luthfi maupun Fathanah. Untuk uang perkenalan dengan Luthfi saja Yudi mengaku merogoh kocek Rp 250 juta. Kemudian membelikan 20 jas untuk Luthfi dan 4 jas untuk Fathanah. Pembelian 24 jas itu menghabiskan dana Rp 165 juta.

Luthfi juga membantah pemberian tersebut. Untuk diketahui, Luthfi dan teman dekatnya Fathanah didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Fathanah didakwa bersama-sama Luthfi menerima uang Rp 1,3 miliar dari PT Indoguna Utama terkait kepengurusan kuota impor daging sapi.

Editor : Hindra Liauw

Sekretaris Akil Mochtar Pernah Transfer Rp 500 Juta

Posted: 07 Oct 2013 08:01 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif Akil Mochtar, Yuanna Sisilia, mengaku sering membantu Akil dalam mengurus transaksi keuangannya di perbankan. Kegiatan tersebut dilakukannya beberapa kali, dengan jumlah transfer terbesar Rp 500 juta.

Hal tersebut diungkapkan Yuanna dalam pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan MK di Gedung MK Jakarta, Senin (7/10/2013).

"Tadi Anda bilang sering disuruh transfer uang sama Pak Akil? Paling besar berapa jumlahnya?" tanya salah satu anggota Majelis Kehormatan, Mahfud MD.

"Seingat saya sekitar Rp 500 juta, Pak," kata Yuanna.

Mendengar hal tersebut, Mahfud pun terlihat kaget. Pasalnya, sebelumnya Yuanna hanya menyebut disuruh mengurus urusan-urusan perbankan, seperti listrik dan telepon.

Mahfud pun bertanya kembali. "Tadi katanya buat bayar telepon? Telepon apa Rp 500 juta?" cecar Mahfud lagi.

Mendapat cecaran dari Mahfud, Yuanna pun menambahkan informasi mengenai urusan perbankan tersebut. Menurutnya, beberapa kali dia juga pernah dimintai Akil untuk mentransfer uang kepada pihak-pihak tertentu.

"Kepada siapa uang itu ditransfer?" tanya Mahfud lagi.

"Tidak tahu, Bapak. Saya hanya diminta mentransfer," ujar Yuanna.

Yuanna kemudian mengaku bahwa Akil tidak hanya sekali menyuruhnya mengurus transaksi perbankan. Ia juga pernah mentransfer uang beberapa kali, mulai dari Rp 10 juta, Rp 50 juta, Rp 100 juta, hingga yang terbesar Rp 500 juta.

Uang tersebut diberikan Akil kepada Yuanna secara tunai. Aktivitas tersebut dilakukannya saat Akil belum menjabat sebagai Ketua MK. Setelah Akil menjabat Ketua MK, Yuanna tidak menangani pekerjaan yang terkait transaksi perbankan. Yuanna mengaku tidak mengetahui penggantinya.

Yuanna adalah saksi pertama yang diperiksa pada Senin malam ini. Selain Yuanna, Majelis Kehormatan MK memeriksa delapan pegawai MK malam ini. Mereka adalah pegawai MK dari berbagai fungsi dan jabatan, mulai dari kepala bagian, sopir, hingga office boy. Berikut rinciannya:

1. Kabag Protokol, Teguh Wahyudi
2. Kasubbag Protokol, Ardiansyah Salim
3. Sekretaris Ketua, Yuana Sisilia
4. Staf Protokol, Sarmili
5. Ajudan Ketua, Ipda Kasno
6. Ajudan Ketua, AKP Sugianto
7. Office boy, Sutarman
8. Sopir Ketua, Daryono
9. Office boy, Imron

Editor : Hindra Liauw

Keluarkan Perppu, Presiden Berpotensi Dimakzulkan

Posted: 07 Oct 2013 07:52 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai salah langkah dalam mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk proses penyelamatan Mahkamah Konstitusi. Langkah Presiden dianggap inkonstitusional dan berpeluang membuat Parlemen mengeluarkan hak menyatakan pendapat (HMP) yang berujung pada pemakzulan.

