KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Berkilah Sudah Ditahan Polri, Robert Tantular Mengaku Tak Tahu Pencairan \"Bailout\" Bank Century

Posted: 23 Aug 2013 09:15 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan pemilik sebagian saham PT Bank Century Tbk, Robert Tantular, mengaku tidak mengetahui adanya pencairan dana talangan (bailout) Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun. Dia berkilah pencairan dana itu terjadi saat dia sudah ditahan di Mabes Polri.

"Saya ditangkap pada 25 November 2008," kata Robert seusai diperiksa di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (23/8/2013) malam. Sementara itu, menurutnya, pencairan dana talangan terjadi pada rentang 24 November 2008 sampai Juli 2009.

"Jadi saat pencairan itu saya kan sudah di dalam tahanan Mabes Polri. Bagaimana saya tahu pencairan dana itu?" ujar Robert. Dia mengatakan, penangkapan tersebut merupakan perintah Wakil Presiden, yang saat itu dijabat Jusuf Kalla, kepada Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri.

Robert kembali diperiksa KPK terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka. Sangkaan yang dikenakan adalah penyalahgunaan wewenang dalam pemberian FPJP pada Bank Century pada 2008 dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Diduga, ada kesengajaan untuk mengubah syarat rasio kecukupan modal (CAR) penerima FPJP demi terkucurnya pinjaman itu ke Bank Century. Dalam aturan semula, CAR disyaratkan minimal 8 persen, sementara Bank Century saat mendapatkan kucuran dana tinggal memiliki CAR 2,35 persen. Bank Century mendapatkan Rp 502,07 miliar dalam kucuran perdana.

Selain memeriksa Robert, Jumat, KPK juga memanggil pegawai Bank Mutiara, Tjia Kurniadi. Bank Mutiara adalah nama baru untuk Bank Century setelah "diselamatkan" pemerintah.

Editor : Palupi Annisa Auliani

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Ketika Amien dan Hatta Rajasa Berseberangan...

Posted: 23 Aug 2013 09:07 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Amanat Nasional (PAN) memperingati hari jadinya yang ke-15 di Jakarta, Jumat (23/8/2013). Pada kesempatan itu, dua tokoh senior PAN, Amien Rais dan Hatta Rajasa, menyampaikan pidato yang saling berseberangan.

Sekitar pukul 20.30, Amien menaiki podium dan mulai menyampaikan pidatonya selama tiga menit. Dalam waktu yang relatif singkat itu, Amien menyinggung kondisi ekonomi nasional yang masih memprihatinkan.

Menurut Amien, kemiskinan dan pengangguran merupakan potret nyata bahwa ekonomi bangsa belum juga membaik. Dengan kerendahan hati, pendiri PAN ini menilai bangsa Indonesia masih menjadi jongos di negeri sendiri.

Menyikapi itu, mantan Ketua MPR ini mengajak semua kader PAN untuk memperhatikan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk memakmurkan rakyat Indonesia.

Amien juga meminta Hatta Rajasa dapat berperan agar UUD tersebut tak hanya menjadi aksara mati. "Tolong di bawah pengarahan Hatta dan teman-teman buat blue print ekonomi untuk kembali ke UU itu," kata Amien Rais.

Setelah Amien turun dari podium, kini giliran Hatta naik dan menyampaikan pidatonya. Berbeda dengan apa yang disampaikan Amien, Hatta menegaskan bahwa kondisi ekonomi Indonesia terus merangkak naik dan mengeluarkan sinyal positif. Hatta mengatakan, pada 2008, ekonomi Indonesia ambruk, tetapi saat ini tumbuh dan berkembang.

Pada 15 tahun lalu, kata Hatta, Indonesia dicap sebagai negara gagal. Namun, dunia kini mengakui Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru. Menteri Koordinator Perekonomian itu menegaskan, pertumbuhan ekonomi yang baik saat ini telah meningkatkan dan meratakan kesejahteraan, serta menekan angka kemiskinan.

"Kita bersyukur, kemajuan ekonomi kita, 135 juta rakyat juga masuk golongan kelas menengah ke atas dari data Bank Dunia. Ini adalah buah reformasi," kata Hatta.

Editor : Hindra Liauw

Amien Rais: Kita Jadi Jongos di Negeri Sendiri

Posted: 23 Aug 2013 07:44 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com
— Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais memberi pesan kepada Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa sebagai calon presiden yang akan diusung oleh PAN. Menurutnya, Hatta kelak harus mampu membuat cetak biru agar perekonomian nasional mandiri dan dapat menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Amien, Hatta memiliki potensi untuk memandirikan dan membawa ekonomi nasional lebih baik dari saat ini. Alasannya, Hatta saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian sehingga memiliki pengalaman mengelola ekonomi.

"Maaf kalau kasar, kita jadi bangsa jongos di negeri sendiri. Semua itu bukan karena konstitusi, tetapi karena the man behind Constitution tidak bisa melakukan itu (memandirikan ekonomi nasional)," kata Amien dalam peringatan HUT ke-15 PAN di Jakarta, Jumat (23/8/2013) malam.

