KOMPAStekno

KOMPAStekno


Chrome Akan Mudahkan Orangtua Awasi Anak

Posted: 21 Aug 2013 06:20 AM PDT

Ilustrasi

KOMPAS.com — Untuk mempermudah para orangtua yang mengawasi anak-anaknya berselancar di internet, Google dikabarkan berencana menanamkan model akun baru bernama "supervised account" ke peramban Chrome buatannya.

Supervised account dimaksudkan bagi anak-anak yang gemar berselancar di internet. Agar mudah mengontrol konten apa saja yang dikonsumsi anak, orangtua dapat membatasi akses akun ini, misalnya dengan menentukan situs mana saja yang bisa diakses.

Untuk mempermudah para orangtua mengawasi anak, nantinya pengaturan-pengaturan supervised account bisa dilakukan lewat jarak jauh melalui laman khusus.

Kehadiran fitur ini dalam browser Chrome versi "Canary" (versi pengembangan) diungkapkan oleh blog Browser Fame yang dikutip oleh The Next Web.

Chrome sebenarnya sudah sejak lama mendukung fitur multi-akun yang memungkinkan beberapa pengguna memakai browser yang sama dan menggunakan setting mereka sendiri untuk tiap sesi.

Ilustrasi akun pengguna.


Namun, supervised account melangkah lebih jauh dengan memberlakukan batasan-batasan pada akun khusus yang dipakai anak-anak.

Dengan demikian, diharapkan para orangtua bisa mengontrol apa yang dilihat oleh buah hatinya di komputer yang dipakai bersama, ataupun di perangkat jenis lain.

Ada kemungkinan bahwa Google akan turut menerapkan fitur serupa di Chromebook, laptop berbasis sistem operasi Chrome yang dijadikan andalan raksasa internet itu untuk masuk ke dalam industri pendidikan.

Cara kerja supervised account sendiri masih belum diungkap lebih rinci karena tim Chrome memang masih mengembangkan user interface, backend, serta aliran prosesnya secara keseluruhan. Namun, kedatangan fitur yang satu ini agaknya memang layak ditunggu oleh para orangtua pengguna Chrome.

Laporan "Gangguan Jalan" Tersedia di Google Maps

Posted: 21 Aug 2013 05:47 AM PDT

KOMPAS.com — Juni lalu, Google mengakuisisi perusahaan aplikasi GPS sosial Waze dengan nilai yang mencengangkan, yaitu mencapai lebih dari 1 miliar dollar AS. Banyak pihak berspekulasi mengenai motif di balik pembelian perusahaan itu. Jawabannya kini mulai mengemuka.

Seperti dilaporkan oleh The Verge, Google pada Selasa (20/8/2013) mengumumkan penerapan fitur pelaporan gangguan jalan secara langsung di aplikasi mobile Google Maps, mirip dengan yang terdapat pada Waze.

Gangguan jalan dimaksud bisa bermacam-macam, seperti banjir, penutupan jalan, atau kecelakaan. Tujuan pelaporannya adalah memberi tahu pengguna Maps lainnya agar bisa menghindari daerah yang bermasalah. Fitur ini adalah salah satu ciri khas aplikasi peta sosial bikinan Waze.

Di Google Maps, yang menjadi pelapor kejadian bukanlah pengguna software itu sendiri, melainkan para pengguna Waze.

Jadi, setiap kali anggota Waze melaporkan suatu kejadian, pemakai Google Maps juga bisa melihat laporan tersebut secara realtime. Namun, para pengguna Google Maps tak bisa memberi laporan, tetapi hanya melihat.

Fitur ini akan mulai tersedia untuk pengguna Google Maps di Argentina, Brasil, Cile, Kolombia, Ekuador, Perancis, Jerman, Meksiko, Panama, Peru, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat. Wilayah-wilayah lain akan menyusul setelahnya.

Timbal balik

Selain "mengambil" fitur Waze untuk dipakai di software peta buatannya, Google juga menyumbang sejumlah teknologi untuk komunitas Waze.

Google Search kini tersedia untuk pengguna Waze di iOS dan Android sehingga hasil pencarian bisa diperluas.  