"Memang itu adalah hak Presiden untuk mengeluarkan perppu. Tetapi kalau kemudian materinya dinilai inkonstitusional maka itu dapat menjadi bola panas bagi Parlemen untuk mengeluarkan hak menyatakan pendapat yang berujung pada impeachment bagi lembaga kepresidenan. Itulah risiko dari perppu itu," ujar ahli hukum tata negara Irman Putra Sidin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (7/10/2013).

Perppu, disebut Irman, inkonstitusional karena tidak sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang telah menganulir kewenangan Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi hakim konstitusi. Yang bisa menganulir hukuman itu, lanjutnya, hanyalah MK sendiri atau Majelis Permusyawaratan Rakyat.

"Sehingga hati-hati Presiden, jika banyak pihak yang mendorong untuk keluarkan perppu. Jangan sampai malah menjerumuskan Presiden di-impeach. Yang diatur ini penunjukan KY adalah materi konstitusi, bukan materi undang-undang yang menjadi otoritas Presiden," ujarnya.

Irman juga mempertanyakan alasan Presiden mengeluarkan perppu. Peraturan ini, kata Irman, biasanya dikeluarkan dalam kondisi memaksa. "Bukankah ini persoalan pribadi? DPR juga tidak boleh menjadi staf ahlinya Presiden dalam mengeluarkan perppu," ucap Irman.

KPK menetapkan Akil sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Pilkada Lebak, Banten, yang ditangani MK. Saat ini, Akil telah ditahan di Rumah Tahanan KPK sejak Kamis (3/10/2013) lalu. Sejak peristiwa ini terungkap ke publik, banyak desakan agar proses pengawasan dan rekrutmen MK diperbaiki.

Presiden kemudian menggelar pertemuan dengan enam pimpinan lembaga negara seperti Ketua DPR, Ketua MA, Ketua KY, Ketua MPR, Ketua BPK, dan Ketua DPD pada Sabtu (5/10/2013). Pertemuan menghasilkan rumusan perlunya Presiden mengeluarkan perppu untuk mengembalikan kewenangan KY dan juga memperbaiki proses rekrutmen hakim konstitusi.

Editor : Hindra Liauw

KPK, Bongkar Semua Praktik Korupsi di Banten!

Posted: 07 Oct 2013 07:40 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi diminta untuk membongkar lebih dalam persoalan korupsi di Banten yang kini dipimpin Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Pada Senin (7/10/2013), Jaringan Warga untuk Reformasi (Jawara) Banten menyambangi KPK untuk menyampaikan data tambahan terkait dugaan korupsi di Banten yang sudah dilaporkan sebelumnya.

"Kedatangan kita untuk memberikan data dan dukungan moral kepada KPK agar membongkar lebih dalam persoalan korupsi di Banten," kata Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (Alipp) Uday Suhada yang tergabung dalam Jawara Banten di Gedung KPK, Jakarta.

Dia mengatakan, persoalan korupsi di Banten yang menjerat Tubagus Chaery Wardana, adik dari Ratu Atut, bukan hanya yang berkaitan dengan pemberian suap kepada Ketua MK nonaktif, Akil Mochtar.

Menurut Uday, dalam surat pencegahan para tersangka dan Ratu Atut yang dikirimkan KPK kepada Imigrasi tertulis bahwa pencegahan dilakukan bukan terkait penyidikan kasus dugaan suap kepada Akil saja, melainkan berkaitan dengan penyelidikan seputar pemilihan kepala daerah dalam periode 2011-2013.

"Artinya tidak menyangkut persoalan korupsi atau suap di Lebak dan Tangerang, tapi justru yang terjadi korupsi yang lebih besar pada 2011, yakni penggelontoran dana hibah Rp 340 miliar dan bansos Rp 60 miliar oleh Atut pada 221 lembaga pada saat itu. Itu sudah kita laporkan pada Agustus 2011 ke KPK," kata Uday.