Mantan Ketua MPR ini melanjutkan, memandirikan perekonomian nasional merupakan hal wajib karena diatur oleh undang-undang. Ia menyinggung bahwa UUD 1945 mengatakan, perekonomian disusun bersama berdasarkan asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi bagi negara dikuasai oleh negara, bumi air dan segala kekayaan di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk kepentingan rakyat, serta perekonomian nasional yang berasaskan atas kebersamaan, keadilan, kelanjutan, dan kemandirian.

"Marilah kita jadikan sebagai agenda bangsa agar Pasal 33 dan 34 (dalam UUD 1945) bukan hanya menjadi aksara yang mati. Mari kita kembali ke UUD 1945," ujar Amien menutup pidato singkatnya.

Editor : Hindra Liauw

Melempem Berantas Korupsi, Apa Kata Polri?

Posted: 23 Aug 2013 07:22 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Mabes Polri akan meningkatkan kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penanganan kasus korupsi. Hal itu menyusul adanya kritik dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bahwa Polri lamban menyelesaikan perkara korupsi.

Wakapolri Komjen Pol Oegroseno mengatakan, peningkatan kerja sama dengan KPK terutama terkait pertukaran informasi.

"Sama KPK ya kerja sama sharing informasi," kata Oegroseno kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta (23/8/2013).

Kerja sama itu, kata Oegroseno, bertujuan memberi dampak positif bagi kedua instansi, terutama dalam keharmonisan. Untuk saat ini, ia telah memerintahkan Kepala Badan Reserse Kriminal Komjen Pol Sutarman agar mempercepat proses penanganan kasus. Usaha percepatan itu dapat dilakukan dengan cara mengembangkan penyelidikan ke segala aspek.

"Saya bicara dengan kabareskrim untuk tingkatkan kualitas kasusnya yang ditangani bareskrim," ungkapnya.

Sebelumnya, anggota Kompolnas M Nasser membandingkan kinerja KPK dengan Polri. Menurutnya, Polri lamban dalam menangani kasus. Padahal, dari segi anggaran penyelesaian kasus, Polri diberi posri sama besar dengan KPK dan Kejaksaan Agung.

Kinerja Polri dalam pemberantasan korupsi dinilai masih melempem bila dibandingkan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, dalam tahun anggaran 2013, biaya untuk penanganan kasus korupsi yang diberikan institusi Polri sama dengan KPK dan Kejaksaan Agung.

"Hingga bulan Agustus ini, belum ada kasus menarik dan besar yang dibuka Polri," kata Nasser bebeberapa waktu lalu.

Kompolnas mengatakan, Polri, KPK, maupun Kejaksaan Agung mendapatkan anggaran Rp 208 juta per kasus atau Rp 190 miliar pada 2013.

Editor : Hindra Liauw

Soal Mesir, Indonesia-Malaysia Sependapat

Posted: 23 Aug 2013 06:51 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com
— Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku telah berkomunikasi dengan Perdana Menteri Malaysia Mohamad Najib Tun Razak terkait konflik di Mesir, Jumat (23/8/2013). Dalam pembicaraan tersebut, Presiden mendiskusikan bagaimana Indonesia dan Malaysia melihat perkembangan situasi di Mesir.

Menurut Presiden, terkait dinamika di Mesir, sikap Indonesia dan Malaysia serupa. "Alhamdulillah posisi Malaysia dan Indonesia serupa," kata Presiden di halaman Kantor Presiden, Jakarta, Jumat.

Intinya, menurut Presiden, kedua negara berharap agar permasalahan di Mesir bisa diselesaikan secara damai menuju rekonsiliasi nasional sehingga bertambahnya korban jiwa bisa dicegah. Kendati demikian, tegas Kepala Negara, baik Indonesia maupun Malaysia tentu tidak ingin mencampuri urusan dalam negeri Mesir.

Selain berkomunikasi dengan PM Malaysia, Presiden juga telah mendapat laporan dari Duta Besar RI di Kairo mengenai situasi terkini di Mesir. Berdasarkan hasil pembicaraan tersebut, Presiden mengetahui bahwa kondisi di Mesir sudah membaik dan terkendali.

Oleh karena itulah, menurut Presiden, pemerintah merasa belum perlu untuk mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) dari Mesir, terutama para mahasiswa. Meskipun demikian, kata Presiden, pemerintah tetap akan membantu mahasiswa yang ingin pulang ke Indonesia.

Editor : Hindra Liauw

Hatta Belum Pikirkan Cawapres

Posted: 23 Aug 2013 06:39 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa belum ingin memutuskan tokoh yang akan mendampinginya dalam pemilihan presiden periode 2014-2019. Hatta mengaku ingin fokus menghadapi pemilihan legislatif sebelum akhirnya mendeklarasikan pasangannya di 2014.