Google juga menambahkan Street View dan gambar satelit pada Map Editor milik Waze untuk meningkatkan akurasi peta yang dibuat oleh para pengguna, sekaligus mempermudah proses perbaikan peta apabila ditemukan kesalahan.

Dikutip dari Tech Crunch, perlakuan Google ini mencerminkan cara pandang raksasa internet tersebut terhadap perusahaan mapping yang baru dibelinya. Waze dan Google Maps tidak dilebur menjadi satu produk, tetapi dikembangkan secara terpisah.

Waze berfungsi hampir seperti divisi pengembangan produk berbasis komunitas untuk Google Maps. Selama hubungan timbal balik antara Waze dan Maps berlangsung dengan lancar, pengguna kedua aplikasi dapat terus diuntungkan.

Xperia Z1, Nama Resmi Ponsel "20 MP" Sony?

Posted: 21 Aug 2013 03:50 AM PDT

Ilustrasi

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu muncul kabar bahwa Sony akan memperkenalkan smartphone andalam barunya pada 4 September mendatang. Bocoran spesifikasi dan foto telah banyak beredar, tapi ada yang belum jelas: apa nama resmi perangkat yang selama ini disebut sebagai "Honami" tersebut?

Seperti diketahui, Honami merupakan kode nama yang digunakan untuk merujuk pada ponsel pintar baru tersebut. Nama finalnya sendiri kemungkinan besar akan berbeda.

Nah, menurut seorang "anggota senior" forum XDA yang memiliki rekam jejak membeberkan model-model Sony Xperia, Honami akan memiliki panggilan resmi "Xperia Z1" atau "Xperia Z One".

Apabila benar, maka Sony akan mengikuti jejak LG yang sudah lebih dulu mengubah skema nama smartphone high-end miliknya menjadi "G2".

Nama Xperia Z1 atau Xperia Z One sendiri berpotensi membingungkan karena sebelum-sebelumnya Sony sudah memiliki ponsel pintar bernama mirip, yaitu Xperia Z, Xperia ZR, dan Z Ultra.  

Kabar lain yan telah beredar lebih dulu menyebutkan bahwa Honami akan memiliki nama final Xperia i1. Sony juga disinyalir sedang menyiapkan Honami versi "mini', seperti yang sudah dilakukan Samsung dan HTC dengan produk andalan masing-masing.

Gambar bocoran tiga warna Sony


Apapun namanya kelak, Honami agaknya bakal jadi smartphone dengan tenaga dan fitur mumpuni. Dapur pacu ponsel pintar ini diperkuat prosesor Qualcomm Snapdragon 800 berkecepatan 2,2 GHz. Sementara, hasil tangkapan gambar gamera 20,7 megapixel yang dimilikinya bisa dinikmati di layar lebar berukuran 5 inci.

Seperti pada gambar di atas, Honami (atau Xperia Z1, Z One, atau i1) diprediksi bakal meluncur dengan tiga pilihan warna, yaitu hitam, putih, dan ungu.

Pengguna Line Indonesia Urutan Ke-5 Dunia

Posted: 21 Aug 2013 03:12 AM PDT

TOKYO, KOMPAS.com — Pengguna aplikasi pesan instan Line di Indonesia hingga kini mencapai 14 juta pengguna. Indonesia menempati urutan kelima pengguna aplikasi tersebut setelah Jepang (47 juta), Thailand (18 juta), Taiwan (17 juta), dan Spanyol (15 juta).

Demikian diungkapkan dalam Line Tokyo Conference, pertemuan tahunan Line di Maihama Amphitheater, Tokyo, Jepang, Rabu (21/8/2013), yang dibuka oleh CEO Line Corporation, Akira Morikawa. Acara dilanjutkan dengan persentasi dari Jun Masuda, Executive and Chief Strategy & Marketing Officer Line Corporation.

Line merupakan aplikasi untuk menyampaikan pesan dalam bentuk teks, foto, suara, ataupun video. Ia menjadi pesaing aplikasi sejenis seperti WhatsApp, KakaoTalk, WeChat, sampai Facebook Messenger.