Dia juga mengungkapkan bahwa Tubagus alias Wawan menguasai sebagian besar proyek pembangunan di Banten dan Tangerang Selatan. Wawan, katanya, seorang pengusaha biasa, tetapi ia memanfaatkan kedekatannya dengan Atut dan istrinya, Wali Kota Tangerang Airin Rachmi Diany, untuk mengatur proyek pengadaan di Banten.

"Dia jadi orang yang paling berperan mengatur berbagai proyek pembangunan di APBD Banten dan Tangsel karena istrinya kan Airin Wali Kota di Tangsel. Jadi, siapa pun yang melakukan proyek pembangunan di Banten, itu harus melalui dia," ujar Uday.

Bahkan, lanjutnya, perusahaan yang mendapatkan proyek di Banten melalui Wawan diminta memberikan fee 30 persen dari nilai proyek. "Karenanya, dia adalah kunci utama kehidupan Atut terkait proyek tadi," tambahnya.

Menurut Uday, beberapa proyek di Banten yang diselewengkan, di antaranya, pengalihan dana penguatan jalan Pandeglang-Serang ke lahan parkir Karang Sari di Pandeglang tanpa persetujuan DPRD; pembangunan rumah sakit di Balaraja; serta penyelewengan dana hibah dan bansos yang nilainya meningkat menjadi Rp 400 miliar.

Editor : Hindra Liauw

Diperiksa Jumat, Andi Mallarangeng Minta Segera Ditahan

Posted: 07 Oct 2013 07:20 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng siap memenuhi panggilan pemeriksaan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana olahraga Hambalang pada Jumat (11/10/2013) ini. Pengacara Andi, Harry Ponto, berharap KPK segera menahan kliennya jika memang sudah dijadwalkan.

"Soal penahanan, itu kewenangan KPK. Dari awal kita mengatakan, kalau mau ditahan, silakan, jadi jangan lama-lama. Katanya setelah Lebaran, setelah itu audit BPK, sekarang main dorong-dorongan," kata Harry ketika dihubungi wartawan, Senin (7/10/2013).

Penahanan Andi dapat mempercepat proses persidangan. "Nanti di pengadilan akan terbuka semua," ujarnya.

Pihak Andi menerima surat panggilan pemeriksaan KPK pada Jumat pekan lalu. Panggilan ini merupakan yang kedua bagi Andi untuk diperiksa sebagai tersangka. Pada pemeriksaan pertama, 9 April 2013, Andi tidak langsung ditahan. Saat itu KPK merasa belum perlu menahan Andi.

Secara terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi belum dapat memastikan apakah penahanan Andi akan dilakukan seusai pemeriksaan Jumat pekan ini atau tidak. Menurutnya, penahanan seorang tersangka merupakan kewenangan penyidik.

"Tergantung keperluan penyidik," kata Johan.

KPK menetapkan Andi sebagai tersangka atas dugaan melakukan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara dalam pengadaan sarana dan prasarana olahraga Hambalang. Perbuatan itu diduga dilakukan Andi bersama Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar, serta mantan petinggi PT Adhi Karya, Teuku Bagus Muhammad Noor.

Menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan, nilai kerugian negara yang muncul dari proyek ini sekitar Rp 463,6 miliar. BPK menyerahkan hasil perhitungan kerugian negara Hambalang kepada KPK pada 4 September 2013. Saat menerima hasil perhitungan BPK tersebut, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, pihaknya akan segera menahan para tersangka Hambalang. Untuk penahanan Andi, menurut Abraham, akan dilakukan dalam beberapa hari ke depan. Namun, hingga kini penahanan belum dilakukan.

Editor : Hindra Liauw

Saksi Minta Fathanah Divonis Kembalikan Uang Pinjaman

Posted: 07 Oct 2013 07:05 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — H Ismail, saksi sidang kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi dan pencucian uang terdakwa Ahmad Fathanah, menyampaikan permintaan khusus kepada majelis hakim dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (7/10/2013).

Ismail meminta hakim nantinya memvonis Fathanah mengembalikan uang yang pernah diberikannya dan saksi lainnya. "Mohon yang mulia kalau bisa dalam putusan nanti dicantumkan supaya Fathanah mengembalikan uang-uang kami," ujar Ismail.