"Nanti setelah pemilu legislatif baru bicara soal itu (pasangan capres). Saya tidak ingin energi kita terpecah, karena bagaimana pun untuk mencapai pilpres adalah (hasil) pimilihan legislatif," kata Hatta di sela-sela acara peringatan HUT PAN ke-15 di Jakarta, Jumat (23/8/2013).

Namun begitu, Hatta mengaku telah melakukan komunikasi dengan sejumlah tokoh dan partai lain terkait pemilihan presiden periode 2014. Komunikasi dilakukan untuk memetakan kemungkinan koalisi bila PAN tak dapat mengusung calon presidennya secara mandiri.

"Dalam multi partai seperti sekarang ini koalisi adalah suatu keniscayaan, jadi kita berkomunikasi hampir ke semua," ujarnya.

Untuk diketahui, berdasarkan hasil rapat kerja nasional (rakernas) yang digelar pada Desember 2012, PAN menyatakan membidik minimal 77 kursi di DPR. Selain itu, hasil rakernas itu juga menyatakan PAN mematok target minimal 15 persen suara nasional dan memutuskan Hatta Rajasa sebagai calon presidennya.

Editor : Hindra Liauw

Terima Audit II Hambalang, KPK Akan Percepat Kinerja

Posted: 23 Aug 2013 06:14 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah menerima hasil audit II Hambalang dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad berjanji akan mempercepat kinerja terkait penyelesaian kasus Hambalang.

"Hari ini secara resmi KPK menerima LHP dari teman-teman di BPK terkait Hambalang. Selanjutnya, kita berusaha semaksimal mungkin untuk memfinalisasi kasus Hambalang," kata Abraham seusai menerima hasil audit II hambalang di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/8/2013).

Abraham mengaku, beberapa tersangka yang terlibat kasus Hambalang hingga saat ini belum ditahan dan masih dalam tahap penyelesaian akhir. Dia memperkirakan, minggu depan akan mulai memanggil kembali para tersangka tersebut.

"Kemungkinan minggu depan kita sudah melakukan pemanggilan tersangka kasus Hambalang. Jadi berdoa saja," tambah Abraham.

Ketika ditanya apakah akan dilakukan penahanan langsung terhadap para tersangka tersebut, Abraham tidak secara tegas menjawab. Dia hanya menyatakan bahwa setiap orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pasti akan ditahan.

"Tidak ada satu pun tersangka yang sudah ditetapkan oleh KPK, yang tidak dilakukan penahanan. Itu sudah SOP kita," tegas Abraham.

Hasil audit ini sudah lama ditunggu oleh KPK karena menjadi kunci dalam kelanjutan penanganan kasus yang menjerat mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng sebagai tersangka.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2012, KPK belum menahannya dengan alasan masih menunggu hasil audit BPK.

Editor : Hindra Liauw

PAN Anggap Laporan BPK Tidak Jelas

Posted: 23 Aug 2013 05:51 AM PDT


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi menganggap laporan hasil pemeriksaan (LHP) proyek Hambalang tahap II yang diberikan kepada DPR perlu diperjelas. Viva menyoroti 15 nama anggota Komisi X yang masuk dalam audit BPK tersebut.

Menurut Viva, jika ada permainan di Komisi X terkait proyek Hambalang, tentunya semua anggota Komisi X akan terlibat di dalamnya. Atas dasar itu, ia menganggap aneh bila hanya ada 15 nama yang masuk dalam LHP BPK, dan beberapa di antaranya adalah politisi PAN.

"Apakah 15 orang setuju yang lain tidak setuju? Di DPR, kalau keputusan antara pemerintah dan DPR itu sebagai (keputusan) institusi, dijamin Undang-Undang, dan bukan keputusan individu anggota," kata Viva di sela-sela acara peringatan HUT PAN ke-15 di Jakarta, Jumat (23/8/2013).

Anggota Komisi IV DPR ini menegaskan, BPK harus menjelaskan kapasitas 15 anggota Komisi X yang namanya masuk dalam LHP tersebut. Viva menjamin tak ada politisi PAN yang terlibat dalam kasus proyek Hambalang.

"Ada yang tanda tangan, itu tanda tangan kehadiran atau apa? Bisa dicek semua, kita sudah klarifikasi dan clean and clear," ujarnya.

Seperti diketahui, sebanyak 15 anggota Komisi X DPR disebut dalam hasil audit tahap II Hambalang oleh BPK. Mereka diduga terlibat dalam penyimpangan pada proses persetujuan anggaran proyek Hambalang.

Berdasarkan dokumen hasil audit tahap II Hambalang yang diterima wartawan, 15 anggota DPR tersebut berinisial MNS, RCA, HA, AHN, APPS, WK, KM, JA, MI, UA, AZ, EHP, MY, MHD, dan HLS. EHP diduga kuat adalah Eko Hendro Purnomo anggota Komisi X asal Fraksi PAN.

Saat ditemui, Eko mengaku ikut menandatangani tetapi bukan untuk pencairan dana Hambalang, melainkan untuk peningkatan sarana dan prasarana olahraga.

Editor : Hindra Liauw

No comments:

Post a Comment