Di aplikasi Line sendiri, kata Akira Morikawa, produk yang paling banyak diunduh adalah stiker digital, baik yang gratis maupun berbayar. Stiker itu digunakan untuk mengekspresikan dirinya kepada orang lain.

Selain stiker, game juga menjadi produk Line yang laris diunduh. "Pendapatan Line Corporation dari penjualan stiker di Jepang saja mencapai 1 miliar yen per bulan, sedangkan penjualan game di aplikasi Line sebesar 3,1 miliar yen per bulan," tambah Jun Masuda.

Jumlah peserta yang hadir dalam Konferensi Line di Tokyo sebanyak 1.200 orang. Dari jumlah itu, ada sekitar 40 wartawan dari berbagai negara. (Tjahja Gunawan Diredja)

Facebook Ingkar Janji, Peretas Palestina Tetap Dapat Rp 100 Juta

Posted: 21 Aug 2013 01:39 AM PDT

KOMPAS.com — Kisah peretas Palestina yang dicuekin oleh Facebook, Khalil Shreateh, berlanjut. Orang yang berhasil menemukan sebuah bug berbahaya di Facebook ini akan menerima bayaran atas penemuannya tersebut.

Namun, pihak yang akan memberikan uang untuk Shreateh ternyata bukanlah pihak Facebook, melainkan dari komunitas peretas di seluruh dunia.

Adalah Marc Maiffret, Chief Technology Officer dari perusahaan keamanan siber BeyondTrust, yang berinisiatif untuk mengumpulkan uang bagi Shreateh. Ia meminta para peretas di seluruh dunia untuk menyumbangkan hadiah berupa uang dengan target sebesar 10.000 dollar AS (sekitar Rp 100 juta) bagi Shreateh.

Maiffret kepada kantor berita Reuters mengungkapkan bahwa ia telah berhasil mengumpulkan uang sebesar 9.000 dollar AS, termasuk 2.000 dollar AS yang disumbangkan sendiri olehnya.

Penggalangan dana ini dilakukan oleh Maiffret dan peretas lain karena tidak setuju dengan keputusan Facebook yang tidak memberikan sepeser uang pun kepada Shreateh, meskipun Facebook memiliki sebuah program bernama "Bug Bounty".

Melalui program ini, jejaring sosial terbesar ini menjanjikan sejumlah uang bagi siapa saja yang berhasil memberi tahu Facebook mengenai bug atau celah keamanan yang ditemukan. Hadiah terkecil yang dijanjikan oleh Facebook adalah sebesar 500 dollar AS.

"Shreateh sedang duduk di Palestina mengerjakan penelitiannya di notebook-nya yang telah berumur 5 tahun, yang tampak akan segera rusak. Uang ini mungkin akan sangat membantu dia," kata Maiffret.

Sebelumnya, Shreateh berhasil menemukan sebuah bug yang mengizinkan seseorang untuk mem-posting ke lini masa pengguna lain, tanpa harus berteman atau terhubung terlebih dahulu.

Shreateh sudah menghubungi pihak Facebook mengenai masalah ini, tetapi tidak digubris. Kemudian, Shreateh memanfaatkan celah tersebut untuk mem-posting adanya masalah ini langsung ke wall Mark Zuckerberg. Akhirnya, perhatian pun langsung didapatkan.

"Pertama-tama mohon maaf telah membobol privasi dan mem-posting ke dinding Anda, saya tidak punya pilihan lain untuk melaporkan apa yang sudah saya kirim ke tim Facebook," tulis Shreateh.

Tidak lama berselang, celah keamanan tersebut langsung ditutup oleh tim keamanan Facebook. Mereka pun menyadari kesalahan mereka dengan meminta maaf kepada Shreateh. Namun, Facebook tidak akan memberikan bayaran apa pun.

"Kami tidak akan mengubah peraturan dengan menolak membayar hadiah kepada peneliti yang menguji kerentanan pada pengguna sungguhan," kata Joe Sullivan, Chief Security Officer Facebook.

No comments:

Post a Comment