Mendengar permintaan itu, Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango tersenyum dan menyampaikannya kepada Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Fathanah pun terlihat tertawa kecil mendengar permintaan saksi.

Seperti diketahui, Fathanah sering meminjam uang dari para pengusaha yang dikenalnya. Ismail mengaku pernah memberikan Rp 350 juta untuk berbisnis dengan Fathanah. Sidang lanjutan kasus ini juga menghadirkan dua saksi lainnya yang merupakan pengusaha, yaitu Aminudin dan Eko Hendri.

Ketiganya terkait saksi dugaan pencucian uang yang menjerat Fathanah. Aminudin mengaku pernah mentransfer uang Rp 500 juta kepada Fathanah. Kemudian Eko mengaku pernah mengirim uang 500 ribu dollar AS untuk mendukung Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin yang saat itu mencalonkan diri sebagai gubernur Sulawesi Selatan.

Sidang kali ini berlangsung singkat yaitu sekitar 20 menit. Sidang berlangsung pada malam hari dan setelah itu dilanjutkan kembali sidang untuk terdakwa mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq.

Sidang Fathanah sempat akan ditunda pada hari ini. Namun, hakim kemudian mempertimbangkan masa tahanah Fathanah yang akan segera berakhir. Dalam kasus ini, Fathanah didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Fathanah didakwa bersama-sama Luthfi menerima uang Rp 1,3 miliar dari PT Indoguna Utama terkait kepengurusan kuota impor daging sapi.

Editor : Hindra Liauw

Pemeriksaan Perdana, Majelis Kehormatan Panggil 9 Staf MK

Posted: 07 Oct 2013 07:01 AM PDT

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva (tengah) didampingi sejumlah Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman, Arief Hidayat, Maria Farida Indrati, Patrialis Akbar, Harjono (kiri ke kanan) dan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar (kanan) memberikan keterangan pers terkait operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di Mahkamah Konstitusi Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Rabu (2/10/2013). KPK telah menangkap ketua MK Akil Mochtar. | KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES


JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi  memeriksa sembilan pegawai MK, malam ini, Senin (7/10/2013). Mereka adalah pegawai MK dari berbagai fungsi dan jabatan, mulai dari kepala bagian, sopir, hingga office boy. Berikut rinciannya:

1. Kabag Protokol, Teguh Wahyudi
2. Kasubbag Protokol, Ardiansyah Salim
3. Sekretaris Ketua, Yuana Sisilia
4. Staf Protokol, Sarmili
5. Ajudan Ketua, IPDA Kasno
6. Ajudan Ketua, AKP Sugianto
7. Office Boy, Sutarman
8. Sopir Ketua, Daryono
9. Office Boy, Imron

Majelis membutuhkan keterangan kesembilan orang tersebut terkait kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar.

Ini adalah pemeriksaan pertama Majelis Kehormatan setelah sebelumnya mengadakan rapat perdana pada Jumat (4/10/2013). Setelah ini, pemeriksaan akan terus dilanjutkan terhadap saksi-saksi lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan secara terbuka.

Majelis Kehormatan adalah badan internal yang dibentuk oleh MK untuk melakukan penyelidikan internal terhadap kasus Akil. Majelis Kehormatan terdiri dari lima orang dengan latar belakang yang berbeda, yakni Hakim Konstitusi Haryono, Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Abbas Said, mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, mantan Ketua MK Mahfud MD, dan Guru Besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana.

KPK menetapkan Akil sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Pilkada Lebak, Banten, yang ditangani MK.

Saat ini, Akil telah ditahan di Rumah Tahanan KPK sejak Kamis (3/10/2013). Saat ditangkap, Akil tengah bersama politisi Partai Golkar, Chairun Nisa, dan pengusaha Cornelis. KPK pun menyita uang dalam dollar singapura sebesar Rp 2,5 miliar-Rp 3 miliar.

Editor : Hindra Liauw

No comments:

Post a Comment